Feels | 3

78 20 4
                                    

"UDAH Fel, lo mau ngabisin berapa mangkuk lagi, sih?" Flash melotot kepada cewek didepannya.

"Ini yang terakhir, deh." Felish merengek. Udah dari tadi Felish bilang, "ini yang terakhir" tapi masih diulang juga.

"Hm." Flash kesel sendiri. Udah lima mangkuk es krim dengan rasa yang sama sudah dihabiskan oleh Felish. Dasar maniak es krim.

Flash hening. Memperhatikan Felish yang asik menyuapkan sesendok penuh kedalam mulutnya. Flash kasihan sama Felish. Padahal bibir cewek itu udah biru karena kedinginan. Udah tau dingin kayak gitu masih tetep juga dimakan.

Flash menghela napas. Gak ada seorangpun yang bisa menghentikan Felish kalau sudah menyangkut es krim.

"Habis. Gue pesen lagi, ya." Felish beranjak.

Flash membulatkan matanya kaget. "Buset, lo mau mati apa gimana." Flash ikut berdiri, mencekal pergelangan tangan cewek itu.

Tangan Felish mendingin.

"Yah, Flash lo gak seru ih. Kan yang bayar gue." Felish merengek. Salahnya, bagi Flash gak mempan.

"Halah. Udah yok pulang, nanti kalo lo flu gimana?" Flash memperingatkan.

"Hachim!" Baru aja dibilang.

"See?" Felish menyengir.

Dengan cepat, Flash menarik tangan Felish kearah dimana mobilnya terparkir.

***

"Flash, ambilin itu dong." Ucap Felish seraya menunjuk setumpuk novel tebal di atas meja belajar.

"Ambil sendirilah." Flash masih asik memainkan ponsel pink ditangannya.

Instrumen lagu Little Star memenuhi seisi kamar Felish. Sekarang Flash sedang menemani Felish dikamar cewek itu. Tadi Flash menemani Felish ke klinik untuk mengecek kesehatan Felish. Ternyata cewek itu terkena flu. Hanya gara-gara enam mangkuk es krim.

"Kan lo sendiri yang bilang kalo gue gak boleh banyak gerak." Felish duduk. Bersedekap. Menatap Flash disampingnya yang sama sekali tak menatapnya. Cowok itu membelakangi Felish sembari memainkan ponsel.

"Tapi bukan berarti lo bisa seenaknya nyuruh gue." Flash tak mengalihkan pandangannya dari ponsel itu. Cowok itu masih asik memainkan permainan Piano Tiles dari ponsel Felish.

"Akh, kan salah pencet." Geram Flash.
"Oke, yang kali ini serius." Flash menyemangati dirinya.

Felish memutar bola mata kesal. Akhirnya ia bangkit dari tempat tidur. Merasa ada yang goyang, Flash ikut bangkit. Meletakkan ponsel Felish diatas bantal.

"Eh, mau ngapain?" Flash melihat Felish yang hendak bangkit dari tempat tidur langsung menariknya.

"Mau ngambil itu." Felish menunjuk novel tebal yang dua minggu ini baru dibelinya. Tapi sampai sekarang belum dibaca.

Flash berdecak. "Udah dibilang gak boleh banyak gerak."

"Lah? Trus yang bilang 'lo emang gak boleh gerak, tapi bukan berarti lo boleh seenaknya nyuruh gue' siapa?" Felish meniru cara bicara Flash dengan nada menyindir. Yang disindir cuma nyengir.

Flash bangkit. Menghampiri meja belajar dan mengambil novel tebal yang ditunjuk Felish tadi. Flash menyodorkan novel itu kepada Felish.

"Thanks."

"Hm." Flash masih asik dengan permainan Piano Tiles dari ponsel itu. Flash gak nyerah gitu aja, karena kemarin gagal mengalahkan skor tertinggi Felish. Tapi sekarang, Flash akan mencobanya.

Felish asik dengan novelnya. Flash asik dengan ponsel pink Felish. Waktu terasa begitu cepat. Sampai jam menunjukkan pukul enam sore.

"Lo gak pulang?" Felish menutup novelnya. Menggelindingkan tubuhnya mendekat kearah Flash. Cowok itu menjawab dengan menggeleng.

"Yaampun, rambut lo panjang banget, pangkas gih." Felish yang berada disamping Flash menyibak-nyibak rambut cowok itu. Sesekali mencabutnya yang menimbulkan ringisan dari Flash.

"Pantesan aja lo lari kalo ada razia rambut. Lo tau? Bu Dela pasti bakal bangga banget kalo berhasil nyukur rambut lo." Felish menurunkan tangannya dari rambut cowok itu. Ikut menatap permainan Piano Tiles yang dimainkan Flash.

"Flash. Masa tadi kan, waktu gue di koridor, Raga nyamperi gue, ngajak dinner trus gue nolak. Entah kenapa gue males sama tuh bocah." Felish mulai curhat.

"Argh." Flash menggeram. Jempol tangan Flash masih asik menekan tiles-tiles yang berjalan di ponsel Felish.

"Ish. Lo denger gue ngomong gak sih?" Felish kesel sendiri jadinya.

Flash meletakkan ponsel Felish diatas bantal, kembali menatap Felish yang sekarang terlihat bete.

"Lah, lo tadi ngomong?" Flash mengernyit.

"Entah." Felish berdecak, lalu meraih ponselnya disamping Flash. Terdapat banyak notifikasi disana.

Felish langsung membuka aplikasi Line.

Raga: Felish?
Raga: Mau dinner bareng?
Raga: Aku jemput.

"Raga ngajak gue dinner," Felish membuka suara setelah satu menit hening. "Tapi gue gak mau."

"Kenapa?" Flash ikut duduk, mendengarkan cerita Felish.

"Gak mau dinner bareng Raga. Maunya bareng lo." Felish menyengir.

"Idih, lo aneh."

"Dinner yok lah, Flash. Gue males sama Raga." Felish merengek sambil menarik-narik lengan kaos Flash.

Mendengar kejayusan Felish, Flash langsung melempar bantal bulu kewajah Felish.

"Dinner noh sama bantal, Haha." Flash berdiri. Sembari tertawa keras.

"Dasar elo ya..." Felish terkesiap, cewek itu langsung berlari mengejar Flash. Tapi apa daya, Flash langsung pergi kearah kamarnya, melompati pembatas balkon dan mengunci rapat-rapat pintu balkon nya sehingga Felish tidak bisa masuk.

Dari balik pintu kaca balkon Flash. Felish merengut sebal. Flash yang merasa tingkahnya udah kayak anak-anak langsung membuka pintu balkon dan menghampiri Felish didepan pintu balkon nya.

Cowok itu langsung memeluk Felish. "Iya, iya, nanti kita dinner bareng." Flash mengusap rambut Felish.

Seulas senyum terukir di bibir Felish. "Janji ya." Felish mengulurkan jari kelingkingnya yang dibalas kaitan jari kelingking oleh Flash.

"Tapi boong." Flash nyengir sambil mengendurkan pelukannya.

Sontak Felish jadi bete lagi.

"Flash... lo php-in gue." Felish merengek. Sedangkan Flash terkekeh dan kembali memeluk Felish.

Nyaman. Rasanya Felish gak mau lepasin pelukan itu. Felish membalas pelukan dari Flash.

***
Gak tau mau ngomong apa. Seneng aja gue nulis author note. Wkwkw.

Senin,
9 Jan 2017

Felish's FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang