[15] Merindukanmu

452 32 4
                                    

Aku hanya terdiam di kelas dengan buku novel di tanganku, sampai pada akhirnya ketiga sahabatku datang.

"Luna!" Teriak mereka.

Aku hanya tersenyum ke arah mereka.

"Elu kenapa? Sakit?" Tanya Ola.

Aku hanya menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya bahwa aku baik-baik saja.

"Elu gak biasanya gini, Lun." Kata Widia.

Aku tersenyum, "I'm fine."

Tak lama pun, jam pelajaran pertama di mulai. Aku melihat ke arah tempat duduk Niko, dia terlihat baik-baik saja. Sudahlah, ini jam pelajaran aku harus fokus belajar.

***

Bel istirahat berbunyi.

Aku dengan ketiga sahabatku berjalan ke arah kantin untuk membeli jajanan. Namun, saat aku telah sampai di kantin, aku di hadang oleh datangnya Rivaldo.

"Aluna,"

Aku hanya tersenyum ke arah Rivaldo.

"Kamu mau makan kan? Ayo, sama aku aja." Kata Rivaldo dengan manisnya.

Tumben sekali Rivaldo berbicara menggunakan aku-kamu. Tidak seperti biasanya.

Aku melirik di meja sebelahku disana ada ketiga sahabatku yang terus memperhatikanku dengan Rivaldo, aku hanya menghela nafas. Entahlah, aku merasakan lelah dan pusing saat ini.

Aku melihat Niko yang sedang tertawa dengan teman-temannya, Niko sedikit pun tak ada melirikku atau pun menyapaku. Aku merasa seperti tak ada di matanya, kenapa begini? Niko seperti menjauhiku.

Ini semua karenaku. Aku yang memulainya.

Aku merasa RINDU.

Aku memakan makanan yang tadi Rivaldo pesankan untukku, Rivaldo menceritakan sebuah cerita yang begitu lucu dan aku merasakan kebahagiaan.

Dulu, aku sangat menginginkan ini. Dulu, aku sangat bermimpi bisa selalu berada di sisi Rivaldo. Sekarang, dengan mudahnya dan leluasanya aku bisa berada di dekat Rivaldo. Ini nyata dan sungguhan. Aku tak percaya akan hal ini. Tetapi, rasanya aku merasa bersalah juga dengan Niko.

Tapi, sesuai janji yang sudah aku dan Niko sepakati dan juga dengan kemauannya Niko. Aku dan Niko berjauhan.

"Luna, kamu kok diam aja?"

Aku menatap Rivaldo. "Oh gak, aku gak papa."


"Kamu mikirin apa?"

"Gak mikirin apa-apa kok."

Tak lama pun bel selesai istirahat berbunyi.
Aku segera pergi menuju kelas.

"Luna," Ketiga sahabatku mencegatku.

"Lo sama Rivaldo pacaran?" Pertanyaan dari Widia membuatku kaget.

"Gak! Gak kok." Jawabku.

"Kenapa lo bisa jadi dekat gitu sama Rival? Aneh banget tau gak."

"Gue gak tau."

"Terus lo sama Niko, gimana?" Tanya Nana dengan raut wajah yang memaksa.

"Gue– gue sama Niko p-putus."

"APA!" Teriak ketiga sahabatku.

Aku langsung saja menarik mereka untuk mengikutiku ke belakang kelas.

"Kalian jangan teriak-teriak dong." Kataku dengan cemas.

"Kok lo bisa putus sama Niko sih? Kenapa?" tanya Widia.

"Niko yang putusin gue."

"Kenapa? Pasti ada alasannya kan."

"Niko putusin gue karena Rivaldo."

"Brengsek! Pasti ini karena lo deket sama Rivaldo kan. Lo tuh juga ngapain sih deket-deket lagi sama Rivaldo, udah tau Rivaldo itu gak suka sama lo. Lo ga mikirin sih Niko apa? Dia itu suka sama lo, Luna." Kata Widia dengan wajah yang tak percaya.

"Gue gak ada deketin Rivaldo kok. Rivaldo yang deketin gue duluan."

"Apa? Rivaldo duluan?" Nana memasang wajah tak percayanya. "Kesambet apaan tuh orang?"

"Niko nyerah hadapain gue, dia capek. Dia pilih mundur." Kataku dengan wajah sedih. Tanpa kusadari, aku menangis.

"Gue kangen Niko. Niko jauhin gue, dia bukan kayak Niko yang selama ini gue kenal. Gue merasa bersalah udah mainin dia, gue gak bisa suka sama Niko apalagi sayang. Gue udah terlalu buta karena Rivaldo."

Ketiga sahabatku pun memelukku.

"Udah... Jangan nangis." Kata Ola.

"Gue tuh bodoh." Bisikku.

"Gak... Lo gak bodoh. Cuman lo itu gak pinter doang." Kata Widia.

"Udah ah, ayo kita ke kelas." Kata Nana.


***

Rindu itu berat
Dan saat ini aku rindu

Aku merindukanmu...


-Aluna, Dilema-

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang