BAB 5

3.6K 222 23
                                    

Ketika angan telah sampai batas akhir, Ketika kata tidak pernah didengar lagi. Ingatlah, dibawahmu masih ada tanah dan telapak kaki. Melangkahlah, bawa hatimu pergi dari luka itu. Karena luka hati tidak akan hilang sebelum kau berani melangkah.

❄❄❄


Banyak harapan dalam kurun waktu satu menit. Harapan yang hanya bisa dirangkai dalam benak, dipaparkan dengan kebisuan dalam diri, seolah mati terbawa setiap waktu yang tidak akan berhenti.

Diam bukan berarti seseorang tidak peduli, terkadang diam itu menandakan seseorang sedang berpikir. Tidak ada pemikiran yang pasti dari siapapun.

Hujan hanyalah suara gemang, mengalir menyelimuti segala indra yang kesepian. Tubuh tidak akan berdesir ketika tidak peka, karena mereka yang memiliki tubuh itu sama sekali tidak ingin menjadi orang yang peka.

Sekali lagi angan itu tidak perlu dilanjutkan, harapan yang tadi begitu banyak ingin dipertanyakan, sebaiknya dihentikan saja. Bukan karena takut merasa akan percuma jika angan disampaikan, hanya saja diam mengikuti gemang alam itu adalah pemikiran yang baik.

Suara itu masih terdengar, di mana napas dari masing-maisng pernapasan terhembus melalui celah bibir dingin mereka. Pria ini tidak perlu mengulang persuasi yang sempat ia paparkan. Bibirnya tidak sebeku beberapa saat lalu, hanya saja hatinya terasa hambar setelah menit menjadi jam, dan kebisuan tetap menjadi akhir jawaban.

Jika harus ada sesuatu yang diungkit, maka akan lebih baik ia membahas rinai hujan saja yang tidak kunjung berhenti, membahas deru napas mereka yang buruk, atau bagaimana kondisi kaus yang tidak layak itu.

Wanita ini masih menggantungkan kedua kakinya, sama seperti menggantungkan sebuah rasa dalam balutan satu kata. Seharusnya perbincangan mereka tidak sepert ini, terlihat mati dan kesepian.

Wanita itu akhirnya menghentikan gantungan kedua kakinya, mengambil jaket yang mungkin akan terasa aneh membalut kulit yang telanjang. Kedua matanya tidak lagi melihat luka besar didiri Kim Bum seperti malam itu, hanya saja malam ini So Eun melihat salah satu tangan Kim Bum terlihat tegang, pria itu membalikkan tubuhnya hingga tidak jelas raut seperti apa yang tergambar di sana.

"Kau pikir aku akan melepas Jong Suk untuk pria seperti mu? Kau bajingan tolol ternyata." Dari awal pertemuan mereka Kim Bum tidak pernah mendengar wanita ini memaparkan kalimat layak, hanya luncahan tertahan dengan berbagai nada disetiap hempasan.

Pria ini menahan napas diam-diam, masih enggan untuk membalikkan tubuhnya. Wajahnya mungkin akan sepucat malam itu, salah satu tangannya kembali keram dan kepalanya sedikit berulah. Jika satu jam ke depan dirinya masih berdiri seperti ini, Kim Bum merasa dirinya akan tumbang seketika. Sialan! pria ini tidak sabar untuk kembali ke Jersey, menyelesaikan kontrak kerja misi ini.

"Pergilah Kim Bum! Vagina milikku sudah kau sentuh dengan sesuka hatimu. Pergi, sialan!."

"Nanti aku akan pergi. Sekarang, pergilah tidur dan kunci kamarmu!." Jika Kim Bum akan berniat menyembunyikan wajah pucatnya, maka So Eun akan menyembunyikan mual didalam dirinya. Ia tidak bisa mengalirkan banyak darah, keanehan trombosit dari lahir mengusik kehidupan dewasanya. Sepertinya ia benar-benar harus berbaring, dan menghilangkan mual itu.

Kim Bum tidak pernah berkeinginan menyembuhkan luka apapun. Ia hanyalah seorang pemimpin perusahaan, lahir dari sperma dan rahim keparat. Kepalanya berdentum lagi, dan dengan cepat pria ini mengambil kursi dengan kasar, hingga gesekan kaki kursi berdengung dengan kasar. Flora pasti akan bertanya-tanya kenapa pria ini tidak menghubunginya. Jangankan untuk menikmati romansa, pria ini dihantui kontrak kerja yang segera harus ia selesaikan.

Crysanthemum (COMPLETE) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang