Penantian Cinta 15

469 11 4
                                    

"Oke," jawab Anjar. Sebenarnya lelaki itu masih kesal. Tapi ia menahan amarahnya karena tak mau membuat gadisnya kecewa. Yaa karena Anjar sekarang sudah menaruh perasaan pada Alika. "Tapi inget yaa Al, kalo aja sekali gua liat dia nyakitin lu lagi, gua ga bakalan Diem lagi kaya gini." ucap Anjar tegas tatapannya tajam lalu meninggalkan Alika begitu saja.

"Tunggu!" tahan Alika. Langkah Anjar terhenti. Tetapi lelaki itu tetap memunggungi Alika. "Aku berharap, kamu gak benci sama saudara kamu itu. Aku gamau jadi alasan permusuhan kalian." lanjutnya.

Anjar menoleh "gua gak janji." titahnya penuh penekanan. Seraya berjalan cepat meninggalkan Alika.

Alika menatap nanar punggung lelaki tadi. Gadis itu kini merasa cemas dengan emosi anjar.

'Kenapa jadi gini sii?' desahnya menyesal.

Alika berjalan gontay, semangatnya hilang. Tatapannya lurus kedepan. Raut datar itu kini tercetak di wajah mulusnya. Entah apa yang sedang ia fikirkan.

Kring!!kring!!kring!!

Suara bel masuk berbunyi. Tetapi langkah gadis itu tak tertuju pada kelasnya, melainkan tempat lain. Sebelumnya ia tak pernah sedilema ini. Otaknya sekarang tak bisa di ajak kompromi. ia hanya butuh ketenangan sekarang.

Berbeda dengan dua insan yang sekarang tengah bingung mencari orang yang mereka khawatirkan. Ke semua sudut sekolah sudah mereka lewati tetapi nihil. Tak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu.

"Duhh gimana nih ka? Udah masuk. Kemana sii lo al, ya tuhan.." racau sitaa khawatir.

Raka juga ikut cemas dengan keadaan ini. Di keluarkan benda persegi panjang miliknya itu. lalu menelfon orang yang ia cari.

Sitta melihatnya. Matanya berbinar. seakan tau apa yang ingin Raka lakukan. Ia berharap penuh bahwa ada jawaban setelah ini. "Gimana?" tanyanya setelah Raka menjauhkan benda itu dari telingannya.

"Gak di angkat. " jawabnya singkat.

Harapan itu pupus. Sittaa makin panik. "Coba berkali-kali kaa! Alika emang budek kalo lagi bengong." keluhnya sedikit berteriak.

Raka pun menurutin ucapan sita. Setelahnya ia menggeleng "sama aja"

"Yahh terus gimana nih kaa?! Duhh ilahh!" geramnya frustasi. Sedikit menikan nada suaranya.

"Sabar elah, gua juga panik ini." balas raka menaikan juga suaranya. Keduanya tengah berfikir. Tak biasanya alika seperti ini.

"Anjar! Telfon anjar!" cerdas sitaa. "Cepet kaaa!!" sentak gadis itu tak sabar.

"Sabar kenapa, bacot banget. Jangan bikin panik malah lama!" keluh lelaki itu tak kalah sewot. Sambil mengotak-atik ponselnya mencari nama orang yang ingin dihubungi. Baru saja ingin menekan tombol call. Ada teriakan dari arah belakang mereka.

"Heyy kalian! Kenapa masih di luar! Apa tak dengar bel berbunyi?" teriak suara cempereng seorang wanita paruh baya. Bukan hanya teriak, bahkan membentak. Yang tak lain dan tak bukan adalah bu dian. Guru BK yang sangat killer.

"Mampus guee.." desah Sitta. "Gimana nih kaa? Gua tau betul ini suara siapa." lanjutnya berbisik

"Hitungan ke tiga langsung lari, sebelum dia liat muka kita." bisik Raka. Di jawab angkukan olehh Sitta

Satu..

Dua..

"Ti.. Larii... " Raka menarik tangan Sitta dan ke- dua murid itu berlari secepat mungkin.

Sementara bu dian, menghadiah kan sumpah serapahnya kepada murid tersebut. Dan berlenggang pergi meninggalkan tempat tadi.

~~~

Penantian Cinta [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang