Ten

137 11 0
                                    

Sepanjang perjalanan, Sarah tidak henti-hentinya bersenandung. Sean yang menyetir sesekali meliriknya dan tertawa pelan. Tidak percaya kalau Sarah benar-benar sesenang itu pergi ke dufan bersama teman-temannya. Sean mengerti, baru pertama kalinya gadis itu pergi dengan orang selainnya. Mereka selalu berdua kalau pergi kemana-mana karena Sarah tidak memiliki teman. Bukan, tidak ada yang ingin berteman dengannya.

"Jangan ungkit-ungkit perasaan gue lagi, dong..."celetuk Sean di tengah sesandung Sarah, "itu, kan udah lama. Gue juga nggak enak sama Fika. Gimana kalau dia udah punya pacar? Lo-nya mungkin ikut-ikutan merasa bersalah."

Sarah membuka bungkus cokelat yang tadi mereka beli di minimarket untuk bekal hari ini, "segitunya, ya kalau kita suka seseorang? Sampai ada rasa bersalah pula. Kan itu perasaan, nggak ada yang tau."

Sean memaklumi karena Sarah tidak pernah menyukai laki-laki atau mungkin tidak akan pernah, "bukan perasaannya yang salah. Tapi, situasi dan kondisi buat ngungkapinnya itu harus tepat. Kalau nggak tepat, ya, bakal rumit, kayak otak lo."

"Kalau lo lagi nggak nyetir, amnesia dah lo."

Bahasa kiasan yang sudah dimengerti Sean.

"Iya, deh. Tapi, kalau lo masih suka sama Fika terus dia-nya belum punya pacar,"Sarah menggigit cokelatnya, "ya, nggak pa-pa, kan?"

"Gue nggak suka sama Fika."aku Sean datar. Sudah berulang kali dia bilang, tetapi Sarah seakan menutup telinganya dengan spons.

"Gue aja nggak nyangka pas baru sebulan Fika pindah, lo curhat sama gue kalau lo suka dia,"cerita Sarah, mengingat-ingat, "lo bilang Fika cantik, asyik, terus hati lo seneng gitu deket-deket sama dia. Padahal selama itu gue cuma jadiin kalian bual-bualan biar rame, eh, lo-nya malah kepentol."

Sean menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, "cinta monyet doang. Udah ah."

"Anjir, jangan baper dong."

"Siapa yang baper, Njir?!"

Sarah menyodori cokelatnya, "mau?"

"Najisun, bau jigong."tolak Sean dengan wajah menjijikkan.

"Jigong gue vitamin, tau!"sergah Sarah, tetap menyodori cokelat itu.

"Nggak."

Sarah memakan cokelatnya, "ya udah. Lagian adikku udah besar, nggak mau berbagi makanan sama kakaknya."ucapnya pura-pura tersinggung.

Sean melempar Sarah dengan kotak tisu, "bisa, nggak panggil gue nama? Kita itu cuman beda beberapa bulan, bukan beberapa tahun!"

"Yang penting, kan gue yang tua. Wlee~"ledek Sarah membuat Sean memilih diam dan menetralkan amarahnya. Jangan sampai amarah menguasai dirinya dan membuat acara hari ini batal.

Tidak lama kemudian, mobil Sean sudah terparkir di parkiran Dufan. Sarah bersemangat sekali dan meninggalkan Sean yang baru keluar mobil. Tempat janjian mereka di depan pembelian tiket. Tepat sekali semuanya sudah berkumpul dengan kedatangan Sarah dan Sean.

Fashion mereka sudah cocok dengan acara hari ini. Hanya saja, Sarah mengenakan kaos dan jeans, sedangkan Yeri dan Fika mengenakan rok. Yang laki-laki, terlihat kompak dengan kaos berbalut jeans.

Angga yang memesan tiket dengan uang pribadi masing-masing. Setelah mendapat tanda masuk, mereka, terutama Sarah dan Yuta berlari, meninggalkan yang lain di belakang.

"Yut, main kora-kora, yuk!"seru Sarah dengan wajah berseri-seri.

"Ntar kalau yang teriak, hukumannya naik tornado!"tantang Yuta tidak mau kalah.

Mendengarnya membuat Sean bergidik, "ya udah, kalian berlima aja. Gue jaga tas."

"Gue ogah kalau ada tantangan gituan."sambung Fika yang duduk di bangku taman.

"Gue mau beli minum."ucap Yeri malu-malu, belum terbiasa dengan hal-hal seperti ini.

Angga menyahut, "bareng gue, yuk. Mau beli minum juga."

"Ya udah, kita berdua!"ucap Sarah bersemangat. Sarah dan Yuta meninggalkan tas mereka dengan Sean dan mengantri di permainan itu. Sean sempat terkekeh melihat Sarah yang sepertinya membual kepada Yuta agar dia menang.

Hingga dia baru menyadari, hanya ada dia dan Fika di bangku ini.

"Sarah emang nggak pernah berubah, ya dari dulu."gumam Fika yang ternyata juga asyik memandangi sahabatnya itu.

Sean menyetujuinya, "dia masih kayak bocah yang taunya cuma main, makan, sama tidur."

"Gue bersyukur banget bisa ketemu kalian lagi sekarang,"ujar Fika seraya memperbaiki topinya, "gue udah ngebet banget pengen satu sekolah sama kalian. Tapi, bokap gue bilang mending masuk SMA deket rumah aja. Eh, ternyata kalian sekolah di sini juga."

Sean juga bersyukur bisa bertemu dengan Fika lagi.

Lelaki itu mengambil handphonenya dan merekam apa yang terjadi di kora-kora, "Fik, jagain bentar, ya. Mau ngoleksi aib Sarah, mana tau dapet."

Bahkan menurut Fika, Sean pun tidak pernah berubah.

Angga dan Yeri datang dengan sebotol air mineral yang berada di tangan masing-masing. Mereka duduk bertiga di bangku dan berbincang, agar lebih akrab. Yeri yang pemalu pun akhirnya bisa berkomunikasi dengan baik.

"GUE MENAAAANG!"

Teriakan kemenangan Sarah membuat raut wajah Yuta pucat. Dia akui, ia tidak sengaja berteriak karena ekspektasinya sungguh tidak setinggi itu. Ia merasa, kapal kora-kora itu menghantam pohon besar yang ada di belakang. Nyatanya? Kora-kora itu bahkan melayang lebih tinggi dari pohon itu!

Setelah itu, mereka semua bermain. Sarah dan Yuta asyik bermain permainan yang mengacu adrenalin. Sedangkan Sean bermain permainan yang menurutnya asyik, ditemani Angga, Yeri, dan Fika. Mereka berenam pun bermain di Ice Age dan Perang Bintang. Semuanya bersenang-senang.

Terakhir, mereka memenuhi keinginan Sean untuk menaiki bianglala. Karena tempatnya kecil, terpaksa Angga dan Yeri berada di tempat yang lain. Ketika mencapai puncak, Sarah terkagum-kagum melihat pantai yang terbentang biru di bawah sana.

Gadis itu menunjuk ke arah pantai, "Se, kapan-kapan ke sana, ya?"

Sean yang melihatnya, mengangguk, "kapan-kapan, ya. Terserah gue."

Tak apa. Yang penting jadi.

Yuta menunjuk segerombolan burung yang terbang di atas pantai, "Sar, temen lo!"

Sarah menoyor kepala Yuta, "ngejek gue banget gara-gara nggak ada temen manusia?!"

Yuta menggosok bagian kepala yang terasa sakit, "bukan, maksudnya kalian sama gitu."

"Sama apanya?"

"Sama-sama bunyi terus. Krr.. krr..."

Ucapan Yuta membuat Fika dan Sean tertawa serempak. Ah, sepertinya Sean mulai bisa menerima keanehan Yuta, seperti dia yang memahami kelainan Sarah.

"Dih, nggak nyambung!"

Hari itu, sampai di bianglala. Mereka berjanji akan jalan-jalan lagi suatu hari nanti.

****

ETS 03-When We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang