My Beloved Prince - 08

1.8K 112 4
                                    

"Eh Di, lo liat gak cewek yang gua bawa ke UKS tadi?"ujar Alan saat tiba-tiba saja Aldi berjalan melewatinya. Entah apa yang sedang dia lakukan disini, tapi yang jelas Alan masih tetap berusaha mencari gadis keras kepala itu.

"Cewek yang sakit tadi?"ujar Aldi memastikan. Alan mengangguk, ia berharap temannya ini mengetahui sesuatu.

"Lo lihat, kan?"tanya Alan. Biasanya, jika Aldi sudah berkata seperti itu, ia pasti mengetahui sesuatu.

"Enggak"Aldi menjawabnya dengan sangat santai.

"Kenapa gak bilang dari tadi coba? Kan kalau gini ngabisin waktu gua aja"Aldi berjalan tanpa menghiraukan Alan yang mungkin tengah menggerutu atau mengutuk gadis itu di dalam hatinya.

Ngomong-ngomong, Alan masih mencari ke seluruh arah seakan gadis itu benar-benar hilang ditelan bumi.

Namun lagi dan lagi, pandangannya terarah pada sebuah ralat seorang gadis. Tubuhnya sangat mirip dengan gadis yang tengah ia cari ini . Sangat kecil.

"Itu bukan sih?"Alan mulai berjalan mendekat. Memandang lebih jelas ke arah mereka. Ya benar, gadis itu tidak sendiri disana melainkan bersama seorang gadis lain yang cukup tinggi ketimbang dengannya.

"Erhmm"dehemannya sontak membuat keduanya menoleh dan memberhentikan canda tawa mereka.

"Akhirnya, ketemu juga"

"Gua pengen ngobrol berdua sama temen lo, bisa gak?"tanya Alan pada gadis yang bisa terbilang lumayan cantik itu. Ditangannya, bisa terlihat jika ia sedang memegang buku berwarna hijau yang tak lain dan tak bukan adalah buku yang diharapkan di dalamnya terdapat tanda tangan dari para Osis dan guru.

Gadis cantik itu menatap bergantian ke arah Alan dan Alyn seolah ingin berkata, 'lo berdua ada hubungan apa emangnya?'.

"Tapi, sebelumnya boleh minta tanda tangannya gak, Kak?"pinta gadis itu sembari tersenyum. Jika Alan lihat dari badge namenya, gadis cantik itu bernama Irene.

"Mana bukunya?"bagai nasi yang sudah menjadi bubur, Alan sudah terlanjur merasa sedikit ilfeel pada gadis cantik ini. Maksudnya, ia memang cantik. Tapi..., tetap saja, bagi Alan, gadis ini tidak akan pernah mau memberi sesuatu jika tidak diberi terlebih dahulu. Yah, tipikal gadis matre.

Dengan segera, gadis bernama Irene itu pun menyerahkan buku yang ada di tangannya dengan sebuah pulpen yang menggantung di saku bajunya.

"Makasih, Kak"ujar Irene sambil tersenyum senang.

Setelah mendapatkan apa yang ia mau, barulah gadis itu langsung pergi dengan masih ada senyum yang terukir di bibir manisnya.

"Dan lo!, kenapa lo keluar dari UKS? Lo belum sembuh, gimana kalau pingsan lagi? Siapa yang repot?"ujar Alan memarahi Alyn. Jauh sebelum ini, ia sudah berusaha menghindar dari Alan dengan seolah memberi tatapan tajam pada Irene agar ia tidak pergi dan meninggalkannya berdua dengan makhluk seperti ini. Tapi, tetap saja, jika Alyn keras kepala maka Irene lebih keras kepala darinya. Dan, lihat saja, ia malah memanfaatkan situasi untuk mendapatkan tanda tangan Alan disaat ia sendiri belum mendapatkan hal itu. Menyebalkan.

Melihat Alan mengarahkan sorot mata tajamnya, Alyn hanya bisa cengengesan tidak jelas. Ia tahu, Alan peduli padanya. Tapi, masih saja, kondisinya tadi benar-benar tidak bisa dihindari. Ia harus bertemu dengan Irene secepatnya!

"Iya, gua minta maaf. Lagian, gua cuma pengen ketemu sama Irene kok. Gak ada maksud apa-apa. Sumpah!""gadis itu terlihat memanyunkan bibirnya sambil menunjukkan salan dua jari di tangannya.

Hell, entah kenapa, tapi Alan merasa Alyn semakin lucu saja jika bersikap seperti ini.

"Oh ya, ngomong-ngomong, minta tanda tangan lo juga donk"ia menyerahkan buku hijaunya kepada Alan berharap agar Alan mau memberi beberapa goresan disana.

"Lain kali gak usah kabur-kabur kayak gitu, ribet tau gak nyarinya"setelah memberi goresan-goresan itu, buku Alyn pun berpindah tangan kepadanya.

Namun, ada namunnya, sebelum buku itu benar-benar dikembalikan, Alan sempat mengecek cover bukunya yang ia harapkan ada nama sang pemilik. Dan benar, disana dengan jelas terpampang nama yang membuat Alan jadi tersenyum senang.

Alvaira Leonny.

Nama yang menurut Alan cukup bagus dan sangat cocok bagi penggunanya.

"Alvaira Leonny!"Karena merasa namanya disebut, Alyn menoleh dan memberhentikan langkahan kakinya yang tadinya ingin ia lanjutkan guna untuk mencari tanda tangan dari Osis lain.

"Lo tau nama gua?"Alyn mengernyitkan dahinya. Ia berusaha menelisik untuk mencari alasan dibalik tahunya lelaki ini mengenai namanya.

"Dari buku lo. Ngomong-ngomong, nama yang bagus"puji Alan sembari tersenyum sangat manis. Aish, selama ini, banyak perempuan yang menanti senyuman itu. Dan, hanya untuk Alyn, senyuman termanis dari Alan itu muncul.

"Makasih. Oh ya, kalau sewaktu-waktu mau manggil gua gak perlu panjang kayak gitu, cukup manggil Alyn aja"Alan hanya ber-oh-ria.

"Karna gua udah tau nama lo, lo juga harus tau nama gua"ujar Alan sambil mengulurkan tangannya.

"Nama gu--"baru saja ia ingin membuka mulutnya, gadis bernama Alyn itu langsung saja memotong sehingga membuat Alan mengurungkan niatnya dengan cepat.

"Alano Cesario Fernandez"potongnya.

"Lo tau na--"

"Lo ketos, kan? Karena itu gua tau, jadi jangan ke-GR-an deh"kemudian, Alyn pergi entah kemana. Namun, sepertinya ia berniat menyusul temannya yang sudah sangat jauh dari pandangan dirinya itu. Bahkan, terkesan sudah hilang.

'G*blok lo, Lan. Masa dia tahu nama lo tapi lo sendiri bahkan gak tahu sama sekali tentang nama dia sih. Dimana harga diri lo, coba?'batin Alan berbunyi. Karena, jujur, sebelum ia benar-benar melihat cover buku itu, ia sama sekali tidak tahu apapun tentang Alyn. Termasuk namanya sekalipun.

Bersambung ...

Don't forget vote and komen guys


My Beloved Prince || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang