Feels | 14

31 9 0
                                    

"GUE gak mau!"

Felish sibuk guling-guling dikasurnya setelah permintaan Dhea beberapa jam yang lalu. Kenapa perempuan itu bisa bersikap manis dalam waktu sesingkat itu? Apa memang Dhea ingin memperbaiki semuanya, atau... karena semata-mata ingin terlihat baik di depan Flash? Lagi pula, selama ini pendekatan yang ia lakukan untuk memperbaiki persahabatannya dengan Dhea malah di acuhkan oleh perempuan itu. Felish jadi pusing.

Menghela napas, perempuan yang masih mengenakan kaos itu berdiri dan berjalan menuju lemarinya. Ia membongkar isi lemari untuk mencari baju yang bagus untuk dikenakan di ulang tahunnya Dhea besok malam.

Masih asik membongkar isi lemari, perempuan itu menghela napas frustasi. Dari sekian banyak baju yang ia punya, kenapa tidak ada yang bagus? Bukan karena baju-bajunya jelek. Tetapi, entah kenapa, ia ingin terlihat menawan. Padahal, Felish termasuk tipe cewek bodo-amatan dalam hal berpakaian sebelumnya, yang penting ia nyaman, kalo urusan komentar orang, belakangan. Itu prinsipnya. Tetapi dalam kasus ini, kenapa ia ingin merubah prinsipnya itu?

Felish awalnya menolak ajakan itu karena ia merasa canggung. Tetapi karena ia ingin pertemanannya dengan Dhea terlihat baik-baik saja, dan Flash juga sibuk merayunya untuk ikut, Felish pun menyetujuinya. Setelah mengobrak-abrik isi lemarinya, pilihannya jatuh pada gaun maron yang ia gunakan tahun lalu di acara makan malam ibunya Flash.
Sebelumnya, ia akan membawa gaun itu ke laundry. Agar terlihat lebih rapi dan harum tentunya.

Setelah mengemas bajunya ke dalam tas, Felish memilih duduk dekat jendela dan melamun di sana. Padahal, di kamar Felish, banyak lukisan yang tentu saja lebih menarik perhatianmu dari pada langit malam yang berwarna hitam pekat. Tapi, pikiran Felish entah melayang kemana.

Ponsel yang sejak tadi berada di tempat tidur berbunyi, menyadarkan Felish ke permukaan. Perempuan itu menoleh dan mendapati pesan berbasis internet itu dari Katya, teman sebangkunya.

Arumi Katyana: Tugas kita udah selese?

Felisha: Yang mana?

Arumi Katyana: Bahasa Indonesia ttg hikayat Bayan Budiman.

Felisha: Gue gak tau.

Arumi Katyana: Ah elah lo udah nebak gue.
Arumi Katyana: Lo sih ngapain di bawa bukunya, tau gitu gue yang ngerjain.

Felisha: Oh iya.
Felisha: Ini gue kerjain.

Arumi Katyana: Dasar murid tak budiman.

Felish hanya membaca pesan yang diterimanya beberapa saat lalu, setelah itu ia hanya meletakkan ponselnya ke tempat semula. Perempuan itu mulai duduk di meja belajarnya dan mengambil buku Bahasa Indonesia di laci mejanya.

Ia sedikit pusing karena tak pandai menganalisis hikayat Bayan Budiman tersebut. Seharusnya Felish tak memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Ia takut hasilnya jelek dan mengecewakan Katya nantinya.

Felish mencoba fokus pada apa yang dikerjakannya saat ini, namun dering ponsel yang berada di atas tempat tidur kembali berbunyi yang menandakan ada pesan. Ia awalnya mengabaikan pesan tersebut karena ia pikir pesan tersebut dari Katya karena Felish mengabaikan pesan darinya. Namun, kemungkinan lain mungkin ada hal penting yaitu tentang tugas mereka yang ingin Katya sampaikan.

Felish kembali berdiri dan meraih benda tersebut, perkiraan Felish ternyata salah tentang siapa yang mengirim pesan untuknya. Perempuan itu menahan napas saat membaca isinya. Pesan itu singkat. Tapi entah kenapa Felish bisa merasakan otaknya seperti bekerja tak logis sekarang.

Dheandra: Fellie?

***

Dhea menghela napas setelah beberapa detik memandangi layar ponselnya yang menunjukkan kolom obrolan dengan seseorang, menunjukkan bahwa pesan yang ia kirim beberapa saat lalu telah dibaca.

Sembari menghembuskan asap rokok dari mulutnya, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke jendela kamarnya yang menunjukkan  kepekatan langit malam. Banyak kegelisahan yang mengelilingi pikiran perempuan itu. Setelah membuang rokok itu ke tong sampah dekat jendela, Dhea hanya merenung dan lebih banyak melamun, walaupun dari bawah, ia bisa melihat ramainya kendaraan dan cahaya dari lampu-lampu jalanan. Walaupun di sana ramai, Dhea merasa sunyi.

Kesunyian itu makin terasa saat Dhea sadar bahwa lampu kamar miliknya itu dimatikan dan Dhea bisa merasakan bahwa dia adalah orang yang paling jahat sedunia saat mengabaikan Felish yang selalu mencoba ingin memperbaiki persahabatan mereka. Dhea bukan bermaksud seperti itu, ada alasan lain yang membuat ia melakukan hal demikian. Memang Dhea yang paling egois disini, tapi salahkah ia jika ingin bahagia, maksudnya, walaupun mengorbankan perasaan sahabatnya sendiri?

***

Felish gemetar sendiri. Ia bingung harus membalas apa. Pesan itu memang singkat, tetapi didalamnya, Felish yakin butuh keberanian untuk sekedar mengetik pesan itu. Jutaan tanda tanya berterbangan di benak Felish. Karena bingung, yang ia lakukan hanya menggigiti kukunya sendiri. Antara senang atau pesimis, Felish lebih pro keduanya.

Felish senang saat Dhea menyapanya dengan nama akrab mereka dulu. Tetapi di balik itu, Felish bisa menebak alasan Dhea menyapanya untuk menanyakan tentang Flash atau menyuruhnya untuk menjauhi laki-laki itu. Walaupun pada kenyataannya Felish belum memiliki rasa yang dalam pada Flash, tapi ia takut, takut pada kenyataan bahwa, ia yang seolah ingin menjauhkan Flash dari jangkauan Dhea.

Felish kembali membuka ponselnya dan membuka kolom obrolan dengan seseorang yang telah mengirimnya pesan beberapa menit lalu. Sama halnya seperti Dhea, Felish menghela napas sebelum mengetikkan sesuatu disana.

Felisha: Apa?

***

You Owe Me - The Chainsmoker

Felish's FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang