Nine

141 12 0
                                    

Sarah mengeluarkan buku paket ekonominya beserta alat-alat tulis lainnya. Terdengar keributan dari teman sekelasnya bahwa Bu Maya sudah sampai di ujung lorong. Semuanya duduk dan melipat tangan mereka di atas meja, kecuali Sarah yang tangannya masih memainkan pena.

Bu Maya masuk ke kelas dengan seseorang di belakangnya. Sarah menyipitkan kedua matanya, melihat lebih jelas. Sepertinya murid baru. Tetapi, bukan itu. Rasanya Sarah sangat akrab dengan anak itu.

"Beri salam kepada ibu guru kita."ucap Fachri, ketua kelas, dengan suara yang lantang.

"Assalamu'alaikum."sambung semua murid di kelas ini. Lalu, hening sesaat.

"Baiklah, kalian kedatangan murid baru,"kata Bu Maya, mempersilahkan murid baru itu mengenali dirinya.

"Nama saya Friska Jeannita. Bisa dipanggil Friska. Saya pindahan dari Makassar. Saya harap bisa berteman dengan teman-teman sekalian."

Friska. Gadis berkacamata bulat itu bernama Friska.

"Friska, kamu silahkan duduk di....,"perkataan Bu Maya terhenti ketika kedua matanya melirik ke kanan-kiri, "di belakang Sarah."

Friska mengangguk dan berjalan menuju bangkunya. Bu Maya menyuruh murid-murid membuka buku paket halaman seratus lima. Sementara Bu Maya menulis sesuatu di papan tulis, Sarah merasa ada yang menyolek bahunya dari belakang, sehingga mau tidak mau, dia melirik ke belakang.

"Lo... Sarah Arnolda, kan?"

Sedikit kejanggalan lagi karena Friska mengenalnya. Yeri menyuruh Sarah memperhatikan ke depan, tetapi Sarah tidak peduli.

"Iya. Pernah ketemu, kah?"tanya Sarah, memastikan.

Friska berbisik dengan semangat, "kita pernah sekelas waktu kelas enam SD sampai satu SMP. Masa lo lupa, sih?"

Sarah mengernyit, "Friska?... Fika?!"

"Iya, gue Fika."pernyataan Friska barusan membuat Sarah sumringah. Pantes, Friska terasa akrab. Fika itu sohibnya di kelas enam sampai satu SMP. Sarah, Sean, dan Fika selalu bersama. Bahkan Fika sering singgah ke rumah Sean kalau-kalau Mamanya lambat menjemput. Namun, Fika dan keluarganya pindah ke Makassar pas kenaikan kelas dua SMP karena Papanya pindah kerja ke sana.

"Anjir, Fika!"

Teriakan Sarah barusan membuat seisi kelas, termasuk Bu Maya, memandangnya dengan tatapan aneh.

"Sarah, keluar!"

Sarah berjalan lesu ke luar. Lagi-lagi.

****

Sarah menarik lengan Fika ketika istirahat tiba. Bersemangat sekali dia ingin memberi tahu hal ini ke Sean. Tidak peduli dia akan digosipi yang tidak-tidak dengan teman-teman sekelasnya karena langsung mengambil alih Fika di saat mereka ingin berkenalan dengan dia. Fika memang memiliki paras yang cantik, seperti terakhir kali Sarah yang melihat Fika di bandara.

"Sean!"

Sean terlihat sedang berkerumun dengan siswi-siswi. Pastilah laki-laki itu meladeni mereka lagi. Mendengar suara Sarah, Sean berpamitan dan keluar dari kerumunan, berjalan menuju Sarah. Dia terlihat bingung ketika melihat Fika.

"Inget nggak? Pasti nggak inget!"ledek Sarah yang membuat Sean seketika mematung. Tentu saja dia ingat perempuan itu ketika diperhatikan lekat-lekat.

"Fi... ka?"

Sarah terlihat tidak suka, "kayaknya cuma gue yang lupa."

Fika menepuk bahu Sean yang tidak bergeming, "perasaan dulu lo pendek deh. Makan tiang, ya?"

ETS 03-When We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang