Sejak ia tau kalau Bella disana lebih butuh Ale daripada dirinya. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Komunikasi yang harus terputus karena Bella membutuhkan Ale. Atau karena lain nya, membuat Cia merasa dirinya seperti Hanya Teman untuk Ale.
Sudah berbulan bulan Bella di rawat. Sudah berbulan bulan juga Ale dan Cia harus sabar. Terlebih lagi Pihak yang di nomor dua kan. Cia.
Disaat pikiran nya berkata A, namun tidak dengan hati nya.
Gue berasa temenan doang ya. Haha.
Cia tertawa miris, pasal nya ia adalah pacar dari Ale. Sementara Ale harus lebih menomor satu kan Bella.
Gimana kalau nanti ternyata Bella masih suka sama kamu, Le?
Lagi-lagi pikiran jelek nya menghampiri. Ia semakin tertawa miris. Sangat miris.
Mata nya kembali tertuju pada frame berukuran sedang. Senyuman kedua nya yang sangat indah, di tambah lagi dengan pose yang terbilang manis. Cia mengulurkan tangan nya untuk mengambil frame itu. Ia mengelus foto itu dengan ibu jari nya. Mata nya kini sudah sangat berkaca-kaca. Mengingat akan memori itu. Pada saat Cia tergeletak di rumah sakit, Ale sangat setia menemani dirinya.
Tanpa sadar, ia kembali tersenyum mengingat hal itu.
Aku Rindu.
Rindu akan semua hal bersamamu.
Rindu saat pertama kali aku mengenal mu.
Ridu saat kau menenangkan ku dalam dekapan mu.
Rindu saat kau hanya berbicara banyak padaku.
Rindu jeritan para siswi saat kau menghampiri ku.Sayang.
Aku rindu akan banyak hal dengan mu.
Rindu semua tentang mu.
Rindu saat kita tertawa bareng. Bukan, bukan lewat layar laptop. Tapi secara langsung.
Jujur, aku sangat rindu dengan itu semua.Kini, perbedaan jarak, dan waktu. Tidak lagi seperti dulu. Seperti saat kita masih berdekatan.
Bahkan untuk memeluk mu sekarang juga, aku harus menahan nya.Aku benci keadaan ini. Aku benci takdir yang sudah memisahkan kita.
Air mata nya kembali menetes. Ia benar-benar rindu dengan Ale. Yang jauh dari nya. Berdekatan dengan wanita lain.
Andai, andai saja orangtua nya Ale tidak menyuruh Ale untuk sekolah di London.
Andai saja itu tidak terjadi. Ya, andai.
"Kita udah tau semua."
Suara yang tidak asing baginya. Dengan cepat ia menghapus air mata nya. Lalu berbalik badan memastikan siapa yang bicara tadi.
Dan benar dugaan nya, itu adalah Indah. Dengan kedua teman nya.
Tapi tunggu, Verrel, Alex, dan Alvin juga berada disana.
"Gue ngerti gimana posisi lo saat ini." Sambung Alex.
"Posisi yang sakit, posisi yang harus menerima semua nya." Timpal Verrel.
"Dan yang udah berani bikin lo sakit kaya gini adalah cowo lo sendiri." Alvin juga ikut menambahkan. Dan kenapa juga lo masih sayang dia? Batin nya.
Cia hanya memalingkan wajah nya ke arah lain.
"Ci, ini juga bukan kemauan Ale kan?" Indah mengelus lengan cia. "Dan gue yakin, Ale terus memprioritaskan elo." Lanjutnya sebelum memeluk Cia.
Ha? Apa? Prioritas? Kalau kamu memprioritaskan aku, kenapa kamu tinggalin prioritas kamu, Le?!
Indah melepaskan pelukan nya, lalu ibu jari nya menghapus air mata yang kembali menetes di pipi sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope?
Novela JuvenilJujur saja Leticia selalu berbohong kepada Ale untuk mengatakan ia bisa tanpa dirinya, pada nyatanya tidak. Dan membayangkan Leticia sudah terbiasa tanpa dirinya. Tapi semua berbalik. Melawan rasa rindu sendirian, hatinya menjerit keras kala nama da...