Bab 9

69K 6.5K 680
                                    

Di lantai utama rumah, Prilly memegangi koper Ali sebelum lelaki itu berangkat ke bandara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di lantai utama rumah, Prilly memegangi koper Ali sebelum lelaki itu berangkat ke bandara. Prilly selalu mengamati penampilan Ali yang tidak pernah jauh dari kesempurnaan. Gadis itu pun mendekat dan berdiri di hadapannya untuk membenarkan dasi yang sebetulnya sudah rapi. Membuat lelaki itu mengernyit serayara menunduk menatapnya saat sedang menelepon seseorang. Tidak lama kemudian Ali pun mematikan ponselnya membiarkan tangan Prilly bermain-main di dasinya.

"Kamu hati-hati di jalan ya."

Ali hanya diam menatap Prilly.

"Jaga diri baik-baik di Paris. Kamu di sana cuma sama Pak Mamalia. Om Madona, Madoni, dan Madono kan nggak kamu ajak."

Prilly melepaskan tangannya dari dasi Ali.

"Jaga pola makan kamu."

"Jangan sampai lupa makan, apalagi lupain aku mwehehe."

"Terus, kalau kamu perlu sesuatu, misalnya perlu berkas di kantor atau apa pun yang berhubungan dengan kerjaan kamu, jangan sungkan telepon istri kamu ini, hehe. Aku pasti email kamu nanti."

"Oh ya---"

"Diamlah." Ali menghentikan ucapan Prilly dengan menatapnya dingin. Dalam sekejap gadis itu mengerucutkan bibirnya. "Sudah banyak yang kamu bicarakan sejak tadi. Kenapa belum juga bersiap-siap?"

"Bersiap-siap?"

"Ikut denganku ke Paris."

Prilly terbelalak. "Ka-kamu serius?" Ali mengangguk.

"Ayeay!! Bulan madu kedua di Paris!! Siapa tahu di sana aku asoy-asoy sama kamu meskipun di pulau nggak jadi."

"Pergilah siap-siap."

"Aye aye sayaaang." Prilly berlari menuju kamarnya. Ali menatapi kepergian gadis itu hingga tanpa sadar dia menyunggingkan senyumannya.

"Kenapa kamu senyum-senyum?" wajah Ali pun kembali datar mendengar suara ibunya.

"Sudah bisa senyum sekarang? Syukurlah Prilly sangat berpengaruh buat kamu."

Ali hanya diam membuat Nadine menghela napas. "Kamu belum berangkat sih?"

"Menunggu Prilly."

"Ada yang ketinggalan?"

"Tidak, dia ikut bersamaku."

"Nah, gitu dong... Istri kamu dibawa kalau ada pertemuan penting kayak gitu. Biar dia dikenal kolega bisnis kamu di sana."

"Ya."

Tidak berlangsung lama Prilly pun kembali. Gadis itu berlari kerepotan membawa koper mungilnya.

"Jangan berlari." Ingatkan Ali dan tiba-tiba saja melihat Prilly terpeleset di anak tangga terakhir membuat dia berlari menangkapnya.

"Kubilang jangan berlari!" Ali menatap Prilly tajam di pelukannya. Prilly yang melingkarkan tangannya di leher Ali pun hanya cengegesan.

"Makasih, hubbiy. Senang banget deh ditolongin kamu."

Marry With Boss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang