Malam ini Yukhei merasa suasana hatinya benar-benar baik. Saat ini Yukhei sedang bersepeda dengan Haechan diboncenganya, setelah beberapa saat yang lalu Haechan memutuskan berkunjung ke rumahnya dan merengek pada Yukhei untuk wisata malam menggunakan sepeda yang bahkan telah berdebu di garasi. Kunjungan ketiga yang menyenangkan.Taman yang mereka kunjungi cukup sepi malam ini, padahal jam baru menunjukkan pukul 8.30 malam. Mungkin karena ini masih hari kerja sementara taman akan ramai pada akhir pekan.
"Hyung!!" Haechan memanggil pelan.
"Hnn?" Yukhei mendengung, masih fokus dengan jalanan dan kayuhannya pada pedal sepeda.
"Udara malam ini dingin sekali, boleh aku memeluk mu?" Tanya Haechan pelan.
Sepeda Yukhei sempat oleng saat Haechan berkata demikian. Yukhei merasa jantungnya berdetak cepat.
"Ya peluk saja." Jawab Yukhei pelan. Suara lembut yang akhirnya dapat keluar dari pita suaranya. Tanpa sadar rona kemerahan menghiasi pipinya.
Haechan tersenyum manis walau Yukhei tak dapat melihatnya. Ia segera melingkarkan lengannya di perut Yukhei.
"Yah!! Kau memang kedinginan." Kata Yukhei saat menggenggam tangan dingin Haechan di perutnya. Gejolak aneh memenuhi hati Yukhei, rasa was-was tentang siapa Haechan terus menggerogoti hatinya namun ia selalu berusaha menyangkalnya.
Haechan di sisinya, bersamanya. Harus seperti itu. Harus.
Biarkan Yukhei untuk menjadi bodoh dan buta sekali saja."Yeah! Memang sangat dingin." Haechan tersenyum kecut, ia benar-benar ingin menangis malam ini. Bisakah ia bersama dengan Yukhei? Bisakah semua berjalan normal? Bisakah ia berkata jujur? Bisakah? Dan bisakah?
"Malam semakin larut, mau aku antar pulang?"
"Hyung sudah lelah ya?" Haechan bertanya lembut.
"Tidak. Aku hanya khawatir kau flu." Jawab Yukhei jujur, walau faktanya ia juga benar-benar lelah. Seharian bekerja dari yayasan hingga perusahaan game. Kepalanya mau pecah dan tubuhnya seperti akan meleleh.
Haechan menyandarkan kepalanya di punggung Yukhei menikmati detak jantung Yukhei yang berpacu cepat.
"Baiklah. Tapi pelan-pelan saja ya hyung."Yukhei terkekeh, "Baiklah, aku tahu kau sangat menyukai waktu bersama ku."
Yukhei menyelipkan jemari kokohnya diantara jemari lentik Haechan dan menggenggamnya hangat.
"Ya." Haechan menjawab pelan, ia hanya semakin mengeratkan pelukanya dan menikmati hangatnya genggaman Yukhei.
Tanpa Yukhei sadari air mata Haechan telah membasahi pipi pucat itu.Perjalanan mereka benar-benar hening, tak ada percakapan apapun hingga tiba di rumah Haechan. Yukhei tak masalah, keheningan itu membuat hatinya menghangat.
"Kita sampai.."
Haechan mendongak menatap rumahnya yang gelap.
Rumah dengan perpaduan gaya Jepang dan Korea yang kental. Beberapa atap gazebo mengintip keluar dari pagar kayu mahoni yang di tanami bunga anggrek putih.
Rumah itu tampak benar-benar sepi, hanya ada satu lampu teras yang menyala dan beberapa lampu taman. Bahkan mereka dapat mendengar suara lonceng angin di gerbang.
"Kau sendirian?" Tanya Yukhei.
"Ya.. Mungkin orang tua ku di rumah sakit." Jawab Haechan.
Yukhei menyerit, "Siapa yang sakit?"
Mata Haechan bergerak ke segala arah. "Teman Tousan ku."
"Tousan?"
Haechan mengangguk. "Ya, Tousan dan Kaasan. Aku memiliki darah jepang. Kaasan ku orang Jepang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilogy Of Life - Story 2 - The Day Fall (YukHae)
Fiksi PenggemarMusim gugur kali ini benar-benar membawa Yukhei ikut gugur kedalam rasa cinta padanya. Yukhei Wong x Lee Haechan. Some chapter private.