The Saved Victims : Leo and Me Part 2

510 12 0
                                    

Bangun pagi bukanlah favoritku. Sejak pelarian dari kehidupan normalku, aku terpaksa harus menjadikannya kegiatan rutin. Ketika aku bangun kali ini, mataku beradu pada sepasang mata yang sedikit ketakutan. Oke, ternyata Leo sudah bangun lebih dulu.

“Selamat pagi,” sapaku malas. Aku cukup kaget mendengarnya membalas salamku. Mungkin dia berhasil menerima kenyataan.

“Maafkan kelakuanku tadi malam,” ucapnya tulus. Aku menjadi tersentuh. Sepanjang sejarah Leo yang aku selidiki, dia jarang meminta maaf. Pasti dia menjadi lebih dewasa dalam beberapa jam ini.

“Tidak masalah,” balasku cuek. “Dugaanku hingga detik ini, pisau itu dilengkapi gps dan alat penyadap sehingga pelaku yang sebenarnya bisa mengetahui tujuanmu kemarin. Jadi, aku minta maaf karena salahku lah hingga semua ini terjadi.”

“Meski kau tidak memperingatiku, pelakunya tetap akan membunuhku suatu hari nanti, kan ?”

Aku mengangguk mantap. “Oh ya, aku turut sedih karena Arietta menjadi korban juga.”

Leo terlihat sangat sedih. Untungnya dia tidak menjerit histeris seperti tadi malam. Aku bernafas lega.

“Ya, seandainya hanya aku yang mengantar pisau itu ke kantor polisi, paling tidak Arietta masih hidup.” Lelaki yang hampir seumuran denganku ini tentunya sangat terpukul kehilangan kekasihnya.

“Seandainya aku bisa meyakinkanmu lebih jauh saat itu.”

“Sudahlah, tidak ada gunanya menyesal sekarang.” Dia tersenyum tegar. “Ngomong-ngomong aku belum tau namamu.”

“Benar juga. Namaku Callista Erristone.”

“Kau… anak Raul Erristone dan Queen Erristone ?” tanyanya takjub. Sinar kesedihan dimatanya digantikan oleh sinar kagum.

“Kedua orang tuaku seterkenal itukah ?” Aku tertawa kecil. “Memang siapa yang tidak tau mereka berdua, sang professor gila yang menciptakan Heat-Cool dan istrinya yang cantik selalu menemaninya kemana-mana.”

Dia ikut tertawa bersamaku. “Siapa juga yang tidak mengenal keluarga Maradov, pengusaha perabotan nomor satu di dunia dan Aswald yang merupakan pemilik bar terbesar di dunia.”

“Tentu saja juga keluarga Loyre yang sangat kaya karena masakan Italianya yang terenak,” sambungku di sela-sela tawa. Tidak sampai sedetik kemudian, kami berdua berhenti tertawa.

“Jadi para korban merupakan anak dari orang-orang terkenal di dunia ?” tanya Leo menuntut penjelasan padaku.

“Aku sendiri baru mengetahuinya,” jawabku sedikit tercekat. Fakta yang semudah ini bagaimana mungkin terlupakan olehku ? Tentu saja oleh polisi juga. Tapi Gustav dan Lily bukanlah merupakan orang yang terkenal itu sendiri.

“Orang tuamu  dan orang tua Arietta berada dimana ?” tanyaku setengah panik.

“Orang tuaku berada disini. Orang tua Arietta sudah pasti disini,” jawabnya setengah bingung melihat kepanikanku. “Apakah orang tua kita juga merupakan calon korban berikutnya ?”

“Tidak,” jawabku tegas. “Menurutku orang tua kita adalah korban yang sesungguhnya. Kita hanyalah sebagai boneka dalam permainan yang diciptakan si pelaku.”

Cursed KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang