BAB 3

4.4K 239 35
                                    


Dengarkan Dia.
Resapi apa yang Dia katakan.
Dan lakukan apa yang Dia tuntun untukmu,
Kau tahu siapa Dia..
Hatimu.

❄❄❄

Ketika kau ingin bicara, mengeluarkan apapun yang terasa tidak menyenangkan di hati, ada baiknya kau mengungkapkan dengan penuh pemikiran yang matang, memikirkan segala apa yang mungkin terjadi. Tapi ketika hati seseorang tidak lagi menuntun, ketika tidak ada lagi yang bisa di andalkan, maka suara apapun tidak akan bisa membantunya, sekalipun suara hatinya sendiri.

Hembusan itu akan tetap dirasakan, setiap musim yang mencoba memenuhi juntai kekosongan, akan tetap di ingat bagaimana mampu membuat kelu setiap diri. Langit yang dipandang tidak akan pernah terlupakan, udara yang menembus pernapasan, akan selalu di kenang.

Apapun yang termasuk itu kata bijak, apapun itu yang bisa dilukiskan dini hari menjalang pagi, wanita ni tidak ingin mengingatnya. Yang ingin ia ingat dalam bayangan lensa, adalah bagaimana dirinya taklukan, di rendahkan dengan sangat rendah.

Terkadang orang berpikir apa yang direndahan itu selalu berkaitan dengan harta, keistimewaan dalam jabatan, tapi tentu wanita ini tidak lagi memiliki dua hal yang sering sekali dibanggakan kebanyakan pemilik banyak uang. Wanita ini tidak memiliki ekonomi setinggi itu untuk bisa dijatuhkan. Yang dimiliki wanita ini hanyalah segenggam kepercayaan yang perlahan hilang termakan waktu yang terus berjalan.

"Dia ketakutan, Bro!."

Bukan! Wanita ini tidaklah meraskan hal yang terpapar itu. Rasa takutnya sudah berlalu semenjak tubuhnya di jatuhkan, dihina dengan begitu saja. Tidak masalah rumput itu kasar, tidak masalah sebasah apa embun menyambut pagi. Wanita ini sama sekali tidak peduli apapun lagi, wajahnya yang memar membuktikan hal yang tidak patas ia pedulikan.

Pria itu tertawa, bagaimana nada yang pelan namun penuh dengan deretan kata tertahan yang membuat gerah. So Eun akan mengingat tawa kasar itu, akan selalu mengingat bagaimana tangan kapalan mereka semua mencoba untuk melukai wajahnya. Tamparan dan jeggutan bukanlah hal berat, tapi bagaimana pria itu meludah di atas helai hitam miliknya tidaklah lagi bisa di toleransi.

"Ponselnya berdering!."

Bahkan gendang telinga wanita ini kembali seperti setiap saat pria itu bersamanya, tuli! Ponsel miliknya benar-benar berdering ketika tangan bersarung itu mengambilnya, membaca siapapun yang mencoba menghubugi di jam empat pagi.

"Pria-mu!."

Angin mungkin bisu, tapi angin tidak bisa dimatikan siappun selain penciptanya sendiri. Mungkin angin inilah yang menghantarkan doanya, mungkin setiap sel yang hidup di tubuh pria calon Pendeta itu mampu menangkap rintihan tidak bernada ini.

Kim Bum menjatuhkan ponsel itu dihadapan So Eun, hampir saja kening wanita itu menjadi hambatan yang memantulkan. Tidak perlu meringis, wanita yang meringis dikala sadar tidak ada siapapun yang menolong, hanyalah omong kosong dalam prilaku sia-sia. Wanita ini hanya menunduk, tersenyum disaat sudut bibirnya terdapat darah.

Mungkin cerutu akan terasa nikmat saat di hisap. Tapi tentu saja sundutan ujung cerutu tidak bisa dikatakan nikmat, bukan!

"Angkat!!."

Perintah! Wanita ini hanya tersenyum sangat tipis, hingga mungkin lidahnya tidak bergerak sama sekali untuk menyambut senyuman itu. Mayat itu sudah tertutupi, tapi bayangan akan hal mengerikan tidak pernah hilang dlaam benak wanita ini.

Crysanthemum (COMPLETE) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang