Seventeen

108 12 0
                                    

   Sean celingak-celinguk mencari Sarah ketika kakinya baru selangkah menginjak koridor kelas. Tadi Sera bilang Sarah berangkat sekolah pagi-pagi. Beliau kira dengan Sean. Tetapi, Sean tidak tahu akan hal itu.

    Ia sudah menghubungi nomor handphone Sarah dan tidak diangkat.

   Sean menghela nafas lega begitu melihat Sarah yang asyik mengobrol dengan Yeri dan Fika di dalam kelasnya.

   "Ikut gue bentar."ucap Sean dingin seraya mencengkram lengan gadis itu.

   Sarah yang ingin bertanya, langsung dibenahi Sean yang lebih dulu menariknya dan memaksanya ikut dengannya.

   "Apaan sih lo."seru Sarah, menyentak cengkraman itu agar lengannya bisa leluasa lagi. Ia baru menyadari kalau ia sudah berada di perpustakaan. Pagi-pagi begini mana ada orang yang mau ke sini. Padahal perpustakaan sudah buka sejak pukul enam pagi.

   Sangat sepi.

   "Tadi berangkat sama siapa?"tanya Sean dengan mata melototnya.

   Jarak wajah mereka terlalu dekat, membuat Sarah membeku, tidak bisa mundur karena ada rak yang menghalang, "anu..."

   Brak.

   "Jawab!"bentak Sean seraya memukul rak buku di belakang Sarah.

   Sarah memejamkan kedua matanya, "Nanta."

   Nama itu membuat amarah Sean berada di atas ubun-ubun.

   "Lo berani bohongin ortu cuman gegara dia?!"ucap Sean dengan nada tidak percaya.

   Mendengar hal itu, Sarah membalas tatapan Sean, "apa?"

  "Memang ya, cinta itu bisa ngebuat orang jadi lupa diri."sekali lagi, nada itu terlalu datar dan dingin, membuat orang yang mendengarnya kesal.

   Melihat ada perubahan sedikit dari gadis itu membuat Sean menyunggingkan senyumnya. Senyum palsu. Tidak ikhlas.

   "Apa juga karena Nanta, lo nggak pake training lagi? Mau ngeliatin paha lo?"Sean mendekati Sarah, lalu membisikkan sesuatu.

   "Dasar murahan."

   Sarah mencengkram kerah Sean hingga lelaki itu menjijitkan kakinya, "bilang sekali lagi!"

   "Mu-ra-han."

   Kedua tangan kecil yang nyatanya kuat itu menghempaskan tubuh alot lelaki itu ke lantai, lalu pergi tanpa memedulikannya yang tengah kesakitan.

   Orang yang bagi lo berharga adalah orang yang berpeluang menjadi musuh terbesar lo. Camkan itu.

****

   Lelaki itu melipat kedua tangannya di depan dada. Sudah sepuluh menit posisinya begini. Orang yang didepannya tidak kunjung berbicara. Hanya menatapnya dengan mata yang tajam.

   "Yan, gue nggak mau dihukum lagi, loh. Bentar lagi bel."ujarnya yang sibuk melihat jam yang melingkari lengan kirinya, "bisa-bisa gue kena skors lagi."

   Orang yang dihadapannya ini mulai mengeluarkan suara, "jauhi Sarah."

   Yang diminta justru terkejut karena permintaan mendadak itu, "tunggu tunggu, atas perihal apa? Kenapa gue nggak boleh dekat sama Sarah?"

   "Nggak ada alasan."jawabnya, dingin.

   "Yan, yan, kalau nggak ada kenapa coba gue harus jauhi dia?"ucapnya seraya menggeleng-

gelengkan kepalanya, tidak masuk akal.

   "Lo sadar diri aja kenapa wajib ngejauhi Sarah."Sean berucap dingin lagi, membuat hal ini menjadi sebuah keseriusan.

ETS 03-When We Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang