"Apa kabar?"
Kepalaku menoleh ke arah Kahna.
"Baik", singkatku.
Kemudian, keheningan melanda kami lagi. Setelah tragedi penculikan yang dilakukan oleh Kahna dari pesta perpisahannya sendiri. Kini kami sedang berada di rooftop rumah Kahna. Dulu, saat kami masih berpacaran, Kahna sempat menceritakan tempat fovorit yang selalau ia datangi ketika ia benar-benar ingin sendiri rumahnya.
"Hmm katanya tadi ada yang mau diomongin?", aku melirik nya yang sejak tadi sedang menatapku,"mau ngomong apa?".
"Sebentar".
"Hm?" Keningku mengkerut.
"Aku lagi ngerekam muka kamu disini", ia menunjuk kepalanya. "Dan disini", kemudian menunjuk dadanya.
"Apa sii?", kamu mau bikin aku jadi wanita yang sukses gagal move on ya. Heran. Lanjutku dalam hati.
"Besok aku berangkat". Lanjutnya, "dan kayaknya sebelum aku pergi, ada urusan yang masih belum selesai diantara kita yang harus kita selesain malam ini"
Aku menunduk. Ini yang tidak kusuka. Kembali mengingat dimasa kebodohanku yang memutuskan hubungan kita saat aku emosi. Tapi, itu lebih baik. Setidaknya, baik dulu ataupun malam ini semuanya sama kan. Kita memang sudah tidak ada hubungan apapun selain teman.
"Nay?"
"Iya?"
Kahna lagi-lagi menatapku. Duh kakiku lemas nih. Dia itu ga peka apa kalo ini calon-calon wanita gagal move on
"Kok ga mau liat aku si? Kamu marah ya karena aku saat itu pergi gitu aka tanpa ada kejelasan apapun?"
Ku tarik nafasku dengan dalam. Kemudian, kugelengkan kepala dan mencoba untuk menarik bibirku untuk tersenyum.
"Enggak. Justru karena aku malu", pelan tapi pasti aku mencoba untuk menatapnya walaupun sebenernya menatapnya itu membuatku sakit, "Maaf ya sama sikap aku yang saat itu. Aku lagi emosi, maaf kalo mungkin waktu itu perkataanku nyinggung kamu".
"Memang".
"Hm?"
Aku terdiam. Kahna membuang wajahnya dan menatap ke arah langit.
"Perkataan kamu waktu itu memang menyinggungku. Bahkan kamu memutuskan hubungan kita. Tapi bukan karena itu beberapa bulan terkahir ini aku ga ngasih penjelasan apapun sama kamu"
"Loh? Bukannya emang semuanya udah jelas? Dan..", sadar nadaku meninggi, ku turunkan kembali suaraku. "dan karena emang udah ga ada yang harus di bahas lagi kan".
"Kamu pikir aku terima pernyataan yang terlontar dimulut yang lagi emosi?"
Aku terdiam mendnegar Kahna meninggikan suaranya. Baru kali inu aku mendnegarnya, biasnaya setiap berbicara padaku, nada suara Kahna snagat lemah lembut.
"Kamu pikir aku terima atas smeua yang kamu putuskan?"
"Maksudnya?"
Kahna membuang nafasnya kasar dan mencoba menurunkan emosinya.
"Nay?", ia menoleh padaku dan menatap mataku dengan dalam. "Jangan pernah mengulangi kata-kata yang saat itu lagi. Oke?"
Kali ini, Kahna mengamit tanganku
"Selama ini aku coba buat ngerti kamu, aku coba untuk berfikir dalam segi pandangan kamu. Dan aku beri kamu waktu luang untuk meredakan emosi kamu yang yah aku tahu seberapa galaunya kamu 3 bupan belakang ini. Saat Bang Rio dan Nara bilang berapa kacaunya kamu sejak malam itu, aku mau datengin kamu dan bahas ini semunya tapi aku sadar, keputusan aku yang udah bulat buat pergi ke UK akan buat kamu semkain sakit hati. But trust me Hun, dimanapun aku nanti, perasaanku ga akan pernah berubah. Hati aku akan tetap sama. Makanya, 3 bulan kebelakang aku memberikan jarak antara kita. Aku yakin, kekasihku ini adalah wanita mandiri yang kuat dan hebat, dia ga akan terpuruk terlalu lama hanya karena permasalahn ini. Aku yakin itu, karena itu pula aku pilih kamu jadi wnaita yang aku cintai. Asal kamu tau, dalam hidup aku gak pernah salah pilih".
Aku masih terdiam dan mencerna ucapan Kahna.
"Kamu ngerti ga?"
Aku menggeleng
"Simplenya. Gak ada yang terjadi sama hubungan kita. Ga ada. Your mine and im yours. Got it?"
Ini, aku. Em. Gimana si. Em.
"Apa aku perlu ngajak kamu tidur dulu biar kamu percaya kalo aku ga akan ngehianatin kamu?"
Astaga. Dia punya pemikiran yang sama denganku. Percaya deh kalo dia emang coba liat dari segi sudut pandang aku
***
Sekrang aku dan Kahna sudah kembali pada pesta perpisahan Kahna. Entah kenapa hatiku lega, sejak tadi pula Kahma tidak melepaskan genggamannya dariku. Pipiku juga sepetinya lebih merah dibanding blash on yang ku pakai. Ternyata, selama ini Kahna tidak benar-benar pergi, ia memang sengaja memberikan ruang sendiri untukku untuk menyesuaikan diri tanpa nya, apalagi saat kejadian itu Ujian memang sudah berada di depan mata kami, jadi aku juga bisa fokus dengan ujiannya. Dan yang paling menakjubkan adalah semua ini di kendalikan oleh si kampret Nara. Si kampret itu dalangnya. Mungkin jika Nara tidak mencegah Kahna untuk menghampiri ku aku tidak akan fokus dengan ujian sekolah, mungkin jika bukan karena kampret Nara yang menonjok wajah tampan pacarku ini, Kahna ga akan sadar atas apa yang harus ia lakuin untuk menghadapi aku yang kaya gini.Ngomong-ngomong dimana ya si sahabat kampret itu.
"Nar?" saat aku menemukan sosoknya yang sedang minum di meja kecil aku memanggilnya. Ia menatap kami kemudian, matanya menuju kearah genggaman tangan kami, ia tersenyum kecil.
Aku melepaskan genggaman tanganku dan berlari untuk memeluk Nara.
"Weitzzzzzzzz apaan nih?" ucapnya. Namun, perlahan ia pun membalas pelukanku.
Pelukan dari sahabatnya. Pelukan dari cinta pertamnya.
Yah, aku adalah cinta pertamanya Nara
Dan harus ku akui dia juga adalah cinta pertamakuDia adalah pria yang membuat aku dan Kahna bersatu. Dia adalah pria yang selalu ingin melihatku tersenyum walaupun hatinya tersakiti. Dia adalah Nara. Sahabatku.
"Gue sayang lo Nar"
Nara tersenyum, "Gue juga sayang lo Nay".
The end

KAMU SEDANG MEMBACA
CHOICES
Teen FictionKenapa semua orang gak percaya sama yang namanya persahabatan antara seoarang perempuan dengan seoarang laki-laki? pasti mereka selalu nganggep kalo gaka ada yang namanya persahabatan murni antara dua spesies itu. Disini aku ingin membuktikannya, ba...