Penantian Cinta 33

85 5 3
                                    

Sudah lebih dari tujuh hari Alika dirawat, Sitta, Anjar, dan Raka pun sesekali menjenguk Alika. Mereka bertiga sebenarnya ingin menginap, bermalam di rumah sakit, tapi apa boleh buat, hal itu tidak diizinkan sama sekali oleh lelaki yang saat ini sangat posesif dengan Alika.

"Gua bisa jaga Alika sendiri, jadi kalian ga perlu temenin dia, mending pulang dan istirahat aja di rumah, urusan Alika biar ada ditangan gua" Ujarnya kala itu. Siapa lagi kalau bukan Akbar.

Teman - temannya sebenarnya merasa berat, terlebih Sitta yang sangat khawatir dengan keadaan sahabat kecilnya, tapi Anjar memberi pengertian kepada mereka semua, hal ini juga sangat bagus untuk membuat Akbar lebih dekat lagi dengan Alika. Jadi tidak ada yang membantah.

Selama itu pun, Akbar selalu menemaninya, membantunya melakukan hal - hal kecil, mulai dari menyuapinya makan, memberi obat, bahkan membantunya pergi ke toilet, dan masih banyak lagi.  Terkadang hal itu membuat Alika heran dengan perlakuan Akbar akhir - akhir ini, gadis itu masih merasa aneh dengan sikap Akbar yang super protektif sekarang.

"Aku bisa sendiri bar," protes Alika gadis itu sedang mengisi formulir untuk masuk ke Universitas, tapi lelaki disampingnya dengan sengaja merampas laptop dan mengambil alih kesibukannya.

"gapapa, aku aja. kamu gak boleh capek." Balas Akbar tak mau kalah.

Alika menghela nafasnya, ia senang, tapi terkadang sikap Akbar yang terlalu berlebihan sedikit membuatnya kesal. "Emangnya kamu tau identitas aku?hah! ?" ujar Alika berniat merampas laptopnya kembali. Akbar yang sedang fokus mengisi formulir gadisnya cuma bisa membentuk tangannya seperti angka satu, seraya menyuruh Alika diam.

Alika akhirnya diam. Memang susah jika lawannya Akbar, lelaki keras kepala seperti Akbar jika dilarang pasti akan semakin menjadi - jadi. "yaudah sini, aku lihat, nanti kamu salah lagi isinya." cela Alika.

Akbar melirik Alika dengan mata elangnya, ia seraya menyerongkan badannya supaya gadisnya bisa melihat kemampuannya mengetahui semua tentang Alika."kamu ngeremehin aku?" tanya Akbar sombong. "Coba liat, bener gak?" tanya Akbar percaya diri, dengan mata yang kembali terpaku pada layar persegi panjang di depannya.

Mata Alika sedikit melebar, takjub melihat isi dari layar laptopnya, semua yang Akbar isi tepat. Mulai dari nama panjangnya, tempat tanggal lahirnya, alamat rumahnya, dan masih banyak lagi "kamu kok bisa tau?" tanya Alika heran.

"iya lah, aku gitu loh," sombong Akbar, dengan cengiran di wajahnya.

Alika terpaku melihatnya. Melihat ciptaan tuhan yang sangat indah di depanya, sudah lama sekali dia menginginkan pemandangan ini, bahkan kedua mata Alika enggan berkedip, terdengar berlebihan memang tapi...

Ah sudahlah hanya Alika yang tau bagaimana persisnya.

Merasa diperhatikan Akbar menoleh ke arah Alika, mata mereka bertemu, Alika yang masih terhanyut masih tetap diposisinya. Matanya sama sekali tidak berpaling dari manusia di depannya.

Akbar mendekatkan kepalanya. Mempersempit jarak di antara mereka, "fuuh" Akbar meniup wajah gadisnya. Hembusan udara yang hangat menerpa wajah imut Alika, gadis itu gelagapan dan baru sadar dari lamunanya, namun matanya kembali terpaku pada mata indah Akbar, wajahnya memerah bagaikan ikan salmon mentah. "Merhatiin aku yaa?" Goda Akbar menaik turunkan alis tebalnya.

Alika yang mendengar itu segera memalingkan wajahnya, salah tingkah dengan pertanyaan Akbar barusan.  "E-engga kok" Balasnya gugup.

"Bohong, sampe bengong gitu si tadi," Godanya lagi, diiringi senyuman tipis dibibirnya, entah. Akhir - akhir ini Akbar terlihat ceria, ia bahkan dengan gampangnya menebar senyum ke gadisnya, bahkan ke orang lain contohnya para suster dan dokter yang merawat Alika. Berbeda sekali dengan Akbar yang dulu. Dingin kasar, dan pelit senyum.

Penantian Cinta [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang