(8) Karena cinta

3.7K 243 35
                                        

Karena cinta, jangan sampai yang haram dijadikan halal.

***

Rissa memutuskan untuk bermalam di rumah orangtuanya sembari menunggu kepulangan Arief. Ia tidak ingin sendiri di rumah, selain kesepian Rissa bisa mengamankan diri dari kedatangan Qausar Hatta Yunanda.

"Nomor telepon temen-temennya gak ada, Ris?"

"Gak ada, Mi. Kalo ada udah Rissa telepon."

"Umi Alya tau gak kalo handpone suamimu itu tidak aktif?" tanya Rani yang terus saja sibuk dengan gadgetnya, maklum ibu-ibu sosialita.

"Tau, Mi. Umi Alya bilang gak usah khawatir mungkin handphone-nya rusak."

"Tapi kan, Ris, kalo handpone Arief rusak dia bisa ngabarin lewat handphone temennya."

"Itu dia yang Rissa pikirin."

"Udah gak usah banyak asumsi, doain aja Arief baik-baik di sana." Adam muncul sambil membenarkan dasinya. "Ayo, Mi, jadi kan bareng Abi?"

"Bentar-bentar, Bi," kata Rani yang tengah mengetik sesuatu.

Rissa mendesah pelan. "Entar Abi telat loh, Mi."

"Iya-iya." Kedua orang tua Rissa pun pamit pergi. Adam mengantar Rani bertemu teman-teman pengajian sekaligus arisannya setelah itu ia baru berangkat ke kantor. Sementara Rissa hari ini tidak ada jadwal mengajar.

***

Ini sudah seminggu Arief berada di rumah Naura. Keadaannya sudah semakin membaik, hari ini pun ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Rasa rindunya pada Rissa sudah membludak.

Naura sedang bercermin diruang tamu, diam-diam ia memperhatikan Arief yang lagi melamun. Perempuan itu mengukir senyum. Melamun aja kamu ganteng mas, batin Naura.

Semakin hari rasa sukanya pada Arief semakin membesar, mungkin sudah berkembang menjadi rasa sayang, dan lama-kelamaan bisa bertambah menjadi rasa cinta. Jika sudah begitu, Naura pasti bingung. Bingung ingin mengambil tindakan apa? karena lelaki yang disukainya itu merupakan suami orang.

"Kamu kenapa liatin aku begitu?"

Naura tersentak, ia lantas menggeleng cemas. "Aku pergi kuliah dulu ya mas. Kalo mas ingin makan, sudah aku siapkan." Kini Arief sudah bisa makan sendiri, tanpa disuap. Tangan kanannya sudah bisa digerakkan meski masih sedikit nyeri.

"Naura, bagaimana tentang permintaan yang aku ajukan ke kamu?"

Naura memutar tubuhnya yang tadi membelakangi Arief. Ini yang Naura takutkan selama ini, tentang kembalinya ia kepada Rissa. Perempuan itu menatap Arief sendu, ia terdiam.

"Aku tidak mungkin lama-lama di Mesir, apalagi tinggal di rumah orang yang bukan mahramku. Kalau soal pengembalian uangnya, tenang aja. Kalo aku sudah sampai di Indonesia langsung aku transfer."

"Bukan soal uangnya, mas."

"Terus?"

Bodoh. Berkali-kali Naura merutuk dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia bicara bukan soal uang, jadi ia harus memikirkan suatu alasan yang masuk akal. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya, kalau dirinya itu tidak mau berpisah dari Arief. Bisa-bisa Arief ilfel padanya.

Love in HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang