Three

250 13 0
                                    

Hari ini libur. Sean menyendokkan sereal masuk ke mulutnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia berdengus begitu ingat kartun favoritenya sudah habis sejak sejam yang lalu.

Ia menoleh ke kanan-kiri, mencari Mbak Yah. Tumben dia tidak kelihatan. Biasanya kalau Sean sudah sesantai ini ada saja kelakuannya. Mengepel di depan Sean yang sedang enak-enaknya nonton atau berbicara tentang gebetannya dan Sean merasa dipanasi karena dia masih jomblo.

Semua itu gara-gara Sarah.

Mbak Yah sudah bekerja di rumah ini selama empat tahun. Seminggu dia bekerja di sini, Sean kagum dengan kesopanan dan ketelatenan Mbak Yah. Namun, suatu hari, Sarah yang melihatnya malah kesal sendiri. Ia bilang ke Sean kalau Mbak Yah itu temennya dan kalau Sean macam-macam sama Mbak Yah, otomatis Sarah akan turun tangan sendiri. Karena mendapat pembelaan itu, Mbak Yah sudah seperti Kakak yang jago mengusili adiknya.

Tak apa. Sean juga nyaman kalau Mbak Yah seperti itu.

"Sambala bala bala sambalado~"

Baru saja diomongin, orangnya udah nongol dengan dompet hello kitty favoritenya.

"Lah, Dek Sean sudah bangun tah,"ucap Mbak Yah, meletakkan dompetnya di dekat televisi dan mengambil sapu, "Sarah belum ke sini?"

Sean menggeleng, mengganti saluran televisi, "ngambek kali, tuh. Kemarin dikerjain emaknya."

"Mbak Sera sama Mas Tian, mah sebelas-dua belas sama anaknya."

Mbak Yah memang kenal baik sama keluarga Sarah. Seperti yang diduga, kalau pekerjaan Mbak Yah udah selesai, Sarah akan mengajak Mbak Yah main ke rumahnya.

"Tumben bawa dompet. Takut ilang aja di kamar."ujar Sean yang penasaran akan hal itu. Mbak Yah tinggal di rumahnya dan setiap bulan akan pulang ke kampungnya. Tentu saja dia penasaran kenapa bawa-bawa dompet dan meletakkannya sembarangan pula.

"Takut ilang, Dek. Ntar Mbak nggak bisa beli handphone tochskren."jawab Si Mbak.

"Bukannya kalau diletak sembarangan malah resiko hilangnya makin tinggi?"tanya Sean, heran dengan jawabannya.

"Kalau hilangnya di sini, kan, Mbak tau ke siapa minta gantinya, hehe..."

Sean memutar kedua matanya, "ajaran Sarah lagi?"

Mbak Yah menghentikan kegiatannya dan menyodorkan kedua jempolnya, "berguna banget, kan?"

"Apa coba faedahnya?"

BRAKK.

"Assalamu'alaikum wahai penghuni rumah~"

Kedua mata Mbak Yah berbinar-binar begitu melihat sohibnya datang. Dia menghampiri Sarah yang masih berbalut piyama pink dan tersenyum sumringah, "duh, Sarah, mah kalau datang selalu tepat waktu mulu. Terharu Mbak!"

Sarah mendekati Sean dengan tangan yang dilipat, "nih anak ngapain mbak lagi?"

"Itu Sar—,"omongan Mbak Yah langsung dipotong dengan Sean, "gue nggak ngapa-ngapain juga."

"Lanjut Mbak."sahut Sarah tanpa memedulikan Sean.

Mbak Yah memberitahu apa yang terjadi. Sean menyenderkan bahunya ke sofa, ingin menenggelamkan diri. Kalau sudah begini, ujung-ujungnya pasti dia lagi yang kena.

"Ya ampun, Sean! Lo majikan yang gimana, sih? Jahat banget beliin handphone buat Mbak Yah aja nggak mau."sindir maut Sarah akhirnya muncul.

"Ikutan aja lo,"seru Sean, menemplok wajah Sarah, "belum mandi juga."

Tiba-tiba atmosfer di dalam rumah menjadi beku. Mbak Yah langsung mengambil sapu yang sedaritadi tergeletak di lantai dan pergi ke dapur, lanjut menyapu. Senyum ledekan Sarah luntur begitu melihat ke arah pintu. Sean melirik ke belakangnya dan menemukan sebab semuanya begini.

ETS 03-When We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang