twelve ;

870 148 25
                                    

Kamis 31 Agustus



Jongdae mendapati rumahnya gelap gulita tanpa penerangan sekalipun. bahkan lampu jalan pun tidak dinyalakan.

biasanya bila ia pulang malam, Xiao dengan sendirinya menyalakan lampu di seluruh ruangan di rumah. namun kali ini berbeda.

sejak kemarin Xiao tidak menampakkan diri. Jongdae bertanya-tanya, kemana perginya hantu itu? ia ingat kalau ia terikat kontrak dengan Xiao. tapi ini belum 40 hari selama kontrak itu diadakan.

ingin ia bertanya pada sahabatnya, Suho. karena mereka tidak berkomunikasi setelah acara tangis-menangis Sojung, Jongdae canggung saat ingin memulai pembicaran meskipun hanya via telepon.

"mungkin malaikat sudah menjemputnya," Jongdae duduk di depan televisi sambil mengaduk teh hangat yang baru ia buat.

malam ini kali kedua Jongdae membuat teh. berhubung Xiao tidak ada di rumah, Jongdae membuatnya sendiri meskipun agak terasa berbeda.

baginya teh buatan Xiao sama rasanya dengan teh buatan ibunya. itulah mengapa momen menyeruput teh buatan Xiao selalu mengingatkannya pada rumah.

ya sepintas suara ibu yang khas saat mengusirnya dari rumah terlintas di benaknya. teh yang ada di mulutnya muncrat keluar.

"gila ini benar-benar tidak bagus. sekarang aku merasa malu pada tetangga karena diusir ibu," Jongdae meletakkan cangkir di meja dan mengelap bibirnya dengan kaus yang ia kenakan.

ia mengganti siaran televisi berkali-kali. tidak ada acara yang bagus. bosan. hanya itu yang ia rasakan.

rumahnya yang dulu ramai dengan ocehan Xiao dan tawa menggelegar mereka berdua, sekarang berubah menjadi pemakaman.

merinding.

Jongdae ketakutan karena tidak biasanya ia di rumah sendirian. tiba-tiba pintu rumahnya terdengar seperti ada yang mengetuk pintu. bukan, ini lebih ke seseorang sedang berusaha menghancurkan pintunya.

entah mengapa suaranya seperti pintunya dilempari barang seperti bola atau sejenisnya. Jongdae semakin takut.

dan muncullah pikiran negatif soal Suho yang berbohong kalau rumah itu sudah dibayar seutuhnya.

sialan manusia kaya itu.

pintunya tidak ada habisnya dilempari oleh orang asing. kesal, Jongdae berjalan menuju pintu sambil emosi.












"hei bisakah──"

Jongdae menerima pukulan buah jeruk tepat mengenai hidungnya. ia memegangi hidungnya karena kesakitan. hidungnya memerah.

"kalau sampai hidungku patah, aku akan memintamu untuk membayar ganti rugi hidung indahku," ketus Jongdae melempar buah jeruk yang ada di dekat kakinya.

Suho berhasil menghindari lemparan jeruk Jongdae.

"sepertinya kau sendirian," katanya sambil tersenyum.

ia masuk ke pekarangan Jongdae dengan tangan menenteng plastik berisi kotak bekal masakan neneknya.

"sepertinya kau kembali menghamburkan uang. apa motivasimu melempari pintuku dengan buah jeruk? buah mahal asal kau tau, Kim Junmyeon!" Jongdae menatap tajam Suho.

Suho malah tertawa bukannya merasa menyesal──setelah diomeli oleh Jongdae.

"boleh aku masuk?"














Jongdae dan Suho duduk di depan televisi dengan hidangan yang dibawa Suho. akhirnya makan malam. karena Jongdae tengah menabung habis-habisan, ia rela malam ini tidak makan.

untung saja malaikat──amit-amit──sahabatnya datang membawa makanan.

sesusah itukah hidupmu Kim Jongdae?

"mmmm iwni ewnag sehgaliy," ungkap Jongdae dengan mulut terisi penuh.

"telan dulu baru ngoceh," Suho menyuapi satu kimbab ke mulut Jongdae. otomatis mulut Jongdae menggembung karena penuh dengan makanan yang belum selesai ia kunyah.

Jongdae meminum segelas air putih setelah menelan makanan tersebut. ia menghela nafas setelah merasakan kesegeran segelas air.

"ada perlu apa kau kemari?"

Suho perlahan mengunyah dan meletakkan sumpit. ia mengelap mulutnya dengan tisu. kemudian sejenak menatap Jongdae dengan tatapan──entah apa itu yang tidak bisa dijelaskan.

"aku berencana menembak Sojung."

"MEMBUNUH ITU DOSA KIM JUNMYEON!"

"dasar norak!" Suho menciprati Jongdae dengan sisa air di gelas sahabatnya. "maksudku aku mau nembak dia menjadi pacar."

Jongdae menggelengkan kepala.

"ckckck, seleramu rendahan," tanggap Jongdae lalu menyumpit kimbab ke mulutnya.

Suho bersiap memukul Jongdae dengan jeruk. namun ia menahan tangannya. ia ingat tujuan lain ia kemari selain memberitahu dia akan menembak Sojung.

"Chen," panggil Suho lembut.

"jangan panggil aku begitu. aku jadi rindu orang yang memanggilku dengan nama itu," jawab Jongdae fokus menyendokkan sup.

"hahaha kau menolak Sojung tapi mau menerima hantu? dasar sinting!" Suho menyunggingkan bibirnya menatap Jongdae dengan kesal.

"jaga mulutmu atau ku sumpahi kau jatuh miskin."

Suho mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

"kau tidak ada niatan berbaikan dengannya?"

Jongdae berhenti melakukan aktivitasnya. ia menatap hidangan di depannya bergantian. ia tengah memikirkan pertanyaan Suho.

terkadang ucapan Suho ada benarnya. tidak selamanya ia akan selalu benar dibanding sahabatnya.

toh dia, Suho, dan Sojung sudah terikat pertemanan sejak sekolah.

"jadi hanya itu, maksud kedatanganmu kemari?"

"maaf bila aku datang kemari dengan maksud mengatakan hal itu. tapi ada baiknya kalian berbaikan. kau tahu? kalian berlebihan."

sekarang ucapan Suho menyayat hati Jongdae sedikit demi sedikit. perih.

"lalu, apa aku harus berbaikan dengannya besok?"









maafkan aku yaaaaa
ga ada ide jadinya kayak gini menggantung ceritanya ╥╥ ╥╥

ghost contract ─ chen × xiao ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang