One

880 22 0
                                    

Angka-angka yang sudah membaur dengan tanda matematika membuat kedua matanya tak kuasa menahan kantuk. Kalau saja bel istirahat tidak berbunyi, ia bisa saja disuruh keluar oleh Bu Maya yang terkenal dengan sistem ajarnya yang otoriter.

Kembali ke masa orde baru.

Kedua tangannya sudah merentang lebar ketika semua teman di kelasnya berhamburan keluar kelas. Biasalah, berebut meja di kantin dengan kakak-kakak kelas dua belas. Sedangkan dia, acuh tak acuh dengan makan. Ada hal yang lebih penting dari itu.

Dia harus ke ruang BK lagi untuk konseling bolosnya kemarin.

   "BEBEKQU!"

Seperti biasa, laki-laki itu selalu datang ke kelasnya.

"Gue ada konseling lagi, jangan ganggu."balasnya, jutek.

Ia berdiri dan memeluk buku dan alat tulisnya, lalu berjalan di koridor sekolah. Tentu saja, temannya itu selalu disampingnya dan merangkul pundaknya.

"Elo, sih, udah gue bilang juga ambil aja buku si Doni, terus namanya di ganti."

Dia mencubit pinggang lelaki itu membuatnya merintih kesakitan.

"Sebejatnya gue, tapi masih licikan lo."

"Kalau nggak licik, bukan Sean dong namanya,"ucap lelaki itu dengan nada yang membuatnya muak, "iye, nggak Ter?"

Tere yang hanya lewat malah salah tingkah dengan perlakuan Sean barusan. Dasar playboy.

"Lo itu bener-bener, ya. Nyagilin cewek tapi lagi ngerangkul cewek lain."komentarnya.

Sean menyengir, "sejak kapan lo jadi cewek? Ke sekolah aja pake rok dilapisi celana training!"

Gadis itu memukul Sean dengan tenaga dalamnya dan ia berjalan meninggalkan Dean yang meringis kesakitan.

Namanya Sarah dan ia pandai karate.

****

Ruang BK ini pengap. Bukan karena Sarah yang merasa takut dengan perkataan pedas Bu Reni, guru konselingnya, yang sudah sering ia dengar.Tetapi, atmosfer di ruang ini.

Ia menggumam begitu melihat AC yang tidak menyala.

BRAKK!

"Kamu mendengar saya, tidak?"

Sarah sedikit tersentak, lalu ia menggeleng.

"AC-nya nggak idup, Bu? Nggak bisa konsen saya, panas."ucap Sarah yang berusaha jujur, namun mendapat gebrakan meja lagi dari Bu Reni.

"Hati saya lebih panas dari ruang ini gara-gara ngeladeni kamu!"seru Bu Reni yang wajahnya sudah memerah, membuat Sarah menunduk. Jangan sampai dirinya sendiri yang membuatnya lama keluar dari ruang ini.

"Duh, saya nggak sanggup lagi ngurusin kamu,"kata Bu Reni seraya menulis sesuatu, "ini sudah kasus yang ke dua puluh empat, Sarah. Selalu saja itu itu masalahnya, bolos sejarah sama geografi!"

Bagaimana lagi, dia tidak suka kedua pelajaran lagi. Karenanya, dia tidak pernah membuat PR kedua pelajaran itu dan kabur bila ditagih.

Waktu istirahatnya yang berharga pun terbuang dengan ceramah singkat dari Bu Reni. Ia berjalan lesu menuju kelas. Pelajaran ekonomi sehabis ini. Ia suka menghitung...

... menghitung semut yang berbaris daripada duit.

   ****

"SARAAAH!"

Gadis itu berteriak dari ruang keluarga, "WEEEIII?"

"Baju lion gue dimana?"

"Tanya Mbak Yah."

ETS 03-When We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang