Third Victim : Leo Part 2

543 14 0
                                    

Sekarang, Leo sedang mengantarkan Arieta kembali ke rumah. Sebagai seorang lelaki, tentu saja dia merasa wajib melakukannya. Rencananya, dia akan menyatakan perasaannya dalam perjalanan menuju halte tadi. Tapi, Archie malah memutuskan mengikuti mereka berdua. Mau tidak mau, dia harus merelakan rencananya pupus.

          “Ini pisau yang kau dapatkan di cafe tadi,” kata Archie di halte. “Tadi kata pelayan cafe, ini bukan pisau milik mereka. Jadi aku berikan saja padamu.” Tidak sempat Leo menolak, Archie telah memasuki bus. Terpaksa dia menerima pemberian temannya itu.

Leo membawa pisau itu dengan canggung. Arieta yang duduk di sebelahnya, tidak menunjukkan kepedulian sedikitpun pada pisau yang berada di tangan pasangan kencannya hari ini. Tapi, sesekali dia melirik lelaki itu penuh perasaan.

          “Terima kasih telah mengantarku ke rumah,” ucap Arieta lemah lembut. Leo tersenyum manis. Tiba-tiba lelaki itu memegang kedua tangan Arieta.

          “Arieta...”

          “Le..leo ?”

          “Kau tahu, aku telah lama memendam perasaan kepadamu,” kata Leo lirih. Tatapannya kepada Arieta, mempesona gadis itu. “Will you be my girlfriend ?”

          “Yeah.. I will..” jawab Arieta malu-malu.

          Mereka berpelukan sejenak. Arieta masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Leo yang sangat gembira.

*

Aku mengikuti pasangan sejoli ini dalam diam. Jujur saja ya, aku bosan mengikuti setiap calon korban tanpa teman. Membosankan. Demi pembalasan dendamku kepada pelaku yang sesungguhnya, dan demi menghindari ancaman bahaya dari pelaku lagi, aku harus menghilang dari kehidupan biasaku dan menjadi seperti ini. Menyedihkan.

Lamunanku terhenti melihat pasangan itu turun. Aku mengikuti mereka kembali. Keadaan disini cukup sepi. Aku dapat memberi peringatan kepada mereka sekarang. Baru saja aku memutuskan begitu, mereka malah berpegangan tangan lalu berpelukan mesra. Terpaksa aku mengurungkan niatku agar tidak mengganggu kemesraan mereka berdua.

Tak lama setelah itu, mereka berpisah dan aku merasa ini adalah kesempatanku memperingatkan adik Lucy.

          “Hei, kau,” panggilku kepada lelaki yang tersenyum sendiri dalam perjalanannya. Aku tidak mengatakannya gila. Dia sedang jatuh cinta.

Adik Lucy menoleh dan mengernyit melihatku. Sepertinya dia tidak mau kesenangannya aku hancurkan. Sempat aku ingin mengurungkan niatku lagi, tapi kesempatan tidak datang dua kali, benar ?

          “Kau mempunyai pisau bergagang emas putih ?”

          “Ya,” jawabnya jujur. “Aku menemukannya tadi. Apakah pisau itu milikmu ?”

          “Tidak,” jawabku juga jujur. “Aku hanya ingin memperingatkanmu. Pisau itu terkutuk. Tidak lama lagi, kau akan menjadi salah satu korban dari pisau itu seperti kakakmu, Lucy.” Matanya membelalak kaget. Mulutnya terbuka, ingin membantahku. Segera aku menyambung kata-kataku. “Aku sarankan kau memberikan pisau itu kepada polisi dan suruh mereka memeriksa gagangnya sesegera mungkin.”

Aku pergi meninggalkan lelaki yang kebingungan itu. Kebetulan ada taksi yang lewat di jalan, aku segera menghentikannya. Sebelum aku memasuki kendaraan kuning ini, aku membalikkan badan dan berkata, “Ingat, kau HARUS mengikuti saranku.”

Cursed KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang