Fourth Victim : Aurora Part 1

464 9 0
                                    

setelah beberapa minggu ga ada semangat nulis akhirnya mendadak punya semangat lagi hehehe... sorry utk readers tercinta jd tunggu lama buat nunggu kelanjutan yg cm singkat ini >.< thank you for waiting. love u readers ~

-----------------------------------------------------------------

Aku dan Leo telah mengawasi Troy Derres serta Aurora Derres sejak dua hari lalu. Hingga sekarang, belum ada tanda-tanda yang patut kami curigai.

“Callista,” panggil Leo di toko buku yang keluarga Derres datangi saat itu. Aku berdecak kesal gara-gara teman baruku ini menganggu konsentrasi membaca salah satu biografi peneliti yang aku kagumi, teman ibuku.

“Apa ?” sahutku dingin.

“Mereka sudah keluar.” Kalimatnya mengembalikan konsentrasiku terhadap hal yang kami selidiki. “Keluarga Derres, sudah pergi,” ulangnya.

“Kenapa tidak kau bilang daritadi ?” Aku menyeret lengan adik Lucy sambil sesekali melirik biografi Professor Aqualita Enn dengan tatapan sedih sebelum menghilang dari pandangan.

“Hmm.. Cal, aku menyadari suatu hal penting,” ucap Leo di dalam taksi yang membawa kami mengikuti mobil BMW hitam itu. Aku memberinya tatapan penuh tanya. “Bagaimana kita bisa tau jika di rumah mereka sudah ada pisau itu atau tidak bila kita bahkan tidak bisa masuk ke rumah mereka ataupun mengenal mereka ?”

Aku tertegun, menyadari kebeneran yang terkandung dalam pertanyaan Leo.

“Maaf, anda detektif ?” tanya supir taksi itu takut-takut.

“Bisa dibilang begitu,” jawabku sebelum Leo menjawabnya. Leo mendelik kesal karena dia sudah akan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan itu.

“Jika saya boleh memberi usul, lebih baik anda berkenalan secara resmi kepada mereka dan mengatakan maksud anda sebenarnya agar penyelidikan anda menjadi lancer,” ucap supir itu. Aku dan Leo saling menatap seakan-akan kami dapat saling bertukar pikiran.

Tiba-tiba taksinya berhenti berjalan. Aku kembali memperhatikan jalanan. Ternyata kami berada di sebuah hotel megah milik keluarga Spolion.

“Penumpang dari mobil itu tadi turun disini,” ujar supir taksi itu yang melihat keraguanku dari kaca spionnya. Leo menarikku keluar dari taksi.

“Terima kasih.” Leo memberikan uang lebih dari ongkos taksi. “Simpan saja kembaliannya.” Dia menarik lenganku lalu menggandengnya memasuki hotel.

**

“Permisi, apakah anda tuan dan nyonya Derres ?” tanya seorang lelaki tampan yang sedikit misterius dalam balutan sweater dan kumisnya yang sedikit aneh kepada pasangan yang penuh kemesraan di depannya.

“Ya, saya Troy Derres dan ini istri saya Aurora Derres,” jawab Troy kepada lelaki itu. Dia terlihat waspada. “Anda siapa, ya ? Ada yang bisa saya bantu ?” Lelaki itu tersenyum misterius.

“Saya Leo Maradov dan..” Dia menyeret perempuan cantik yang berjalan kearahnya agar mendekat. “Dan ini teman saya Callista Erristone. Kami perlu bicara dengan anda dan istri anda.” Tatapan Leo berubah serius. Troy sempat melirik kami dari atas ke bawah dan sebaliknya.

“Baiklah, mari kita pergi ke tempat yang lebih sepi dan nyaman,” ajak Aurora sambil menuntun tamu dadakan itu ke sebuah restoran di dalam hotel itu. Tangannya tidak lepas dari gandengan suaminya.

“Silahkan pesan apa saja, kali ini gratis,” kata Aurora ketika kami sudah duduk di salah satu sudut restoran yang memang sedang sepi. Dia tersenyum geli melihat pasangan di depannya ini memesan makanan yang paling mewah dan mahal.

“Baiklah, jadi anda ada urusan apa ?” tanya Troy setelah Leo dan Callista menyelesaikan sesi makan gratis mereka. Mereka saling melirik sekilas. Callista menyikut badan Leo.

“Errr.. Kami ingin memperingatkan anda,” ujar Leo serius. Dia menatap Troy dan Aurora secara bergantian. “Mungkin ini terdengar kurang masuk akal. Tapi menurut kami, anda berdua akan didatangi pisau terkutuk..” Ekspresi Troy dan Aurora segera terlihat cemas. “Maksud saya bukan terkutuk dalam arti sebenarnya. Kamilah yang menyebutnya begitu, karena pisau itu bisa melayang lalu menusuk atau bahkan membelah calon korban yang telah direncanakan. Menurut saya, eh, kami, anda berdua adalah calon korban berikutnya.”

Troy memukul meja hingga seluruh manusia di restoran itu melihat kearah kami. “Maafkan saya, tetapi saya tidak mempercayai omong kosong yang anda katakana kepada kami berdua,” katanya penuh ketegasan. Sementara Aurora hanya bisa terdiam mendengar penjelasan Leo tadi.

“Tapi hal itu benar-benar terjadi,” sanggah Callista yang juga ikut-ikutan memukul meja. “Apakah anda tidak membaca koran harian tentang pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini ? Asalkan anda tahu saja, saya dan Leo juga merupakan korban tetapi kami beruntung karena masih bisa selamat.”

Ekspresi percaya terbersit di wajah Troy sekilas. Namun dia melihat istrinya yang mulai menggigil ketakutan, dia berusaha tidak mempercayai cerita itu lagi.

“Kami tetap tidak percaya.” Dia menatap Leo dan Callista tajam. “Jika anda tidak keberatan, kami permisi dahulu.” Aurora yang masih ketakutan, hanya menurut ketika dituntun suaminya menuju lobby.

“Kau tidak apa-apa, sayang ?” tanya Troy penuh kecemasan ketika mereka telah berada di dalam mobil kembali. “Kau tidak mungkin percaya dengan cerita itu bukan ?” Ketakutan di mata Aurora tetap tidak berkurang.

“Pisau…,” gumam Aurora. “Pisau… beli… di rumah…”

“Apa yang kau katakana, sayang ?” tanya Troy kebingungan melihat tingkah istrinya.

“Pisau..” Aurora jatuh pingsan. Troy yang kaget segera memerintahkan supirnya ke rumah sakit terdekat.

Cursed KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang