"Ahjumma.. appo..." rengekku menutup kepalaku. Wanita ini tidak berhentinya memukul kepalaku. Tidak sakit sih, hanya saja aku bingung kenapa dia memukulku gemas seperti ini. (Sakit)
"Ya! Apa kau mabuk lagi semalam?" tanyanya masih memukul kepalaku "Aigo! Bocah satu ini.. kamu tega membiarkanku kerja sendirian?"
Aku menghela nafas berat "Bukan begitu Ahjumma.. geunyang.. aku lupa!" kataku.
Akhirnya dia berhenti memukulku, lalu duduk dihadapanku sembari melipat kedua tangannya rapih.
"Pasti ada sesuatu, kenapa tiba-tiba mabuk?" tanyanya peduli.
Aku berdesis pelan "Ck.. aku kan emang udah biasa mabuk, ngapain ditanya?"
Dia lalu memicingkan mata menatap mataku, sembari memajukan wajahnya itu. Ahjumma ini.. kenapa?
"Kamu tidak bisa bohong, Nana-ssi" dia menoyol kepalaku dengan jari telunjuknya. Sembarangan!
Lagi-lagi menghela nafas berat, bahkan rasanya semua orang tau kalau aku tidak pandai berakting.
"Geurae! Aku dan Wonwoo putus, dwaesso? Aku stress!" aku lalu menubrukan kepalaku kemeja kencang, sakit rasanya.(Baiklah, puas)
"Wae?!!" tanya wanita paruh baya ini syok, lalu menggoyang-goyangkan kepalaku "Pasti kau selingkuh!"
"Ya!" aku lalu menaikan kepalaku "Dia mau denganku saja aku udah bersyukur!" omelku seraya memijit pelipisku.
Kali ini gantian, Ahjumma menghela nafas berat lalu bersandar dibangkunya.
"Arraseo arraseo.. jangan mabuk karena pria, memalukan!" lalu dia bangkit menepuk-nepuk bahuku cukup kencang.
"Ya! Kau juga pernah mabuk karena Aboji!" teriakku.
"Nappeunum!" dia mengangkat kursi berniat melempar kearahku. (Sialan)
Ahjumma memang tetap Ahjumma, dia adalah.. aku tidak bisa mendekripsikan wanita ini seperti apa. Hanya saja, dia sudah aku anggap seperti Ibu kandungku sendiri. Walau ucapannya ceplas-ceplos menyakitkan, sesungguhnya dia sangat perhatian dan baik sekali denganku.
Ahjumma ini.. tidak punya anak, jadi entah kenapa terkadang dia suka mengganggapku anaknya. Seperti aku menganggap beliau adalah Ibuku, rasanya dia sudah merawatku sejak Ibu kandungku pergi entah kemana, mungkin sejak aku kanak-kanak.
Dan sebenarnya dia adalah... kakak Ibu kandungku. Lucu bukan, kenapa aku malah memanggilnya Ahjumma, bukannya Imo. Entahlah, kata-kata Imo itu terlalu lembut, sedangkan dia wanita tua yang pemarah dan gemar memukul. Namun aku sangat menyayanginya, amat sangat.
Ah.. rasanya tak pantas aku memanggilnya Ahjumma.
Tapi, yang membuatku kesal. Dia selalu marah kalau aku panggil Eomma, apa salahnya? Aku benar-benar menyayanginya seperti sosok Ibu. Wanita aneh, tapi aku mencintainya. Sangat sangat mencintainya.
Setelah lulus kuliah kuputuskan untuk membantunya mengurus restoran gukpap nya ini yang selalu laris manis. Kau tau, makanan buatannya ini memang makanan terlezat di Korea menurutku. Tanganku sampai lelah kalau melayani pelanggan yang tak kunjung habis, kau beruntung Ahjumma!
Ahjumma dan aku tidak tinggal bersama, aku seperti menyewa rumah yang tak jauh dari rumahnya. Tidak tau kenapa, dia malah mengusirku karena dia bilang aku sudah besar. Padahal, aku masih ingin memeluk tubuh gendutnya itu saat tidur. Dia selalu menolak, sudah kubilang dia memang aneh.
![](https://img.wattpad.com/cover/115997709-288-k638135.jpg)
YOU ARE READING
Winter Jeon - JJK
Fiksi PenggemarHey, Jeon Jungkook! Bolehkah aku menyentuhmu? -Kim Nana Jangan menyentuhku, kau bisa saja terluka-atau mati. - Jeon Jungkook