Six

173 14 0
                                    

Sudah seminggu lebih Sarah dan Sean tidak saling bertegur sapa. Selama itupula Sarah tidak menginjakkan kakinya ke rumah Sean. Mbak Yah pun merasa rindu dengan sohibnya itu. Kadang dia nyebelah sendiri ketika Sean tidur siang, bercerita dengan Sarah tentang perasaannya dan Mang Kadir, pemilik toko dekat rumah Sarah. Sarah yang tidak tahu apa-apa hanya sekedar mengangguk kepala. Dia tidak mengerti soal itu.

Hari ini hari Sabtu. Sarah sangat bosan di rumahnya. Kocel sudah mati akibat semprotan baygon dari Sera. Tian sudah tidur, tidak bisa bermain monopoli dengannya. Sera sedang sibuk perawatan muka. Hidupnya terlalu membosankan.

Daripada dia menggila dengan caranya sendiri, lebih baik Sarah ke rumah Sean. Ya, mana tau kondisi hati lelaki itu baik-baik aja.

"Mau kemana? Udah jam delapan malam!"seru Sera melihat anak gadisnya itu memakai sendal.

"Ke rumah Sean, Bu."jawaban Sarah membuat Sera yang sedang menggunakan masker mengangguk. Kedua anak itu pasti ingin berbaikan.

Daerah sekitar rumah mereka menjadi sepi apabila sudah malam. Hanya lampu jalan yang menerangi semak-semak di depan rumah mereka. Tetapi, Sarah b aja.

Dia memasukkan kunci duplikat di lubang kunci pintu. Sean sengaja memberinya kunci duplikat. Tuh, kan, Sarah itu juga pemilik rumah ini.

Suasana di dalam rumah gelap. Pasti Mbak Yah sudah tertidur dan mematikan semua lampu. Sarah menekan tombol lampu agar menerangi rumah ini. Dia takut gelap.

Sarah berjalan menaiki tangga, menuju kamar Sean. Sesampainya di depan pintu, Sarah mengetok pintu itu.

"Udah tidur, Se?"

Krik..krik...

Tidak ada jawaban.

Tidak biasanya malam minggu Sean tidur lebih awal.

"Main PS, yuk?"ajak Sarah yang masih setia menunggu jawaban Sean. Namun suara lelaki itu tidak kunjung terdengar. Apa benar Sean sudah tidur?

BRAKKK!

Sarah langsung menekan knop pintu begitu terdengar bunyi dentuman keras dari dalam. Tidak, pintunya terkunci.

"Se.. lo kenapa?"seru Sarah yang merasa seperti ada sesuatu terjadi di sana.

"Mmmmm...!!"

"Diam, bocah!"

Terdengar suara orang lain. Suara itu berat, seperti suara laki-laki dewasa.

Sarah mendobrak pintu dengan kekuatannya. Dobrakan kelima sukses mematahkan engsel-engsel pintu. Ia menendang pintu itu hingga lepas dari engselnya dan terlempar ke dalam. Terlihatlah Sean yang mulutnya di lakban dan tangan diikat serta dua orang laki-laki berbaju hitam, mirip maling.

Atau memang maling.

"Cewek, toh ternyata.."ucap laki-laki yang botak dan berbadan besar. Sarah menduga dia bertugas menjaga Sean kalau-kalau laki-laki itu menimbulkan masalah. Satunya lagi, berbadan kurus dengan kupluk di kepalanya, mengacak laci-laci di kamar Sean.

"Maling, kok jam delapan."ujar Sarah, menggulung piyamanya hingga ke siku. Ia melirik sekilas ke Sean. Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lah, emang lu bos kita? Hahaha!"kekeh yang berbadan lurus.

Sarah mendekati yang berbadan lebar, "lemak diperutmu itu nggak berkah loh, om kalau duitnya dari maling."

"Hahaha... anak zaman sekarang suka sekali menasehati orang tua!"balasnya yang merasa kesal dengan sindiran Sarah.

ETS 03-When We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang