[18] Penyesalan

776 36 4
                                    

Aku terdiam diatas tempat tidurku, aku memikirkan semua hal yang terjadi beberapa bulan ini. Aku yang selalu mengejar-ngejar Rivaldo, aku yang selalu di sakiti Rivaldo, aku yang selalu di nilai bodoh dan rendahan oleh siswa-siswi di sekolahku karena selalu mengejar Rivaldo, aku yang selalu di tatap sinis rendah oleh siswa-siswi di sekolahku karena menjadi murid populer dan pandai dan aku selalu mengingat Niko yang menjauh dariku dan yang selalu menganggapku tak ada di sekitarnya.

Aku menyesal akan semua hal yang terjadi padaku, seharusnya aku tak usah kenal Rivaldo, seharusnya aku tak suka dengannya, seharusnya aku tak begitu bodoh menerima cinta palsunya, seharusnya aku bisa menilai orang. Apa dia baik atau tidak, seharusnya aku mendengarkan perkataan sahabatku dan seharusnya aku tidak jahat ke Niko.

Astaga! Sebegitu bodohnya aku. Rivaldo berkata benar bahwa aku ini bodoh.

Paras yang tampan belum tentu dia yang terbaik.

Aku menyesal benar-benar menyesal. Sebulan bersama Rivaldo, aku dan dia dalam hubungan sebatas taruhannya.

AKU BUKAN PACAR RIVALDO TETAPI BAHAN TARUHANNYA.

All I know at the end of the day is you want what you want and you say what you say

Handphone-ku berdering pertanda ada telepon masuk dan ternyata itu telpon dari Ola.

"Halo, La."

Aku mendengar helaan nafas seperti lelah.

"ALUNA!"

Aku menjauhkan handphone-ku dari telingaku, teriakan Ola membuat telingaku berdengung.

"Gak usah teriak. Gue gak budek."

"Sorry deh ya. Lu dimana?"

Aku hanya diam.

"Lun? Lo kok diem, kenapa?"

"Gue gak papa kok. Gua ada di rumah kenapa emang?"

"Lun. Lo buka pintu rumah lo sekarang."

Aku mengernyit bingung.

"Ngapain?"

"Udeh buka aja."

Aku berjalan menuruni tangga dengan handphone-ku yang masih kutempelkan di telingaku, ketika aku telah sampai di depan pintu rumahku. Aku pun membuka pintu dan melihat ketiga temanku dengan wajah yang kelelahan.

Aku mematikan teleponnya.

"Kalian kenapa?"

"Lun. Izinkan gue masuk rumah lo, ini cuaca panas dan gue kepanasan sekaligus kehausan." Kata Ola.

Aku pun membiarkan mereka masuk.

Setelah sampai di kamarku, aku pun menatap mereka.

"So... Kalian kenapa?"

"Lun. Lo bakal shock banget denger nih cerita." Kata Ola.

Aku mengernyit. "Emang ada apa sih?"

"Tadi... Tadi kita liat Niko sama Rivaldo berantem!" Ucapan Nana lantas membuatku kaget tak percaya.

"Mereka berantem? Kok bisa? Kenapa?" Aku bertanya dengan khawatir.

"Kita juga gak tau, Lun, yang jelas gua bisa liat Niko pasang muka marah." Kata Widia.

"Gue yakin besok bakal ada gosip HOT." Kata Ola dengan menekan kata terakhir.

Aku pun terduduk di tempat tidurku, aku membayangkan apa yang terjadi di antara Niko dan Rivaldo. 

"Lun. Are you oke?"  Widia bertanya padaku.

Aku tersenyum, "I'm good."

Besok aku harus bertemu dengan Niko dan kalau bisa pun aku juga harus bertemu dengan Rivaldo. Banyak yang harus kutanyakan kepada mereka berdua.

***

Yang membuatmu patah hati sebenarnya bukan cinta, melainkan besarnya harapan 
yang kau pertaruhkan untuknya.

-Christian Simamora -

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang