London.
"Kami mohon tinggalkan dia demi Bella. Meskipun hanya sementara. Tapi tante yakin, kamu bisa membuatnya bahagia."
Kalimat yang mampu membuat Ale terdiam. Kepala nya masih terasa pening saat mengingat kalimat itu. Ia benar-benar stress. Terlebih lagi kedua orangtua Ale setuju akan hal itu. Bagaimana bisa tidak ada satu pun yang sepihak dengan nya? Lalu harus bagaimana ia menghadapi semua masalah ini?
Apakamu percaya akan adanya takdir? Percaya atau tidak, jika kamu dan Cia memang sudah berjodoh, sejauh apapun kalian, sesakit apapun kalian sekarang, sesulit apapun kalian dalam masalah ini, jika memang sudah takdirnya kalian bisa akan bertemu, kembali. Percaya dengan takdir Le. Serahkan semua nya kepada yang Maha Kuasa.
Lagi, lagi, dan lagi ucapan Mama nya kini mulai terngiang saat mereka berbicara kemarin di telfon. Bagaimana nanti dengan Cia tanpadirinya? Bagaimana dengan dirinya nanti tanpa Cia? Apakah bisa berjalan mulu sbegitu saja?
Apakah salah? Jika ia harus melepaskan Cia, perempuan yang ia sayang demi Bella, perempuan yang sudah pernah menyakiti Cia?
Tapi untuk kesembuhan Bella sangatlah minim. Ia memang seharus nya bersama dengan Bella, membuat nya bahagia di sisa hidupnya.Setidaknya ia pernah membuat Bella merasa bahagia dengan adanya dirinya. Jadi ia tidak akan merasa menyesal nanti nya jika memang teman kecil nya ini pergi darinya. Pergi sangat jauh.
Lantas apa mau mu apa, Hati?!
♥♥♥
Jakarta.
Setelah pulang dari rumah milik kedua orangtua Ale, Cia tidak langsung pulang, melainkan ia ke kedai di dekat rumah Ale dan satu arah juga dengan rumah nya. Dan dia juga tidak sendiri.
Saat tadi ia ingin ikut dengan Indah untuk pulang bareng, dengan kata lain numpang, atau nebeng mungkin lebih tepatnya, Alvin langsung menawarkan Cia untuk ikut sebentar dengan nya, meskipun mendapat tatapan sinis sekaligus aneh dari teman-teman nya, Alvin tetap tidak peduli, kali ini biarkan dia membantu Cia melupakan masalah nya itu. Dan mencari jawaban atas hati nya ini.
"Lo kenapa ajak gue kesini?" Tanya Cia saat sudah sampai di kedai tersebut.
"Duduk dulu" Bukan nya menjawab pertanyaan dari Cia, Alvin justru malah menyuruh Cia duduk di bangku yang sudah di pilih oleh nya.
Cia mengernyitkan keningnya menatap Alvin bingung, lalu duduk di bangku yang di sediakan Alvin.
"Gue tau, lo belum makan dari pagi kan?" Cia tidak menjawab, dia masih bingung dengan maksud Alvin ini, tau dari mana juga kalau dirinya memang belum makan dari pagi, karna terlalu sibuk mememikirkan Ale disana.
"Diam berarti iya." Kata Alvin sambil membaca menu yang tersedia. "Mau pesan apa? Gue deh yang teraktir." Lanjutnya di susul dengan cengiran kuda.
Ia tau, kalau maksud Alvin ini adalah untuk membantu Cia dengan masalahnya. Tapi tetap saja dia masih terdiam.
Nih anak tuh tau apa si? Kalau dia pesan yang macam-macam ya masa gue juga sama kaya dia?
Setelah memesan, pelayan tersebut pergi meninggalkan mereka berdua. Setelah itu hanya ada kesunyian di antara mereka berdua. Meskipun kedai ini sangat ramai, apalagi ini bisa terbilang tempat tongkrongan para remaja namun tetap aja Alvin merasa sunyi jika Cia tidak mengoceh seperti biasanya.
Cia hanya menopang dagu nya dengan tangan nya. Memandang keluar kedai, tatapan nya kosong, pikiran nya masih tentang Ale. Sampai ia sendiri tidak sadar kalau ternyata pesanan mereka berdua sudah datang. Alvin memperhatikan Cia dengan langsung meminum orange jus nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope?
Teen FictionJujur saja Leticia selalu berbohong kepada Ale untuk mengatakan ia bisa tanpa dirinya, pada nyatanya tidak. Dan membayangkan Leticia sudah terbiasa tanpa dirinya. Tapi semua berbalik. Melawan rasa rindu sendirian, hatinya menjerit keras kala nama da...