Dua Belas

4.8K 200 0
                                    

Mobil Kak Fariq baru saja berlalu dari gerbang kampus. Aku melihat temanku Bella sedang berjalan di koridor. Segera aku berlari cepat dan menghampirinya. Kami sibuk membicarakan tentang persiapan untuk penampilan lusa. Aku akan baca puisi nanti dan Bella bermain kabaret.

“Alwa! Bella!”

Kak Sandra, seniorku yang merupakan salah satu pembimbingku di komunitas sastra memanggil.

“Kalian jam berapa hari ini selesai kuliahnya?” Tanya Kak Sandra.

“Jam dua belas sampai jam satu kami kosong Kak.” Jawab Bella.

“Lalu masuk lagi dan baru jam tiga baru selesai.” Lanjutku.

“Yasudah, nanti jam tiga kita latihan di tempat biasa ya. Usahakan cepat ya! Soalnya ada perubahan nanti.” Jelas Kak Sandra.

“Perubahan apa kak?” Tanyaku.

“Nanti saja kakak beritahu. Yasudah, kakak masuk kelas duluan ya! Sampai jumpa!”

Aku dan Bella memandang kepergian Kak Sandra dengan masih keadaan bingung. Perubahan apa yang dimaksud Kak Sandra? Lusa sudah penampilan, perubahan apa lagi yang mau dibuat?

“Sepertinya kalian penasaran dengan perubahan yang dimaksud Kak Sandra?” Diandra, orang yang akan menjadi pasanganku saat membaca puisi itu, tiba-tiba saja muncul. “Aku tahu perubahan yang dimaksud Kak Sandra.”

“Kenapa kamu sudah diberitahu, sedangkan kami belum?” Tanya Bella.

“Mm, mungkin karena Alwa harus menyiapkan mental dan melapangkan dada ketika mendengar perubahan ini. Sedangkan aku harus lebih semangat dan gigih lagi karena perubahan ini.”

“Apa maksudmu?” Selidikku.

“Baiklah kalau kalian ingin tahu, akan kuberitahu.” Diandra menatap kami seolah dia lebih dominan dalam pembicaraan ini. Dan akhirnya matanya yang picik itu menatapku lekat-lekat. “Kak Sandra melihatmu belakangan ini tidak terlalu menjiwai puisi saat membacanya, jadi akan diubah. Aku yang akan menjadi pemuisi utama dan kamu yang jadi pemuisi pendamping.”

“Apa?” Aku dan Bella sama-sama kaget.

“Ya begitulah  perubahannya. Kalian mungkin kaget dan tidak percaya. Tetapi itulah yang terjadi. Aku akan jadi pemuisi utama dan Alwa jadi pemuisi pendamping.”

“Tidak! Bagaimana mungkin ini terjadi? Alwa adalah pemeran utama dalam pementasan ini, kenapa dia hanya jadi pendamping?” Protes Bella. Aku hanya diam saja.

“Keadaan sudah berubah. Akulah yang menjadi pemeran utamanya.” Kata Diandra bangga. “Kamu yang tabah ya Alwa. Mungkin ini konsekuensi pernikahan dini. Kamu pasti sekarang lebih sibuk memikirkan urusan rumah tangga kamu, jadi kamu tidak fokus deh. Kamu sih, masih kuliah sudah berumah tangga, jadi menghambat kamu kan? Pernikahan dini itu hanyalah hal yang menyusahkan. Aku kasihan padamu Alwa.”

“Cukup Diandra!” Bentakku, “pernikahanku sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini. Sekarang pergilah sebelum aku semakin marah denganmu.” Kataku tegas.

“Owh… Takut… Baiklah aku pergi. Bye!”
Diandra pergi dengan langkah yang sok membanggakan diri. Aku dan Bella memalingkan wajah dan berjalan menuju kelas kami. Aku dan Bella tidak sudi memandang Diandra lebih lama bahkan meski hanya mengantar kepergiannya.

“Memuakkan sekali!” Gerutuku ketika kami sampai di kelas.

“Sudah Alwa, kamu sabar saja. Orang seperti dia itu tidak perlu ditanggapi. Apalagi sampai membuatmu putus asa.” Kata Bella berusaha menenangkanku.

My Husband Not Only Handsome (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang