16. evan 🔨🔨🔨

8.8K 1.1K 373
                                    

Ivan POV

Evan menatapku kesal. Wajahnya yang memang datar tanpa ekspresi tambah semakin gak enak dilihat dengan wajah yang bertekuk.

"Lu minta gue gantiin lu cuti? Menurut lu, gue ga ada kerjaan?" Tanyanya sewot.

Sudah 10 menit lamanya aku membujuk dirinya untuk menggantikan ku pergi ke Yogya sore ini.

Aku sengaja mendatangi kantornya pagi-pagi. Tapi sampai sekarang aku belum berhasil membujuknya.

"Cuma seminggu Ev, gue bisa handle kerjaan lu lah, bawahan lu gak akan ada yang tau kalo gue gantiin elu" Kataku dengan suara membujuk.

"Tapi gue gak mau gantiin lu, nanti di bandara ketauan, mereka bakalan cek id card, terus kalo ketauan gue gantiin lu, ntar gue di penjara, kasian Maya, belum setahun nikah, udah kehilangan gue sebagai kepala rumah tangga" Katanya.

Mulai lagi deh berlagak dramatisir. Aku mengusap wajahku pelan menatap Evan dengan kesabaran yang hampir melewati batas maksimum.

"Ev, nenek-nenek yang suka dugem juga tau kita kembar, kalo cuma liat dari id card ga bakalan ketauan, lu bawa id card gue, muka kita mirip, gak mungkin ketauan yetttt" Kataku kesal, yang akhirnya meledak walaupun masih di ambang kewajaran.

Kadang-kadang Evan memang suka bikin emosi jiwa, birahi tinggi.

"Waktu dulu aja Maya bisa tau pas kita tukar peran, pasti petugas-petugas di bandara juga tau" Katanya lagi.

"Hastagaaaaa, Maya itu tau karena mulut nyinyir lu yang gak biasa senyum, giliran senyum muka lu gak enak di liat, dulu itu Maya udah liat kita sampe beberapa kali jadi dia bisa bedain kita, sedangkan petugas-petugas di bandara mana tau kita kembar dan mereka juga gak pernah liat gue, gak pernah liat elu" Suaraku mulai meninggi.

"Kecuali kalo lu bikin pengumuman ke mereka kalo lu gantiin kembaran lu pergi" Lanjutku lagi dengan suara meluap-luap.

Evan terdiam. Dirinya mengusap tengkuknya.

"Gue gak bisa ninggalin kerjaan Iv, lagian gue juga gak bisa ninggalin Maya, dia lagi hamil muda, lagi butuh perhatian gue penuh, gue gak bisa ninggalin calon ibu dari anak gue sendirian" Katanya dengan suara pelan.

Aku mengambil nafas panjang dan menghembuskan dengan perlahan, kadang inhale exhale sangat di perlukan pada saat-saat seperti ini.

"Elu gak usah bingung soal kerjaan, bakalan gue handle, dan Maya bisa ikut elu ke Yogya" Kataku mencoba sabar.

"Ha? Maya juga ikut? Tiketnya kan cuma satu, itu juga pake nama elu, gimana caranya Maya ikut?" Mata Evan membulat ke arahku.

Aku kembali mengusap wajahku dan kembali menarik nafas panjang.

Sabar Iv, sabar.

"Sejak lu nikah, ko gue ngerasa otak lu tambah gesrek ya Ev, mabok susunya Maya lu ya?" Aku tertunduk sambil menggelengkan kepalaku.

Terdiam beberapa saat, lalu aku mengeluarkan handphone dari kantung celanaku. Membuka aplikasi memesan tiket pesawat untuk Maya dengan jadwal penerbangan yang sama dengan keberangkatan dan kepulanganku.

Beres.

Aku menyodorkan handphoneku ke arah Evan. Dirinya mengecek e-tiket dari handphoneku dengan wajah serius.

"Tiket pesawat Maya udah gue beliin, kalian bisa berangkat berdua sore ini, anggap aja ini hadiah perkawinan kalian dari gue untuk kedua kalinya, rental mobil selama di Yogya udah beres semua, nanti gue kasih nomor telepon sopirnya dan kalian bisa tagih biaya rentalnya ke gue, ok?" Tanyaku final dengan mencoba negosiasi mengeluarkan senjata terakhir.

Lalu kulihat wajah Evan berbinar, dirinya terkekeh.

"Nahhhh kalo gini kan enak, biaya semua terjamin, gue sih sekarang yakin petugas-petugas di bandara gak bakalan tau kalo gue gantiin lu" Evan berdiri dari duduknya sambil mengedipkan sebelah matanya ke arahku.

"Ok bro, thanks ya, gue balik dulu, jemput Maya, packing, terus ke bandara" Evan menepuk pundakku sambil berjalan ke arah pintu ruangan kerjanya meninggalkanku yang terdiam.

Barusan itu Evan ngerjain gue atau apa ya?

Aku menoleh ke arah pintu yang sudah menutup, Evan kabur dengan sangat cepat dari ruangannya.

Dasar kembar sialan!!!

°°°

Vani tertawa lepas mendengar ceritaku soal kejadian tadi pagi.

"Kayanya kembaran mas Ivan itu masang susuk ngeselin ya hahaahaha"

Tak apalah ngeluarin uang double tapi diganti dengan melihat wajah cantiknya yang tertawa sampai wajahnya terlihat merah.

Aku mengusap pipinya.

Vani langsung terdiam mematung.

Tubuhnya reflek bergerak menjauhiku.

Keningku berkerut bingung.

Vani menggeleng.

"Itu tangan jangan sampe nanti narik tengkukku terus kita ciuman ya" Katanya dengan muka serius.

Aku terkekeh.

"Siapa yang mau nyium, cuma ngusap pipinya aja, emang mau aku cium ya? Bilang aja" Aku bergerak mendekati dirinya.

Vani meringis dan bangkit dari sofa.

"Mas Ipin, jangan mulai ya, nanti kebablasan gimana? Buku nikah belum ada lho"

Aku kembali terkekeh.

"Nyebutin buku nikah terus, pengen cepat-cepat aku periksa yang basah-basah ya" Kataku sambil menaikkan sebelah alisku.

"Ishhh" Vani melotot ke arahku, dirinya berdiri bersandar di meja makan.

"Kenapa jadi mikirnya ke situ sih?" Tanyanya dengan wajah bersemburat merah.

Aku menatap wajahnya dengan tersenyum.

Memang hubungan kami masih seumur jagung, seminggu aja belum. Baru jadian kemarin.

Tapi rasanya ko ingin memiliki dirinya seutuhnya, dalam artian bukan nafsu ya.

Aku merasa ada kecocokan di antara kami.

Kalau aku memberitahukan Evan aku serius dan memutuskan untuk menikah, Evan pasti berteriak keras di telingaku.

"Kenapa senyum-senyum? Pasti mikir yang aneh-aneh ya?" Suara Vani membuyarkan lamunanku.

Aku menggeleng.

"Kalau kita nikah, kecepatan gak ya?" Tanyaku dengan suara pelan.

Kulihat wajahnya berubah.

"Mau meriksa itu aku ya?" Tanyanya panik.

"Hahahahaha..." Aku terbahak.

"Gak lah Van, masa mau nikah cuma mau meriksa itu aja. Aku mau nikah karena umur aku udah cukup matang buat nikah, dan aku ngerasa kita cocok" Kataku setelah dapat menghentikan tawaku.

Vani masih menampakkan wajah panik.

"Kayanya kecepatan deh mas, eh tapi bukannya aku gak mau cepat-cepat nikah, kenapa gak kita jalanin dulu buat lebih saling mengenal?" Vani kembali duduk di sebelahku.

Aku mengangguk.

"Saling mengenal, baiklah, bagaimana kalo kita mengenal mulai dari bibir dulu" Kataku sambil mengerling ke arahnya.

"Ya ampun tuh kan mulai lagi" Vani bangkit dari duduknya sebelum tanganku menggapai tangannya.

Aku terkekeh.

Tbc

Up pertama di awal weekend ini, tadinya mau menamatkan cerita mas Ipin, tapi keknya kecepatan ya, mereka baru kemarin jadian.

Hehehe.
Enjoy reading yaa 😘😘😘

perfumedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang