18|Heartache

4.8K 578 56
                                    

|hyunnrc|

Warning: yaoi, boyslove, drama, angst, mature, typo(s)
.

.

.

Happy Reading!

Wajah wajah yang semula dihiasi raut gelisah kini berubah menjadi lebih cerah. Meski masih ada bekas jejak aliran tangis dan sisa senyum yang tersakiti, namun semuanya sudah baik-baik saja sekarang.

"Aku pulang."
.

.

Taehyung masih belum keluar dari kamarnya. Tidak, ia tidak sedang marah. Ia hanya perlu sedikit lagi menyiapkan diri dan hatinya untuk menjalin percakapan seperti biasa dengan Jimin.

Tapi tubuh ramping itu daritadi belum bergerak dari kasur dengan sebuah suara terdengar dari ponsel yang tertempel ditelinganya, "Demi apa?!"

"Jangan berteriak, Hobie hyung."

"Apa kau sudah memikirkan semuanya dengan matang? Jangan ambil keputusan saat emosi, kau bisa menyesal Tae,"

Jimin hyung juga bilang begitu.

Taehyung terdiam sejenak setelah Hoseok mengatakannya. Ia sudah yakin 'kan?

"Keputusanku sudah sebulat tahu bulat. Aku yakin kok." Taehyung berguling kesamping kiri.

"Aku hanya khawatir, bisa saja kau membohongi hatimu sendiri."

Aku yakin hyung. Sepertinya.

"Tidak akan." jawabnya cepat. "Hyung pulang kapan? Aku ingin ikut ke bandara."

Sambungan telepon itu berakhir saat suara Jimin memanggilnya untuk turun.
.

.

"Kutanya sekali lagi, kau yakin ingin berpisah dengan Jungkook?"

Taehyung hanya mengangguk dengan ekspresi yang sulit dibaca. Jimin dan Jungkook menghela napas. Jungkook tak tau harus berkata apa, ia hanya, tak tau.

"Apa untungnya kembali bersama dia?" celetuk Taehyung terdengar jengah. Matanya tak sedikitpun melirik yang dimaksud. Akting Taehyung sangat bagus, jika ia sedang benar-benar berakting sekarang.

"Tae hyung." panggil yang paling muda. Dibalas gumaman malas dari Taehyung.

"Aku minta maaf atas semuanya. Aku tak memintamu untuk segera memaafkanku, butuh waktu yang lama pasti. Yang jelas, aku tulus minta maaf telah menggores hatimu." Jungkook tertunduk.

Bukan digores lagi, dicincang Jeon, dicincang.

"Kita butuh waktu untuk memperbaiki semua kekacauan ini. Cepat istirahat," Jimin memecah keheningan dengan suara lesunya. "Semoga besok, kita mendapat hari yang lebih baik."

Mereka semua mengamini dalam diam.

"Jeon. Tidur sofa malam ini."
.

.
Jimin menyeruput teh hijaunya pagi itu. Sinar matahari menyiram lembut, udaranya cukup dingin sehingga kepulan asap samar keluar dari mulut mungilnya.

"Hyung."

"Jungkook."

Rasanya Jimin akan sangat jauh untuk digapai memikirkan akibat keputusan beberapa jam ke depan yang akan ia lakukan. Jungkook ingin menumpahkan harapannya pada Jimin yang terlihat tenang tenang saja. Maka ia dudukkan diri disebelah pemuda itu.

"Masih mencintaiku, hyung?"

Gasp!

Tiba-tiba? Seperti ini? Jimin tidak siap dengan pertanyaan itu. Jimin harus jawab apa? Jimin menyerukan pikirannya.

Ia mengangguk.

Jungkook tersenyum lembut untuk pertama kalinya semenjak dua hari. Tangannya terulur menggenggam tangan yang lebih mungil, terasa dingin.

"Kenapa? Aku sudah menyakitimu." masih selembut tadi.

Jimin mendadak merasa seperti orang bisu. Hanya menggeleng dan mengangguk. Itu karena antara ia malu dan benar tak tau jawabannya.

"Aku hanya.. mencintaimu, itu saja." akhirnya Jimin menumpukan pandangan matanya pada manik jernih milik Jungkook. Tersenyum tipis.

"Terimakasih."

Sebenarnya Jimin sadar, ini semua memang harus diberikan padanya. Jadi, mau tak mau ia harus menahan sakitnya.

"Tapi Jungkook," ia melanjutkan. "Tidak bisakah kita berhenti di sini saja?"

Ya, Jimin rasa kisah cintanya dan Jungkook sangat fuckin' cruel. Jimin kadang merasa senang bisa dicintai Jungkook, tapi terkadang ia bisa merasa sangat lelah. Baik psikis maupun fisik.

"Tidak."

Jelas-jelas tadi Jimin yang bilang ia masih mencintainya. Maka Jungkook akan memperjuangkan sepenuhnya. Jungkook akan berusaha.
.

.
"Kau bisa pergi dari sini sekarang Jungkook-ssi."

Jimin diam, tatapannya terfokus pada sosok yang dipenuhi barang bawaan. Memunggungi pintu rumahnya, hendak meninggalkan semuanya. Dari kenangan manis yang semu hingga kenyataan pahit yang begitu menyesakkan. Jungkook telah mengambil resikonya. Mereka kemudian bertemu pandang.

Aish.

"Pergi bocah!" dasar korban drama sialan!! Taehyung menggerutu kesal.

Taehyung muak. Segera saat menyadari Jungkook tak bergerak sesentipun dan malah bertatap ria sok romantis dengan kakaknya, ia layangkan tendangan keras pada pantat pemuda itu.

"Pergi! Aku masih sabar untuk tak melemparmu dengan pisau. Enyah dari pandanganku Jeon Jungkook! Detik ini juga."

Taehyung berteriak tanpa airmata dipelupuknya. Dia sangat hebat, sangat kuat untuk ukuran seorang yang baru saja dipatahkan hatinya. Dan ia bersumpah tak akan menampakkan bulir bening itu dihadapan mantan suaminya.

Taehyung dendam ceritanya.

Jadi, jangan salahkan Taehyung juga jika ia bisa menjadi seorang psikopat untuk Jungkook.
.

.
"Hei, jangan sisakan telurnya."

Sekilas, entah kenapa Taehyung teringat Hyunwoo. Sama lucunya dengan sosok didepannya ketika sedang merengut.
.

.
Salam dari Jungkook; Hyunwoo-ya, Kookie pergi. Nanti insyaallah balik lagi.
.

.
TBC

note: take what u want take what u want and gooo~

Fyi gaes, satu episode(?)lagi sudah kelar ini ff alay:')

Masih ada yg nunggu? :) chap ini buatnya ngebut, penuh dengan kengawuran yg hqq/slappp

Sukron:3

02 Agustus 2017(salam dari jabar)

When love have to choose | kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang