"Kamsahamnida" aku sedikit berteriak saat pelanggan meninggalkan restoran ini. hah.. lelah sekali rasanya.
Bagaimana bisa dia tidak merekrut pegawai lain? Didalam restoran padat ini hanya ada tiga pegawai, semuanya bekerja ekstra. Memasak, mengantar pesanan dan menjaga mesin kasir bersamaan. Wah.. Ahjumma ini benar-benar pelit!
Aku mengipas-ngipas wajahku dengan buku menu. Sekarang musim dingin kenapa aku masih merasa panas? Bahkan wajahku sampai berkeringat.
"Aboji" panggilku pada pria seumuran Ahjumma yang sedang duduk beristirahat, dia hanya menoleh "Rekrut karyawan lain lah, kasian Aboji sama Ahjumma kecapean" aku lalu menghampirinya, lalu memijit tangannya.
"Dwaesso.. aku tidak apa-apa" jawabnya, pasti dia berbohong.
"Jeballyo, Aboji. Biar kalian tinggal duduk-duduk santai aja" aku tetep kekeh "Nanti aku bilang Ahjumma" (Aku mohon)
Dia tersenyum hangat "Arraseo, anakku" lalu mengacak rambutku pelan.
Aku senang dia bilang begitu, dia tidak bohong atas rasa sayangnya padaku.
Aku memasang kertas didepan pintu kaca restoran. Yap, info membutuhkan pekerjaan. Pastinya banyak sekali yang mencari pekerjaan sampingan, dan kita membutuhkan karyawan baru.
Setelah aku memaksa memohon pada Ahjumma, akhirnya dia kalah. Aku tau dia benar-benar lelah melayani semua pelanggan yang datang berbondong-bondong. Ahjumma memang keras kepala.
"Eomma.." panggilku pada wanita yang biasanya kupanggil Ahjumma ini.
Dia menoleh, menatapku dengan tatapan halus "Kau pasti kenapa-kenapa kalau memanggilku begitu"
Memangnya salah besar ya bila aku memanggilmu Ibu, kau kan Ibuku.. ya pokoknya Ibuku!
Aku menghela nafas panjang, rasanya mataku sudah buram karena ada genangan air didalamnya. Aku mendongakan kepalaku, menahan air mataku.
Tapi, tidak bisa. Akhirnya pipiku basah juga, rasanya suaraku mulai bergetar dan serak.
Aku lalu duduk sebentar "Eomma.. ini sakit" aku memegang dadaku, memukulnya pelan "Aku benar-benar sayang Wonwoo.." rengekku.
Lalu Eomma mendekapku, kepalaku menempel didadanya. Aku melingkarkan tanganku dipinggang besarnya ini, aku benar-benar senang bila dia memelukku.
"Wanjeon.. aku sayang Wonwoo" isakku "Aku harus bagaimana?"
"Anakku, jangan menangis. Kamu membuatku sedih" ia mengusap rambutku halus.
"Melihat barang pemberiannya aja aku gak bisa" aku mengelap air mataku "Eomma.. sesakit ini rasanya? sesakit ini ya bila ditinggal menikah?" aku mendongak melihat wanita didepanku.
Ini benar-benar sakit. Ini mungkin telat, sangat telat kalau aku baru menangis sekarang. Rasanya aku tidak kuat untuk membendung semua perasaanku yang sudah kutahan-tahan dari seminggu yang lalu.
Menyedihkan bukan?
Aku berusaha tegar dihadapan semua orang, bahkan berusaha tidak peduli lagi dengan Wonwoo. Tapi hasilnya nihil, semakin aku memikirkannya bahkan semakin sakit. Perasaanku padanya belum berubah dari tiga tahun yang lalu, bagaimana bisa berubah bila sikap dia tidak pernah miring sama sekali terhadapku?
"Gwenchana.. gwenchana Nana-Ah" kudengar suara Eomma menjadi serak dan bergetar.
"Ya.. kenapa Eomma malah nangis?" aku mendegus lalu menarik ingusku "Eomma, biarin aku selamanya manggilmu dengan Eomma. Boleh ya?
YOU ARE READING
Winter Jeon - JJK
FanfictionHey, Jeon Jungkook! Bolehkah aku menyentuhmu? -Kim Nana Jangan menyentuhku, kau bisa saja terluka-atau mati. - Jeon Jungkook