Ivan POV
Cowok: "Ehm, boleh kenalan?"
Cewek: "Boleh"
Cowok: "Namanya siapa?"
Sambil ngulurin tangan.
Cewek: "Jamie"Ha? masa cewek namanya Jamie. Batin si cowok.
Cowok: "Oh Jamie, panjangnya?"
Cewek: "Jamielah"
tertunduk malu
Cewek: "Kalo kamu, namanya siapa?"
Cowok: "Joe"
Cewek: "Panjangnya?"
Cowok: "Paijoe"😂😂😂 Met Siang mblooo
Aku membaca share joke dari kembaranku, Evan.
"Gak lucu nyettt" Ketikku, lalu melempar handphoneku menggeleser di atas meja kerjaku.
Bunyi notif pesan masuk membuatku mengambil handphoneku kembali.
"Gue kan menghibur lu yang gagal kawin bro, bekal buat nanti, kali aja ntar kenalan sama cewek" Evan wrote.
"Udah lewat 6 bulan kali Ev, gue ga butuh hiburan lagi" Send.
"Ya kali lu kan masih jomblo" Evan wrote.
"Brisik, kerja sana" Send.
"Kerja udah ga jaman, sekarang jamannya video call sama yayang Maya" Evan wrote.
Ok, kalo yang ini ga perlu aku balas, kembali kulempar handphoneku.
Aku tersenyum mengingat Evan yang memutuskan untuk menikah, padahal mereka baru mengenal belum ada 2 bulan lamanya.
Mereka bertemu secara tidak sengaja, Maya, istrinya adalah konsultan di WO yang dulu ku pakai.
Aku gagal menikah, tapi akhirnya merekalah yang menikah menggantikanku di hari yang sama.
Gagal menikah tidak membuatku trauma, Evan bilang, Diana itu bukan jodohku, masih ada Diana-Diana lain di luar sana yang mungkin adalah jodohku.
Evan sering berusaha untuk menghiburku, seperti barusan, dirinya kerap kali mengeshare joke yang tidak lucu.
Kuhargai usahanya. Sebetulnya Evan adalah sosok yang berkebalikan denganku, dirinya terlalu pendiam dan terkesan dingin.
Evan tidak suka terlalu bersosialisasi, melihat caranya menunjukkan rasa suka terhadap Maya saja membuatku tertawa.
Ini kenapa jadi nyeritain si Evan.
Kita kembali balik menceritakan soal diriku.
Well, sampai sekarang aku masih menikmati hari-hari singleku.
Dulu waktu masih berpacaran dengan Diana, aku selalu menuruti kemauannya, Evan bilang aku terlalu lembek menghadapi perempuan yang menurutnya adalah makhluk paling berisik, makhluk cengeng, makhluk manja, dan makhluk lebay.
Jadi setelah berakhirnya pertunangan kami, aku merasakan perubahan yang sangat besar di keseharianku.
Tidak mendengar rengekan baik di telepon maupun secara langsung. Tidak lagi merasakan tekanan bathin dikarenakan harus merayu Diana ketika ngambek dengan berbagai cara.
Tidak ada lagi yang namanya jadi supir pribadi yang kemana-mana harus mengantarkan si calon nyonyah besar pergi.
Dan sekarang apa yang kurasakan?
Merdeka? Sudah pasti.°°°
Aku berjalan masuk ke dalam lift, aku sengaja pulang dan keluar kantor lebih lama dari karyawan-karyawan yang lain. Tidak perlu berdesakan di dalam lift adalah salah satu alasanku.
Kulihat seorang perempuan yang berdiri sambil menunduk menekuri handphone di tangannya.
Aku memencet tombol tutup dan merasakan gerakan pelan si perempuan itu mendekat ke arahku.
Aku menoleh ke arahnya, kulihat dirinya memejamkan matanya sambil mengendus tubuhku.
Dirinya entah sadar atau tidak, tersenyum sambil bergumam dan menghirup nafas panjang.
"Wanginyaaaa"
Alisku bertaut, jari tanganku menempel di keningnya dan memundurkan kepalanya yang semakin lama semakin menempel mengendus tubuhku.
Matanya perlahan terbuka, dirinya nyengir ke arahku.
"Maaf, kebiasaan hehehe" Dirinya bergerak melangkah mundur ke arah semula di mana dirinya tadi berdiri.
"Hehehe" Dirinya kembali nyengir.
Aku tersenyum terbawa suasana melihat cengirannya yang menular.
Ada-ada aja.
Ting...
Pintu lift terbuka di lantai lobby, dirinya melangkah keluar lift lalu menoleh lagi ke arahku sambil kembali nyengir.
"Hehehe, duluan ya" Katanya.
Aku menggelengkan kepalaku sambil membalas senyumannya sebelum pintu lift kembali menutup.
Kalau hal ini terjadi pada Evan, sudah dipastikan cerita akhir perempuan itu keluar dari lift dengan wajah merah menahan tangis.
Sudah pasti perempuan itu habis-habisan di sentil dengan kata-kata dingin yang keluar dari mulut Evan.
Aku kembali tersenyum dan keluar dari pintu lift begitu sampai di basement.
Dengan gerakan santai aku mengeluarkan handphone dari saku celanaku sambil membuka pintu mobil.
"Ev, nongkrong di coffee shop Bima ya, gue duluan ke sana"
Tanpa basa-basi aku memutuskan hubungan telepon.
Aku masuk ke dalam sedanku dan menyalakan mesin mobil.
Secangkir coffee latte panas di senja ini mungkin dapat melepas kepenatanku semingguan bekerja.
Besok hari Sabtu, aku harus merencanakan menghabiskan weekend ini sendiri lagi.
Biasanya aku pergi traveling ke kota-kota di Indonesia yang belum terjamah, tapi sepertinya besok ku habiskan menonton saja.
Ada yang mau menemaniku?
Tbc
Hai haiiiiii..... Balik lagi nih dengan cerita baru, ngangkat Ivan jadi cerita (banyak yg request) tapi mudah2n bisa diterima ya ide ceritanya.
Rencananya sih publish cerita ini abis halan2, tapi ko ya jempol udah ga tahan ngetik krn udah dpt ide cerita hehehe
Met liburan ya buat yg besok ngambil cuti sampe hari Minggu, macam diriku ini.
Selamat dirgahayu Indonesia yg ke 72 🇮🇩🇮🇩🇮🇩
KAMU SEDANG MEMBACA
perfumed
RomanceBEBERAPA PART SAYA HAPUS UTK KEPENTINGAN PENERBITAN Warning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 17/8/17 - 17/9/17