Feels | 12

52 6 0
                                    

Take it slow but it's not typical
He already knows that my love is fire
— Rose

***

ALUNAN musik sendu dari lagu milik The 1975 yang berjudul She Lays Down menerpa hati Felish yang dingin. Perempuan itu terbaring lemas di atas tempat tidur. Nafasnya tak teratur, keringat mulai mengalir di dahinya. Ia terduduk lesu sambil memperhatikan boneka Baymax yang tergeletak di lantai. Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan ke arah balkon kamarnya.

Entah kenapa mood-nya mendadak hancur saat tau Flash makin lama kian dekat dengan Dhea. Padahal beberapa hari ini ia merasakan senang pada saat menghabiskan waktu bersama laki-laki itu.

Jika mereka makin dekat, berarti, pada saat Flash sudah jadi milik Dhea, dia gak bisa bebas keluar masuk kamar Flash lagi, dia gak bisa gangguin atau main bareng lagi dong? Dan, Felish juga gak bisa minta temeni ke toko buku lagi bareng Flash. Ia menghembuskan napas pasrah. Semuanya sudah diatur dengan yang Maha Kuasa. Kalau memang Flash dan Felish ditakdirkan untuk bersama, Tuhan pasti akan berkehendak lain.

Felish memandang ke atas dan mencengkram teralis balkon erat. Tiupan angin pada jam enam sore itu cukup menyejukkan. Seperti berada di atas menara di ketinggian beberapa meter dan ada angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya.

"Heh! Ngapain lo disitu udah kayak orang bego?"

Teriakan dari suara yang membuatnya galau beberapa menit yang lalu muncul. Laki-laki itu tepat berada di sebelah balkon milik perempuan itu sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Flash sudah berganti baju dengan kaos panjang berwarna merah gelap dengan celana kolor berwarna abu-abu.

Felish menoleh dan berdesis. "Gue lagi menikmati kesejukan angin ya. Lo gak usah ganggu." Ucapnya tajam.

"Sok menikmati kesejukan angin, baru lima menit di depan kipas angin aja udah masuk angin." Ejek Flash bercanda sambil melompat ke pembatas balkon milik Felish.

"Bacot."

Flash terkekeh lalu menepuk puncak kepala perempuan itu, rambut yang panjangnya hanya sebahu itu terlihat acak-acakan.

"Mending lo mandi deh," ujar Flash setelah memegang rambut Felish yang lepek. Selain itu pipi Felish juga lengket akibat keringat. "Bentar lagi maghrib juga."

"Gak, dingin." Ucap Felish sekenanya. Pandangannya masih lurus kedepan pada jalanan yang lengang.

"Aneh banget sih. Tadi lo seneng banget ngerasain angin, padahal kan juga dingin." Celetuk Flash.

Felish mendesah. Ia memutar tubuhnya ke arah Flash yang sekarang menatapnya bingung. "Lo gak bisa bedain ya, mana dingin, yang mana sejuk." Felish memeluk dirinya sendiri, karena semakin lama angin makin kencang. Entah kenapa sore itu banyak sekali angin. "Udah ah, gue mau masuk."

***

Malam harinya, Felish membawa beberapa cemilan ke tempat tidurnya untuk menikmati film di laptop. Film horor Jepang yang baru saja jadi perbincangan heboh satu kelas membuat Felish jadi penasaran dan langsung mendownloadnya. Ternyata, filmnya memang seram dan banyak muka mengerikan yang muncul tiba-tiba di layar. Membuat perempuan itu berkali-kali menutup kepalanya menggunakan bantal.

"Serius amat. Liat yang enggak-enggak ya."

"ARGH!" Teriak Felish kencang karena suara itu datang tiba-tiba, ia pikir itu salah satu tokoh dari film horor yang sedang ditontonnya berhasil keluar.

Felish's FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang