MOTOR Flash menepi tepat didepan warung tenda pinggir jalan yang menjual bakso dan mie ayam. Flash melepas helm dan menyuruh Felish untuk turun.
"Mau ngapain?"
"Kita kan mau mancing, lo lupa?" Kata Flash mengingatkan. Lalu tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi galak. "Emang lo liat kita mau ngapain?" Flash ngomong sampe urat lehernya keliatan.
"Selo dong ngomongnya."
"Gue mau makan. Kalo lo mau pulang, sana noh abang angkot dari tadi nyengir mulu ngeliat lo." Flash menunjuk dengan dagu dan meninggalkan Felish, ia memasuki warung tenda itu.
Felish menoleh sebentar kearah supir angkot itu, perempuan itu meringis. Kemudian berbalik menyusul Flash. Di warung itu terdapat empat meja, hanya tinggal dua meja yang tersisa. Felish menghampiri Flash yang sudah duduk dipojok, lelaki itu sedang berbincang kepada penjual.
"Lo mau apa?"
"Gue, bakso satu." Pesan Felish. "Minumnya jus jeruk."
Mas penjual mengangguk dan berjalan menuju gerobak. Selang beberapa menit, pesanan mereka pun datang.
"Eh, ini lo yang bayar kan?" Tanya Felish di sela kegiatan makan mereka.
Flash mengunyah baksonya sebentar lalu menelannya. "Enak aja, bayar sendiri-sendiri lah."
"Orang lo yang ngajak."
"Iya. Udah makan dulu." Perintah Flash.
Mereka memakan makanan mereka dengan hening. Sebenarnya, Felish ingin bertanya soal Dhea. Dan sekarang ia ingin bertanya.
"Flash."
"Fel."
Tanpa disangka, mereka memanggil nama satu sama lain secara bersamaan.
"Lo duluan."
"Lo duluan." Tolak Felish.
"Ladies first."
"Lo duluan kampret." Paksa Felish. Ia belum yakin ingin membicarakan tentang Flash yang nembak Dhea itu sekarang. Padahal ia sudah menyiapkannya matang-matang untuk ceng-cengin Flash.
"Lo udah kenal banget kan sama Dhea?" Tanya Flash.
"He-em."
"Kira-kira, dia suka laki-laki yang kayak apa ya?"
Felish tiba-tiba tersedak bakso yang belum ia kunyah seutuhnya. Cepat-cepat Flash memberinya minum. Felish kaget, disaat ia ingin bertanya tentang Dhea, kenapa Flash bertanya soal orang yang sama pula.
"Ehm," Duh, bahkan Felish bingung mau jawab apa. Ia menggaruk kepalanya pelan lalu meminum jusnya sedikit. "Nih ya, Dhea tuh suka sama cowok cakep, bukan Dhea doang sih, gue juga. Trus tinggi, gue juga suka tuh cowok tinggi. Putih juga pastinya, beuh, gue juga suka banget nih, trus--"
"Eh, tunggu-tunggu, gue nanya tipe laki-laki idaman Dhea, bukan tipe laki-laki idaman lo." Flash sewot.
Felish bingung. Biasanya Flash termasuk laki-laki yang bodo amatan soal cewek. Tapi kenapa soal Dhea dia jadi ngegas gini? Ngeliat ini, Felish coba buat ngerjain Flash. Dimana ia akan memberi tahu tipe laki-laki idaman dirinya sendiri, bukan tipe laki-laki idamannya Dhea.
"Oke, Dhea pernah cerita sama gue kalo dia tuh suka sama laki-laki yang--" Felish menggantung ucapannya karena melihat tampang mupeng milik Flash, kayaknya niat banget gitu loh. "Plis deh, liatinnya biasa aja."
"Yaudah lanjut." Suruh Flash.
"Pertama, dia suka cowok yang bisa main biola. Lo tau? Kesannya kaya kalem gitu kalo cowok bisa main biola. Kedua, bisa gambar. Ketiga, jago badminton. Keempat, kalo ceweknya ada masalah, cowoknya suka meluk, duh, pelukable banget lah pokoknya. Trus--" Felish lagi-lagi menggantung ucapannya, sebenarnya tipe yang kelima ini adalah benar-benar tipe idamannya, bukan Felish doang sih, tapi idaman semua wanita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Felish's Feel
Teen FictionSatu hal yang Felish tahu tentang persahabatan yang terjalin antara lawan jenis; kebersamaan. Dan ada satu hal yang akan timbul dari kebersamaan yaitu; rasa. ©2017