1

636 81 64
                                    


"Anjir Ren nih tembok tinggi banget. lo yakin kita bisa manjatin? Bisa-bisa sobek rok baru gue." Arabela Aulia, gadis berambut sepinggang itu berdecak sambil memandang bergantian tembok setinggi 2 meter di depannya dan gadis di sebelahnya yang terlihat sedang berancang-ancang untuk memanjat.

"Yaelah Bel, kalo manjat tembok rumah lo yang tingginya 3 meter itu tiap malam aja lo bisa. Giliran manjat tembok segini aja banyak bacot lo." sahut Renata Anindira. Gadis yang identik dengan rambut hitam legamnya itu yang kini sudah berada di atas tembok. "Buruan lo manjat pe'a sebelum ketahuan bu Siska." fyi aja (bu siska adalah guru BK yang selalu patroli keliling sekolah saat upacara atau saat jam KBM berlangsung. Kalo ada siswa yang melakukan pelanggaran terus kepergok sama dia. Siap-siap aja lo kena siraman rohani plus jadi cleaning service dadakan).

"Iya-iya, sabar monyet." dengan agak terpaksa Bela pun memanjat tembok setinggi 2 meter itu untuk menyusul Renata dan merelakan rok yang baru di jahit pendek kemarin untuk tersobek sedikit bagian bawahnya karena memanjat tembok belakang sekolah.

Renata Anindira dan Arabela Aulia. Dua gadis yang sudah bersahabat sejak duduk di bangku sekolah dasar itu, kini sudah 2 bulan duduk di kelas 10 SMA Nusantara.

*****

"Gimana Van? Ntar malam lo dateng nggak ke club biasa? Gue kesepian nih tanpa hadirnya lo." ujar Kevin dengan mimik wajah yang sok imut dan gaya bicaranya yang di buat se-unyu mungkin.

"Anjing lo Kevin maho, jijik gue." dia, Revano Admajaya lelaki berbadge kelas 10 di lengan sebelah kanan kameja putihnya dan badge berlambang SMA Nusantara sebelah kiri. pria dengan sejuta pesona itu memandang jijik teman seperjuangannya yang duduk di depannya. "Makanya lo cari cewek sana. Supaya lo gak pisang sama pisang. Sekali-kali lo cari suasana baru, pisang sama pepaya misalnya?" seru Revan yang langsung mengundang tawa semua orang yang duduk satu meja dengannya.

"Bangsat lo Van. Gue normal ya. Gue juga masih suka ngeces kalo ngeliat cewek-cewek sexy di club, itu tandanya gue normal njing." dengan pandangan kesal Kevin melempar kulit kacang didepannya ke muka Revan, tapi gagal karena Revan langsung menghindar.

"Ck, dari perkataan lo barusan yah Vin, itu sama aja kayak lo masih meragukan ke jantanan lo sendiri sebagai seorang pria normal," kekeh Gio yang sedang menyeruput jus alvokadnya. "Gue punya banyak temen cewek yang single. Kalo lo mau, lo bisa tinggal milih aja. Temen-temen cewek gue tempat nongkrongnnya deket kok. Cuma di taman lawang aja." perkataan Gio sukses membuat mereka tertawa tapi tidak dengan Kevin yang kekesalanya bertambah dua kali lipat.

"Gio sialan," desis Kevin yang membuat tawa mereka semakin menggema di seluruh sudut kantin. "Lagian nih ya. Gue tuh nggak punya cewek bukan berarti gue nggak normal Oncom!" Kevin menekankan kata terakhirnya di depan gio dengan mata yang setengah melotot. "gue Cuma lagi nunggu si Renata jomblo aja. Kalo udah jomblo, baru deh gue sikat." lanjutnya dengan mata yang menatap ke langit-langit kantin.

Perkataannya sukses membuat tawa mereka terhenti dan Revan yang menatapnya tajam. Sangat tajam. Jika saja tatapannya adalah sebuat pisau, bisa di pastikan saat ini Kevin sudah tidak bernyawa dengan bagian tubuh yang terpisah-pisah.

"Bosan hidup lo? Butuh tiket ke neraka?"suara indah Revan terdengar begitu sadis di telinga Kevin.


"Canda bos, canda. Hehe." Kevin mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V dengan cengiran canggungnya.

Ya. Renata dan Revano adalah sepasang kekasih. Mereka berpacaran sejak kelas VIII semester 2. Kini hubungan mereka sudah menjelang 2 tahun.

Ada begitu banyak hal terpendam yang terjadi dalam hubungan mereka. Mereka tau setiap jengkal kebenarannya. Tapi sama-sama bersikap tidak tau apa-apa.

*****

Pukul 11.00 . Renata dan Bela baru memasuki kelasnya 10 IPA 3 yang kala itu tidak terlalu ramai mengingat ini adalah jam istirahat.

"Yah, Bel udah istirahat. Kita jadi ketinggalan pelajaran pertama deh," ucap renata dengan wajah lesu yang kentara di buat-buat.

Bela terkekeh dan meninju pelan bahu Renata "Anjir, bilang aja lo bersyukur karna kita masuk di saat Pak Beni udah nggak dikelas."

"Hehe.. tau aja loh bitch." Renata dan Bela duduk di kursi kebesaran mereka yang terletak di pojok kelas.

"HEH?! Lo yang namanya Renata kan?" 3 perempuan dengan pakaian mini ketat yang setau Renata adalah baju cheers itu tiba-tiba masuk kekelasnya tanpa izin lalu berdiri di samping meja Renata dan bertanya padanya dengan nada songong sambil menaikan dagunya tinggi-tinggi agar terlihat angkuh.

Bela menyenggol bahu Renata dan menatap matanya seakan bertanya 'siapa nih cewek songong?' dan Renata hanya mengangkat bahunya acuh seakan berkata 'gue nggak kenal'.

Renata melipat tangannya di depan dada sambil menaikan sebelah alisnya.

"iya. Gue Renata,"jawab Renata santai tanpa mau repot-repot berdiri dari kursi kebesarannya. "Lo ada perlu apa sama gue?"

Wanita yang berada di tengah yang menurut Renata adalah pemimpinnya itu menatap Renata dengan mata melotot, mungkin jika matanya lebih melotot sedikit lagi bola matanya akan menggelinding keluar.

"Lo junior yang nggak tau hormat yah? Kalo lagi bicara sama senior itu berdiri! Dan kepala lo tundukin!apalagi sama gue! Gue itu ketua cheers di SMA Nusantara ini!"

'Oh.. ternyata senior toh.' Renata membatin. Kemudian Renata tersenyum miring dan menatap sinis ketiga cewek yang menurutya gila popularitas itu.

"Lo fikir lo siapa yang bisa nyuruh gue duduk berdiri, angkat kepala dan nunduk seenaknya? Emang kenapa kalo lo senior di sini? Mau lo alumni di sini pun gue gak peduli! Dan, ahh ketua cheers ya? Cheers itu yang isinya bitch semua kan? Ngumbar paha sama dada ke semua orang sebagai tontonan gratis?" nada suara Renata begitu sinis dengan tatapan mengejek "ck, ngumbar paha sama dada, udah kayak ayam aja yah Bel?" Renata menatap bela dan sedetik kemudian mereka berdua tertawa, bukan hanya mereka, bahkan teman sekelas mereka pun tertawa walaupun sembunyi-sembunyi mengigat bahan leluconnya adalah senior mereka.

Wajah wanita di depannya memerah bukan hanya karna kesal, tetapi juga karna malu. Renata membuatnya menjadi bahan lelucon.

Dia tidak menyangka jika Renata adalah wanita yang berani, karena menurutnya wajah renata terlihat polos dan itu membuatnya mudah membully renata, tapi ternyata dia salah.walaupun dia banyak mendengar kalau renata adalah seorang bad girl, tapi dia tidak mempercayainya, hingga beberapa menit yang lalu.

Dengan amarah yang memuncak, dia memberi kode pada dua teman di belakangnnya untuk pergi dari kelas renata.

"Dia nggak seperti yang gue fikirin, dia bukan lawan yang mudah buat gue."

"jalanin aja sesuai rencana awal. Kalo gak berhasil, kita ke plan B" .

Not Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang