(11) Kapten, kami merindukanmu

2.2K 142 41
                                    

Melainkan kehadiranmu, tak ada yang lebih penting saat ini.

***

Rissa merebahkan tubuhnya di atas kasur, kejadian dimana Qausar mengucapkan duka cita membuatnya semakin terpukul. Sambil menatap langit-langit kamar, ia berceloteh.

"Rief, aku masih belum percaya kalo kamu pergi ninggalin aku, aku yakin di suatu tempat kamu pasti lagi baik-baik aja kan? gak kaya yang dibilang orang-orang."

Air mata terus mengalir sampai tak memberi ruang pada pipi untuk berteduh. Kini Rissa sudah seperti orang putus asa. Sesekali ia menyadari akan keburukan itu. Kadang juga beristighfar kala tangisnya sudah melampaui batas.

"Rief, aku kangen kekonyolan kamu, aku kangen kejahilan kamu, aku kangen keromantisan kamu, aku kangen nasehat kamu, aku kangen kita berantem, aku kangen semua yang ada di kamu. Aku mohon Rief jangan jad-"

Auto terdiam setelah mendengar langkah kaki berjalan ke arah kamarnya. Tidak ada orang lain yang tinggal di rumah tersebut selain dirinya. Rissa menjadi takut, ia pun mulai berdiri dan mengunci pintu kamar cepat-cepat lalu meraih sebuah guci.

Kini jantungnya berdegup karena suara itu semakin mendekat dan...

Tok... Tok...

"Ya Allah lindungilah aku!" pintanya tengah ketakutan.

Tok... Tok...

Rissa berdiri dibalik pintu, ia bingung harus melakukan apa.

"Ris, ini aku Nifa. Aku masuk karena pintu diluar gak dikunci."

Rissa terduduk lemas sembari membuang nafas.

"Ris, kamu ada di dalam kan?'

"Kamu nakutin aku tau gak!" sungut Rissa setelah membuka pintu kamarnya.

"Ya maaf, itu juga salah kamu kenapa gak ngunci pintu. Untung yang masuk aku, coba kalo penjahat," ujar Nifa masuk membuntuti Rissa.

"Jangan di cobalah!"

"Aku gak nyuruh kamu nyoba."

"Ngapain ke sini?" tanya Rissa sambil menuangkan air putih untuk Nifa, karena di kamarnya hanya ada air putih.

"Gak boleh apa aku datang untuk ngehibur sahabat aku."

Rissa langsung menghambur memeluk Nifa. Lagi-lagi ia keluarkan air mata yang sejak tadi berteriak ingin terjun.

"Cup cup cup. Jangan sedih lagi ya baby, kamu harus ikhlas," Nifa berkata sambil mengelus punggung Rissa.

"Fa, kamu yakin gak kalo Arief udah ninggal?" Rissa terisak-isak saat mengatakan itu.

"Kamu nanya apa sih? Jelas-jelas kemarin aku ikut tiga hari tahlilannya Arief."

"Tapi kan jasadnya belum ketemu, Fa. Aku gak yakin aja."

"Ya, aku tau kalo kamu masih shock dan belum bisa Nerima ini semua tapi kamu harus ikhlas. Biarkan Arief tenang di sana."

"Aku bakal ikhlas kalo aku bisa ngeliat jasadnya, ini beritanya aja gak valid Umi Riska sama yang lainnya main percaya aja."

"Udah-udah gak usah nangis lagi, aku datang ke sini buat ngehibur kamu bukan untuk buat kamu sedih, Ris. Yang penting apapun keputusan kamu aku selalu dukung dan sekarang kita-" Nifa menggantung kalimatnya di udara, "kita jalan-jalan makan gado-gado pakde Karwo!" seru Nifa kegirangan.

Rissa mendengus. "Bisa gak sekali aja kita makan yang lain. Enggak di kantor, enggak di luar makannya gado mulu," protes Rissa tak setuju.

Gadis dua puluh lima tahun itu memanyunkan bibirnya. "Iya deh iya. Demi ngebuat Rissa bahagia, Nifa ikhlas enggak makan gado-gado sehari. Hehe."

Love in HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang