Rindu ku padamu itu tanpa panjang dan lebar, tak dapat dihitung dan tak dapat diukur.
***
Sudah sebulan ini Rissa bersedih hati, itu artinya sudah sebulan juga Arief belum balik ke tanah air. Ia sangat merasa bersalah kepada Rissa. Tapi ini seratus persen bukan kehendaknya, garis takdir membuatnya harus terkurung dalam kisah yang miris.
"Mas, kamu udah makan?" tanya Naura.
Arief tak menjawab, ia sibuk dengan lamunannya. Arief masih belum percaya dengan semua ini. Bagaimana mana ia akan menjelaskan kepada keluarganya dan Rissa.
"Mas Arief?" Naura memegang pundak Arief, membuat lelaki itu tersentak.
"Iya?"
"Mas udah makan belum?" tanyanya ulang.
"Aku gak selera makan," ungkap Arief.
"Pasti karena Mbak Rissa lagi ya?"
"Kenapa sih aku harus terjebak disini?!" Arief seakan menyesali takdir.
Naura mengambil alih duduk di samping Arief. "Mas, aku minta maaf. Semua ini memang salahku," ujar Naura.
Arief bergeleng. "Ini bukan salahmu, Nau! ini salahku yang tidak bisa menjaga diri sendiri, dan akibatnya menjadi seperti ini." Arief mendesah panjang, membuang nafas kekesalan. Namun tak tahu kesal terhadap siapa.
"Mas, tenang aku akan membatu mas membicarakan ini kepada Mbak Rissa."
"Bagaimana caranya? Apakah Rissa akan menerima?"
"Insyaallah. Tapi mas makan ya?" pinta Naura yang begitu perhatian terhadap Arief.
"Nanti aja, Nau. Kalo aku lapar aku bisa ambil sendiri."
***
Selama seminggu ini keluarga Arief sibuk mencari dirinya karena benar-benar kehilangan informasi. Teman-teman Arief sudah pulang ke Indonesia semenjak seminggu lalu. Rissa dan kedua mertuanya telah menanyakan perihal Arief dengan teman-teman Arief, komandan teratas juga rekan-rekan Arief yang lain. Namun, tidak ada seorang pun mengetahui. Hal itu membuat mereka khawatir. Sebab itu juga, pekerjaan Rissa jadi sering terbengkalai.
"Umi, rasanya Rissa pengen pergi ke Gaza buat mastikan Arief ada atau enggak disana."
"Ris, kamu jangan ngaco ah! Itu berbahaya buat kamu," kata Alya.
"Tapi Mi—"
"Kan teman-teman Arief bilang, gak ada satu orang Indonesia pun yang tertinggal disana. Apalagi waktu itu Arief sudah hilang jejak duluan sebelum pulang ke Indonesia."
"Iya, Mi. Itukan karena Arief udah dibuang sama Tentara Israel ke laut lepas." Rissa menitikkan air matanya.
Alya memeluk anak menantunya itu. "Sabar ya, sayang. Kita berdoa aja Arief selalu dalam lindungan Allah. Kan sekarang Jendral TNI udah nyuruh bawahannya untuk mencari Arief."
Rissa mengangguk dalam dekapan Alya. "Kalo tau gini, Rissa nyesal udah ngizinin Arief pergi, Mi."
"Udah, gak usah nyesalin yang udah terjadi. Yang penting doa kamu jangan putus buat Arief."
"Pasti, Mi." Rissa bangun dari pelukan Alya dan menyeka air matanya.
"Kamu gak ngajar hari ini?" tanya Alya.
"Rissa gak pernah fokus ngajar kalo Arief belum pulang, Mi."
"Ris, jangan kaya gitu. Kasihan mahasiswa kamu mereka butuh kamu. Lagian kamu mau berdosa karena gak jalani kewajiban?"
Rissa menggeleng. "Gak, Mi. Ya udah Rissa bakal ngajar lagi."
"Nah gitu dong," ujar Alya.
"Assalamualaikum," ucap Reyhan yang baru saja memarkirkan motornya di halaman rumah Alya.
"Wa'alaikumussalam," jawab Rissa dan Alya bersamaan.
"Gimana ada kabar tentang abang kamu, Han?" tanya Alya pada keponakannya itu.
"Polisi sudah melacak keberadaan bang Arief di Indonesia, Tan. Tapi jelas hasilnya nihil," jelas Reyhan.
"Ya pasti gak adalah, orang keberadaan Arief terakhir di Gaza," timbrung Rissa.
"Iya, teh. Siapa tau kan abang Arief udah pulang ke Indo dan ternyata dapat musibah disini kemudian dia gak bisa pulang ke rumah. Pokoknya kita doain aja yang terbaik. Teteh yang sabar!"
Anak pertama dari Farzan dan Jani itu pun mencoba menenangkan kakak sepupu iparnya.
"Umi!" Rissa menangis dan kembali memeluk mertuanya dalam-dalam. "Rissa kangen Arief!" sambungnya.
"Sabar, Ris! Umi juga kok, bukan kamu aja. Reyhan juga. Iya kan, Han?" Mata Alya beralih pada Reyhan.
"Iya, Tan."
***
Setelah Alya menasihati dirinya, akhirnya Rissa kembali mengajar. Perempuan itu mendorong pintu prodi dengan santai, menuju ruang mengajarnya. Seisi gedung itu memperhatikan Rissa yang berjalan dengan high heels mengkilap serta gaya modisnya.
Begitu banyak para mahasiswa yang menggodanya, tapi Rissa cuek saja. Ia tetap berjalan menuju ruang kerjanya terlebih dahulu. Menaruh tas dan hendak duduk, namun ia urungkan ketika melihat sepucuk bunga mawar dengan selembar kertas.
Dari siapa? Hati Rissa membatin. Tangannya terulur untuk mengambil bunga tersebut dan membaca untaian katanya.
Assalamualaikum, cantik!
Semangat beraktivitas ya! Tulisan singkat itu membuat Rissa mengernyitkan dahinya.Rissa berjalan menuju kotak sampah terdekat. Saat hendak memasukkan kedua benda tersebut, Qausar datang mengagetkan.
"Gak menghargai banget!"
Rissa menoleh. "Oh, jadi kamu yang ngasih ini?"
"Iya, tadinya aku pikir kamu bakal semangat kerja lagi setelah nerima bunga ini, tapi dihargai aja gak," ujar Qausar.
"Terimakasih tapi aku gak butuh ini, Sar!" Rissa menyerahkan kembali pemberian Qausar. "Ini, maaf!"
"Ris, kenapa sih kamu gak pernah ngelirik aku sedikit aja?!" Qausar mendesah kasar.
"Aku udah punya suami, Sar!"
"Tapi suami kamu itu gak balik-balik lagi, Ris!"
"Kata siapa?" Rissa tidak suka dengan perkataan Qausar barusan. "Arief bakal balik lagi!" tegasnya, Kemudian ia melenggang pergi ke kelas.
"Ris!" Qausar mencoba memanggil namun diabaikan Rissa.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/103145919-288-k736466.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Halal
SpiritualPRIVATE ACAK. SILAHKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU UNTUK MEMBACA! #1 in wttys2018 (11.09.18) {Squel Sajadah Cinta} Kata siapa perjodohan itu hanya milik zaman Siti Nurbaya? Kata siapa perjodohan itu selalu berakhir menyedihkan? Kata siapa perjodohan itu...