Dua Puluh Dua

4K 182 0
                                    


Sampai dirumah, keadaan sepi. Dan Bu Mari justru bertanya kenapa aku tidak pulang dengan Kak Fariq.

“Lho, kenapa Nona pulang sendiri? Dimana Tuan Fariq?”

“Apa? Memangnya Kak Fariq belum pulang?”

“Belum Nona.”

“Oh mungkin hari ini dia lembur.”

“Oh begitu. Mm, Nona mau saya siapkan makan malamnya sekarang?”

“Tidak usah. Tunggu Kak Fariq saja.”

“Oh baiklah. Kalau begitu saya permisi.”

“Ya,”

Aku masih bingung memikirkan Kak Fariq. Kenapa dia tidak memberi kabar? Dimana dia?

Saat pulang dari kuliah saja ucapkan semuanya. Aku menunggumu di depan Zheda Castle nanti malam.

Yaampun, aku lupa pesannya tadi. Aku langsung berlari kembali ke luar.

“Ada apa Nona?”Tanya Bu Mari yang bingung melihatku.

“Saya lupa Bu. Hari ini saya janji untuk bertemu Kak Fariq di sebuah tempat. Itu sebabnya Kak Fariq belum pulang.”

“Oh, jadi sekarang Nona Alwa mau ke sana?”

“Iya Bu, saya buru-buru ini. Saya pergi dulu ya Bu, Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam,”

Aku terus berlari ke gerbang. Pak Adi heran melihatku. Dan aku hanya menjelaskan sekilas lalu dia pun membuka pintu. Kebetulan langsung ada taksi yang lewat. Langsung aku stop dan masuk.

Jalanan mendukungku. Lenggang dan sama sekali tidak terjebak lampu merah. Namun saat sudah mau dekat, macat tak bisa dihindari. Aku langsung menghentikan taksi dan menyerahkan ongkos ke sopir. Lalu bergegas keluar dan lari sekencang-kencangnya.

Sesampai di area Zheda Castle aku langsung mencari sosok kak Fariq. Aku menemukannya, dia duduk di salah satu kursi yang ada di taman Zheda Castle. Dia tidak hanya duduk biasa. Tetapi tertidur. Dia terlihat manis. Duduk bersandar dengan elegan layaknya tuan muda dari negeri gingseng yang melipat tangan dan menumpukkan kaki kananya di atas kaki kiri hingga kaki kanannya terlihat menggantung. Masih lengkap dengan setelan kantornya. Jas berwarna hitam, kemeja abu-abu, dasi hitam dan celana hitam serta sepatu hitam yang tetap mengkilap. Hanya rambutnya yang sedikit acak-acakan dan wajah lesuhnya yang menunjukkan dia baru pulang kantor.

Rasanya aku tidak mau mengganggu tidurnya. Dia nyenyak sekali. Pasti sudah lama menungguku. Aku memutuskan untuk ikut melakukan seperti yang dia lakukan. Aku duduk di sampingnya. Memandang sinar rembulan dan sesekali melempar pandangan ke samping menatapnya. Kak Fariq manis sekali. Seperti bayi yang polos. Innocent man.

Pria dewasa yang memiliki pesona luar biasa layaknya bayi yang murni tanpa dosa bak malaikat dan selalu dipuji oleh siapapun.
Lalu entah pada menit keberapa, aku sudah tertidur.

***

Aku merasa ada yang mengusap-ngusap kepalaku. Menyentuh keningku sangat lembut. Aromanya begitu khas di indra penciumanku. Suhu kulitnya dingin dan sejuk. Tiap sentuhannya semakin membuatku tenang. Aku merasa lebih damai.

Tunggu! Siapa yang melakukannya. Aku tersentak.

“Kenapa tidak membangunkanku dan justru ikut tidur?”

Aku menoleh ke asal suara. Kak Fariq? Ya, aku sudah mulai sadar sekarang.

“Mm, aku tidak tega membangunkan Kakak. Kakak nyenyak sekali tidurnya.” Kak Fariq tersenyum dan dia sudah tidak mengenakan jasnya lagi. Aku sadari jasnya sudah melekat di badanku. “Maaf, aku terlambat. Aku lupa. Kenapa Kakak tetap menungguku? Seharusnya Kakak menelponku saja.”

My Husband Not Only Handsome (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang