Time9 : 05.00 AM

82 16 0
                                    


Penglihatanku langsung berubah menjadi tempat yang sama ketika aku keluar dari memori, langit-langit yang sebagai perputaran jam, dan sekitarnya gelap, hanya perputaran jam sebagai penerangannya. Aku melihat Time tengah menangis, membuatku heran.

"Ada apa?"

"Hiks … kau sangat menyedihkan, coba lihat! Kau tersesat, dan saat bertemu Ibumu kau malah dimarahi!"

"Terserah. Jika kau berada di posisiku pasti kau merasakannya, Time!"

"Tapi, aku tidak mau berada di posisimu!"

Aku mengedikkan bahuku, "Oh ya! Kakakku memangnya menderita penyakit apa?" tanyaku bingung.

Time meletakkan jari telunjuknya di dagu, "Hm … mungkin, entahlah! Kau lihat saja di memori berikutnya!"

"Memori yang bersambung!" seruku, yang sudah mulai penasaran.

"Ungkapan apa itu? Memori bersambung?"

"Yah, tiba-tiba saja terlintas ide untuk menamakan memori yang ada kelanjutannya!"

"Tapi, ini bukan kelanjutan, meski intinya sama, tetapi---ah sudahlah! Memori 05.00 AM!" Time menyentilkan jarinya ke dahiku, membuat penglihatanku dalam sekejap berubah.

Aku melihat dinding, pigura, sofa, dan lain-lainnya, yang kuketahui tempat ini sebagai ruang tamu rumahku. Aku melihat ke sekitar, tidak ada orang, hanya keadaan sepi yang melanda sekitarku. Aku berjalan mendekati meja, dan melihat beberapa pigura yang terdapat fotoku dan foto Veltos, Veltos dan diriku ketika bayi, foto kedua orang tuaku yang menikah, foto ayahku yang mengangkat diriku sembari membawa bola basket, foto Veltos yang dipeluk ibu, sedangkan diriku berada di samping mereka berdua, dalam keadaan bersender di kaki ayahku, dan banyak lagi.

Aku berjalan ke lorong-lorong yang entah mengarah ke mana, lalu setibanya aku melihat ruangan, aku berhenti ketika melihat Veltos, Shelton, ibu, dan laki-laki setengah baya, tengah makan di meja makan. Aku berjalan mendekati keluarga tersebut, lalu berhenti ketika laki-laki setengah baya itu memulai pembicaraan.

"Apakah kau mau, Shelton?"

Shelton menggelengkan kepalanya, "Aku takut! Aku takut naik kapal?!"

"Kau harus ikut, Shelton! Kakakmu tidak bisa karena dia sedang sakit, jadi kau harus menggantikan Kakakmu!" Bentak ibu, yang aku menyadari bahwa ibu terlihat tidak menyukai diriku.

Aku langsung melihat Veltos, ketika ibu mengatakan bahwa Veltos sakit, dan benar saja, di hidungnya terdapat cannula dan di samping kursi terdapat tabung oksigen. Aku hanya mengerjap bingung, dan melihat bahwa wajah Veltos terlihat pucat.

"Kalau kau tidak mau, maka semuanya akan batal! Ayah akan kehilangan pekerjaan, dan apa kau mau kita hidup menderita?" tanya ayah, membuat Shelton memajukan bibirnya dan menggelengkan kepalanya.

"Tapi---"

"Lebih baik aku saja yang pergi!"

"ASTAGA?! Kau ingin mati?" Bentak ibu kepada Veltos, yang seolah-olah mendengar ucapan Veltos membuatnya tersambar petir.

"Adikku tengah takut, aku akan menggantikan posisinya, aku tidak menerima penolakan. Ayah, berarti sore ini kita berangkat, kan?"

Laki-laki setengah baya yang dipanggil Veltos sebagai ayah langsung mengangguk.

Keheningan melanda mereka semua, setelah beberapa menit, mereka berhenti melakukan kegiatan, dan Shelton langsung disuruh ibu untuk mencuci piring, sedangkan Veltos bersama ibu yang tengah memarahi Veltos akan kebodohannya. Shelton hanya bisa menatap iri kakaknya, menghela nafas, lalu memulai untuk mencuci piring.

TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang