【Sembilan Belas】

195 8 0
                                    

Cerita part sebelumnya
Zivana ternyata mengidap kanker otak dan kondisinya sudah tidak baik lagi.
Tabita selalu mengirimkan e-mail yang tidak pernah dibalas oleh Zivana.
Tabita dan Ryan putus setelah Ryan mengakui bahwa ia masih menyayangi Zivana.

Tabita dan Ryan putus setelah Ryan mengakui bahwa ia masih menyayangi Zivana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Delapan bulan kemudian.

"Aku datang lagi, Zee. Aku tidak pergi terlalu lama, bukan? Seperti janjiku, hanya satu jam dan aku akan kembali lagi," kata Alma sore itu sambil memasuki kamar Zivana. Tidak ada jawaban.

"Mau sampai kapan kamu tidur kayak gini, Zee?" tanya Alma lembut sambil menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Zivana.

Alma melihat keadaan Zivana pagi itu. Masih belum ada perubahan pada kondisi Zivana yang sejak dua minggu yang lalu berada dalam keadaan koma. Tidak ada lagi yang bisa mereka kenali dari Zivana yang dulu. Seluruh rambut Zivana sudah hilang, berat badannya pun sudah menyusut cukup banyak. Zivana yang sekarang begitu kurus, pucat dan juga botak. Bukan hanya otak Zivana yang terserang penyakit, belakangan ditemukan bahwa paru-paru dan ginjal Zivana juga bermasalah.

"Zee ...," panggil Alma pelan sambil menggenggam pelan tangan Zivana yang terlipat di atas perutnya. Tangan itu terasa dingin dan kaku. Alma tersentak.

"Zee? Zi-Ziva …?" panggilnya dengan suara tercekat. Ia pun mencari denyut nadi Zivana ... ia tidak dapat menemukannya dengan tangannya yang gemetar. Saking terfokusnya ia pada Zivana, ia sampai tidak menyadari bahwa mesin detektor denyut jantung yang ada di ruangan itu memang sudah mengeluarkan bunyi panjang monoton.

"Zee? Zivana … ini Alma, Zee! Bangun! Bangun, Zee!! WAKE UP!!!" teriak Alma panik sambil menangis. Teriakan Alma itu membuat para perawat datang ke kamar tersebut.

"What happened?" tanya salah seorang perawat. Alma menatap perawat itu dengan air mata berlinang.

"She won’t wake up!" katanya dengan suara serak.

Perawat yang lain segera memeriksa keadaan Zivana dan membisikkan sesuatu kepada perawat yang lain. Perawat itu pun segera keluar dan tak lama kemudian masuk kembali bersama dokter yang selama ini merawat Zivana.

"Calm down, Ms. Alma," ujarnya menenangkan Alma yang masih terisak sebelum akhirnya memeriksa Zivana.

Setelah beberapa saat memeriksa gadis yang terbaring lemah namun berwajah damai itu, dokter tersebut memerintahkan para perawat untuk keluar dari kamar Zivana sehingga di kamar itu hanya ada dirinya, Alma dan juga Zivana.

"Ms. Alma, I hate to say this, but I’m sorry she's gone." Dokter itu berkata pelan sambil menepuk bahu Alma dengan lembut. Alma terpaku agak lama untuk bisa mencerna kata-kata dokter itu sebelum akhirnya berteriak dengan sedih,

"ZEEEEEE!!!"

※※※

Keesokan harinya, Alma berjalan terhuyung-huyung menuju pesawat sewaan yang akan membawa jenazah Zivana dari rumah sakit menuju rumah kerabatnya di Indonesia. Orang tua Zivana langsung bertolak dari Afrika Selatan menuju Indonesia saat Alma memberitahukan kabar duka itu.

Look At Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang