My Beloved Prince - 06

1.9K 106 3
                                    

Seorang lelaki dengan keadaan yang cukup menyedihkan; kepala yang masih terbalut perban dan warna wajah yang masih sedikit pucat berjalan ke dalam sekolah bersama keempat temannya. Semenjak Alan keluar dari rumah sakit, kehadiran teman-temannya selalu ada di sampingnya. Ia sungguh beruntung setidaknya dibalik luka yang ia dapat akibat seorang mantan, ia masih bisa merasakan betapa hangatnya rasa kasih sayang dari para temannya.

Ngomong-ngomong, hari ini adalah hari pertama bagi mereka untuk memimpin kegiatan MOS. Sehingga jabatan ketos yang dipegang oleh Alan yang mengharuskannya datang ke sekolah setelah kemarin diizinkan pulang oleh sang dokter sangat membuatnya lega.

Setapak demi setapak pun dilalui, berbagai sapaan yang dilontarkan baik dari seangkatan atau pun adik kelas dibalas secara hormat olehnya.

Hingga bel terdengar sangat nyaring di telinganya dan membuat jabatannya seakan menggerakkan kedua kaki miliknya untuk berjalan menuju sebuah panggung disana, dimana semua murid yang mengikuti MOS sedang berdiri dengan Osis lainnya.

"Lo mau gua bantu?"tawar Aldi ketika melihat temannya itu sedikit susah untuk naik ke atas panggung. Memang, untuk menaikki panggung, Alan harus melewati beberapa anak tangga kecil. Yah, mungkin itulah yang membuatnya sedikit kesulitan.

"Gua gak pa-pa kok. Oh ya, kalau boleh gua mau minta tolong sama lo sebagai waketos untuk nyiapin mereka. Entar biar gua aja yang pidato dan kasih kata-kata sambutan"ujar Alan. Aldi hanya mengangguk siap.

Aldi pun dengan tega atau tidaknya pergi meninggalkan Alan yang terlihat masih kesusahan, ia berjalan menuju barisan-barisan para anak kelas sepuluh untuk mengatur barisan mereka.

"Eh lo, pindah kedepan!"perintahnya.

"Sekali lagi, yang tinggi sebaiknya ke depan!!"

"Tetap pada barisan masing-masing, jangan pindah lagi. Dan ya, ikuti acaranya tanpa banyak ngomong"

Semua murid pun mematuhi perintah Aldi.

"Gimana, udah?"tanya Alan, tiba- tiba saja wajahnya muncul di hadapan Aldi.

"Udah tenang aja, lo tinggal kasih pidato sama kalimat sambutan aja gih"ujar Aldi sambil pergi untuk memeriksa apakah mic dan speaker nya berjalan dengan baik atau tidak.

Sedangkan Alan, ia berjalan menaiki panggung lagi. Ia sedikit memberi beberapa pengarahan pada barisan yang sepertinya masih saja tidak rapi. Dan, ia juga tidak lupa untuk membantu beberapa anggota Osis yang sibuk mengurus persiapan untuk meresmikan acara MOS tahun ini.

"Check sound"tes Alan. Ia masih dapat mendengar beberapa bisikan dari arah siswa-siswi kelas sepuluh yang sedang berbaris. Sepertinya, ini akan menjadi PR berat bagi mereka, para Osis untuk mengatur siswa-siswi itu. Sungguh melelahkan.

"Selamat pagi adek-adek"sapanya yang kemudian dibalas dengan penuh semangat oleh semua kelas, khususnya kelas sepuluh.

Beberapa kalimat pun ia sampaikan setelah itu hingga tiba tiba saja matanya tertuju pada seorang wanita yang kelihatannya sedang tidak siap untuk mengikuti kegiatan yang bisa disebut dengan upacara peresmian ini.

Ia terlihat sangat PUCAT!!!

Warna bibirnya sedikit memutih. Jika disuruh menduga, maka Alan akan mengatakan bahwa sepertinya gadis itu akan segera jatuh menyentuh tanah sebentar lagi. Bagaimana tidak? Gadis itu sudah sedari tadi memijat pelipisnya dengan mata yang terpejam seperti menahan rasa sakit.

Tanpa menunggu lama lagi, Alan dengan sigap lari ke arah gadis itu tanpa memedulikan banyaknya sorot mata yang teralihkan gegara dirinya. Namun, seakan tidak peduli, Alan tetap berlari dengan cepat dan menangkap gadis itu tepat saat dirinya ingin terjatuh.

"Cewek ini?"ujar Alan yang sepertinya pernah melihat wajah gadis itu.

Yah, dia adalah gadis itu. Gadis yang ia temui di pantai beberapa hari yang lalu. Ia masih ingat dengan sangat jelas tentang peristiwa dimana gadis ini sempat menghinanya.

Dia bersekolah disini?

"Kalian gak punya mata, ya? Udah tau temen kalian mau pingsan, kenapa gak ditolong? Kalau terjadi apa-apa bagaimana?"ocehnya ketika menyadari sepasang ralat seluruh pasang mata menatap ke arahnya.

Mendengar ocehan tersebut, semua murid hanya bisa tertunduk. Entah itu takut atau malu, tapi yang jelas, mereka semua sudah berhasil memberikan kesan yang sangat buruk dimata Alan.

Tapi lagi-lagi, tanpa menghiraukan ekspresi mereka, Alan dengan sigapnya mengangkat dan menggendong tubuh mungil gadis itu dengan gaya bridal style sehingga membuat orang-orang sedikit terpaku dan tidak bisa melepaskan pandangan dari keduanya.

Serasi!!!

Ruangan pertama yang dicari oleh Alan saat ini adalah ruang UKS. Yang ada di dalam otaknya hanya satu, yaitu menyadarkan gadis ini secepatnya lalu mungkin setelah itu ia baru bisa mengikuti kegiatan peresmian MOS itu lagi.

"Akhirnya, ketemu juga"ujarnya. Dengan segera, ia membawa gadis itu ke dalam ruang UKS. Membaringkannya dan berusaha untuk membangunkannya disana. Upacara yang dijalankan tadi tentu tetap dilanjutkan dengan Aldi sebagai gantinya.

"Minyak mana minyak,"ujarnya sibuk mencari sebotol minyak kayu putih di dalam ruangan UKS.

"Nah, tuh dia"ujar Alan. Ia segera mengambil minyak kayu putih yang dimaksud dan segera mengoleskannya sedikit ke bagian lubang hidung gadis itu.

"Hmmpp"perlahan perempuan itu mulai terbangun sebab aroma yang ditimbulkan dari minyak kayu putih yang diletakkan Alan tadi.

Pertama-tama, memang, pandangan gadis itu masih kabur dan terasa ada tarikan disana. Ia juga masing pusing, ngomong-ngomong. Tapi, perlahan namun pasti, ia mulai bisa melihat seluruhnya dengan sangat jelas.

"Lo?"perempuan itu berusaha memperjelas penglihatannya. Walau sudah jelas, gadis itu seakan masih tidak bisa percaya.

Bersambung ...

Pendek?
Iya tahu
Hehehehe 😂
Author gak akan bosen untuk bilang "No silent readers"

My Beloved Prince || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang