Mawar Syahlendra

10.6K 413 0
                                    

" Maaf, gue buru – buru banget." Ujarnya tanpa memperdulikan umpatan kesal beberapa orang ketika terdorong, Afila mengatur nafas dengan baik setelah berlarian menghindari tatapan tidak suka dari beberapa anak Osis dan anak kelas lain yang sering tampil diacara – acara besar, termasuk pentas seni bulan depan. " Apa segitu rendahnya anak Bahasa nyampe ikut partisipasi aja dimusuhin."

Ia menendang bebatuan yang di hadapan setelah keluar dari ruangan, sebagai penanggungjawab dari kelas bahasa mau tidak mau harus ikut rapat Osis dan tahu banyak perkembangan dari Tim panitia agar tidak bentrok saat acara. Diruangan tadi ia merasa tersudutkan, tidak ada satupun yang mengajaknya bertukar pendapat, hanya tatapan sinis saja yang didapatkan sejak melangkahkan masuk keruangan Osis.

" Ternyata nggaksemudah yang gue bayangin." Katanya pada diri sendiri, menghela nafas panjang sembari menatap kosong pada taman sekolah.

" Ngapain di sini, bukannya jam istirahat masih lama."

Afila menoleh kesebelah, ternyata Nanda membuntutinya hingga ke taman belakang sekolah.

" Gue dari kamar mandi, ngapain juga lo ikutin gue kesini?" Afila mendongakkan kepala, memberi pertanyaan.

" Arah kamar mandi dan taman sangat berlawanan, saya tau itu." Nanda duduk disebelah Afila.

Perempuan itu panik, kalang – kabut memastikan keadaan." Ngapain lo disini? Buruan balik ke kelas deh sana."

" Kamu kenapa sih." Ia menenangkan." Hanya ada kita berdua kok."

" Gue males nyari masalah sama doi lo, ntar diserang lagi persis rapat tadi." Keluhnya.

" Maaf, saya nggak bisa belain banyak kamu diruangan tadi." Nanda menghela nafas, sedikit menunduk guna memastikan keadaan Afila." Kamu nggak apa – apa?

Afila mengangguk." Oke kok, mungkin kaget sedikit doang setelah disudutkan segitunya sama kalian diruangan."

" Mereka memang biasa berlebihan, kamu jangan terlalu bawa perasaan."

" Nggak habis fikir aja, padahal gue nggak ada niatan mencari tenar atau yang lain. Gue hanya ingin anak bahasa punya hak menyampaikan kata – kata yang nggak bagus – bagus amat tapi setidaknya tersalurkan," Afila mulai mengeluarkan kesedihan setelah rapat berakhir." Tapi kalian terus nyudutin gue bahkan nuduh cari muka dan sebagainya, nggak secara langsung pula mainnya sindir – sindiran." Matanya menatap Nanda disebelah.

Lelaki itu mengusap kepala Afila, penuh kasih – sayang." Abang nggak begitu loh Fil, kalian yang kamu omong barusan ada abang disana dan abang sama sekali nggak ada menyalahkan kamu kan tadi."

" Gue nggak nyari apapun diacara pensi, gue tau diri kok sebagai anak baru." Katanya lagi, terik matahari sudah terasa panas di kulit." Gue fikir mereka terlalu anak – anak menyikapi suatu masalah."

Nanda tahu banyak, Afila adalah sosok yang begitu dewasa. Masalah hidupnya yang mendewasakan secepat ini dan cara tim panitia dirapat sangat tidak berattitude sama sekali.

" Udah, jangan sedih lagi, besok saya beri peringatan ke mereka untuk nggak bersikap seperti tadi. Masuk kelas dan belajar seperti biasa lagi ya." Perintahnya.

" Males gue, nggak semangat lagi." Ia mengurungkan kepalanya pada tangan yang dipangku.

" Katanya mau ajak saya ke bioskop nonton film karya kamu sendiri, kalau males begini udah jadi mimpi saya aja dong." Nanda menyemangati Afila untuk tidak sedih," ngapain dengerin omongan orang, mereka bukan orang yang membuat hidup kamu lebih baik."

" Oh udah saya lagi, abangnya kemana?" candanya pada Nanda, bersiap – siap kembali ke kelas.

" Nanti kalau balik sekolah, kamu bakal ketemu si abang lagi." Nanda tertawa kecil.

Marry With My Senior ( SUDAH DIBUKUKAN DAN TERSEDIA DI APLIKASI DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang