Hai kaliannnn para girlssss, ladiesssss and mommmms, fokus ya fokus ke perut, jangan ke bawah wkwkwkwkw
Ivan POV
Cowok: "Ke rumahku ya"
Si cewek menatap sang cowok dengan muka horor.Cewek: "Gak mau ah, rumah kamu ada penunggunya" - sambil bergidik ngeri.
Cowok: "Ah penunggu? Masa sih?"
Cewek: "Tau ga, pas aku nunggu kamu ke kamar mandi di ruang tamu, ada yang pssttt...psttt...in aku, udah gitu aku nyium wangi melati ihhhhhh...."
Si cewek merinding.Si cowok terbahak.
Cewek: "Ih, malah ketawain aku"
Cowok: "Yeelah penunggu, kamu tuh keseringan nonton sinetron ketopraqueee, itu bunyi alat pengharum ruangan kali neng!!!"Cewek: krikkkk krikkkk kriikkk
Mblooo, mblooo ehhh salah, mantan mblo, nonton ajak-ajak yaaa, yaaa
Aku melempar handphoneku ke atas nakas setelah membaca pesan masuk dari Evan.
Ku lirik jam dinding, menguap dan meregangkan tubuhku di atas ranjang.
Pagi-pagi udah ganggu orang yang masih ngantuk aja nih manusia satu.
Getaran handphoneku mengusik ketenanganku yang baru saja memejamkan mataku kembali.
"Apa sih Ev??!!" Bentakku kesal.
"Ye elah, galak bener, ini gue ngomong ma voicemail, apa burung elu yang udah bangun nih?" Pertanyaan Evan membuat mataku terbuka sempurna.
Jadi inget kejadian semalam di mana Vani yang kaget merasakan tonjolan bukti hasrat ku.
"Berisik lu nyettt, lu bisa gak sih nonton sendiri, gak ganggu orang yang baru baikan" Aku duduk di tepian ranjang.
"Iv, ibu bilang, sebagai kembaran, kita harus terlihat akur, biar kliatan solid, kemana-mana harus bersama, saling bayarin kembaran, masa lu bisa lupa sih perkataan ibu"
Aku mendengus.
"Kalo soal saling bayarin kembaran, itu mah bisa-bisanya elu aja, perasaan gue mulu yang seringan bayarin elu" Kataku lebih terdengar seperti menggerutu.
Ku dengar kekehan Evan di ujung sana.
"Yang abang siapa? Elu kan? Ya wajar kalo elu yang sering bayarin adiknya"
"Heh!! Tadi lu bilang saling bayarin kembaran ya, bukannya saling bayarin adiknya, udah ah gue mau balik tidur, ganggu orang aja" Sungutku kesal.
"Ivvv bentaran, ini jadi gak nontonnya?"
Aku memutuskan hubungan telepon.
Mengerutkan keningku.
Kalau kaya gini caranya, pasti si Evan tiba-tiba muncul di bioskop kaya kemarin.
Aku memutar otakku.
Bagusnya kemana ya? Kalau ngabisin waktu di apartment, yang ada Vani lama-lama minta putus lagi kalau akunya berhasrat.
Mulut udah di jaga-jaga biar gak bikin Vani jengah, tapi malah yang bawah beraksi.
Aku mengacak rambutku gusar.
Apa ngajak Vani nongkrong di coffee shop nya Bima?
Ide bagus, eh tapi nanti Evan tiba-tiba muncul di sana.
Hufttt aku menghela nafas panjang dari mulut.
Ahhh cueklah, ke coffee shop Bima aja.
Aku berjalan ke kamar mandi.
°°°
"Kita gak jadi nonton mas?" Tanya Vani begitu aku memarkirkan mobil di pelataran parkir coffee shop.
Aku mengangguk.
"Evan itu kaya bayanganku aja, ngikutin aku terus, masa dia mau gangguin acara kita" Kataku sambil membuka seat belt.
Vani meringis.
"Kamu udah gak serem lagi sama Evan?" Tanyaku.
Vani menggeleng ragu.
"Udah gak seseram waktu awal-awal sih, mas Evan ternyata sweet banget, kalo sama istrinya mas Evan itu terlihat manusiawi hehehe"
Aku mengusap puncak kepalanya lembut sambil tersenyum.
Sangat suka dengan kejujuran Vani.
"Masuk yu, ini coffee shop milik abangnya Maya" Aku membuka pintu mobil diikuti Vani.
Menunggu dirinya berjalan memutari belakang mobil, tanganku mengulur ke arahnya dan kami berjalan beriringan masuk ke dalam coffee shop yang sudah ada beberapa pengunjung di pagi menjelang siang ini.
Aku berjalan ke arah meja dengan tempat duduk sofa di pojokan dengan pemandangan taman, jari tanganku menaut jari tangan Vani.
Seorang pelayan mendatangi meja kami dan mencatat pesanan kami.
"Kalo nanti kamu mau nonton, kita nonton sorean aja ya" Kataku begitu pelayan berlalu dari meja kami.
"Di sini aja juga ga apa-apa" Jawabnya.
"Hi Iv, tumben ke sini gak sama Evan" Sapaan seorang pria membuat kami menoleh ke asal suara.
Aku tersenyum begitu melihat Bima yang berdiri menjulang berjarak 3 jengkal dari meja.
"Evan sengaja gue tinggalin, kasian juga sih di tinggal Maya kerja lagi" Aku menyambut uluran tangan Bima.
"Siapa nih?" Tanya Bima sambil tersenyum ke arah Vani yang kulihat terdiam mematung melihat Bima, tapi bisa kulihat hidungnya yang mengembang dan mengempis.
"Kenalin, calon istri. Van, ini Bima, abangnya Maya, iparnya Evan" Jawabku sumringah.
"Ohh baguslah, cepat-cepat di halalin, inget kan obrolan kita, yang halal itu lebih nikmat" Bima mengedipkan sebelah matanya.
Aku terkekeh.
"Gue ke atas dulu ya" Bima memutar tubuhnya berjalan ke arah meja bar.
Vani mengikuti kepergian Bima lalu nyengir ke arahku.
"Udah ganteng wangiiiii" Katanya dengan mata berbinar.
Aku merengut ke arahnya setelah mendengar perkataannya.
"Ehhh, masih wangian mas Ivan ko, lagian ya mas, pria ganteng yang udah beristri itu cuma pemandangan indah yang gak bisa di miliki hehehe" Vani mengusap-usap punggung tanganku.
Aku menarik tanganku cepat.
"Bukannya udah janji ga ngendus-ngendus pria lain? Apalagi kalo di depan aku" Kataku pelan.
Vani meringis.
"Tadi itu udah usaha gak ngendus-ngendus mas, beneran deh, tapi aroma wanginya mas Bima itu nembus idungku banget, padahal aku udah nahan nafas" Jelasnya dengan mimik muka serius.
Aku bangkit dari dudukku dan duduk di sebelahnya.
Vani menatapku bingung.
"Siniin pala kamu, biar wanginya Bima ilang" Kataku sambil menggapai belakang kepalanya.
Vani terkekeh.
"Cemburu nya lucu hihihihi" Katanya, hembusan nafasnya menerpa leherku.
"Pria beristri sih tapi pesonanya bisa bikin kekasih orang matanya belalak, ck" Decakku sambil memberengut kesal.
Kayanya salah juga ngajak Vani nongkrong di coffee shop Bima.
Tbc
Hadehhh mas Ipin, serba salah yak, mending ngeluarin uang dikit buat bayarin mas Evi nonton tah ketimbang Vani jadi kelojotan gitu liat bang Bima 😂
Akunya aja blom bisa move on dari tatapan mata elang bang Bima 😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
perfumed
RomanceBEBERAPA PART SAYA HAPUS UTK KEPENTINGAN PENERBITAN Warning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 17/8/17 - 17/9/17