The Saved Victims : Leo and Me Part 1

522 12 0
                                    

Membawa Leo merupakan kesalahan terbesarku. Dia mempunyai berat dua kali beratku. Tapi aku merasa takjub terhadap diriku sendiri. Ketika mendengar polisi datang, aku bisa menggendongnya hingga beberapa ratus meter dari rumah sakit itu.

Selama dalam penyelidikan sekaligus pelarian dari pisau itu, aku selalu berpindah dari hotel yang satu ke hotel yang lain. Untungnya aku tidak terlalu boros dan kedua orang tuaku yang berada di New York, tidak mengetahui peristiwa ini dan tetap mengirimiku uang. Memang ini cukup berisiko apalagi jika pelakunya sampai mengawasi kartu debit dan kreditku, tapi cuma inilah yang membuatku bertahan hidup hingga sekarang dan bisa menyelamatkan Leo hari ini.

Agar tidak dicurigai petugas hotel, aku terpaksa merangkulnya seakan dia mabuk, lalu membawanya menuju kamarku. Dengan terpaksa aku merelakan Leo menginap di kamarku. Akan terasa aneh jika aku memesan satu kamar lagi untuk orang yang aku samarkan sedang mabuk ini.

Sambil menunggu Leo sadar, aku bercermin dan merenungkan perbuatan yang aku lakukan sekarang. Memang aku berhasil menyelamatkan seorang korban, tapi itupun karena dia tidak sempat ditusuk atau dipotong oleh pisau itu. Aku yakin, di bagian gagangnya, pasti ada sesuatu yang menjadi alat pemancar dan dikontrol oleh pelaku sebenarnya. Aku bodoh sekali waktu menyelamatkan Leo, aku tidak mencari pisau itu dan membawanya. Yah, meski aku bawa pisau itu, juga merupakan perbuatan yang ceroboh. Bisa saja disana bukan hanya ada alat pemancar, tapi juga gps dan alat penyadap.

“Kau siapa ?” Aku mendengar suara Leo dan dari cermin aku melihatnya telah sadar. Tapi dia terlihat lemas dan sakit. Dia menatapku ketakutan.

“Aku ? Aku penyelamatmu,” jawabku santai tanpa membalikkan badan. Dia terlihat sedang berpikir lalu dia menyadari sesuatu.

“Kau gadis yang memperingatkanku waktu itu, kan ?” tanyanya berusaha menyembunyikan suaranya yang bergetar. Sepertinya dia gagal karena aku bisa mendengar getarnya dengan jelas.

“Kau benar, Leo.” Aku tidak memunggunginya lagi. Setidaknya aku berharap itu akan mengurangi ketakutannya. Sebaliknya, dia malah terlihat tambah ketakutan. Dia berusaha menjauh dariku.  Namun dia hanya menambah kesakitan dari lukanya.

“Lebih baik kau beristirahat. Lukamu belum sembuh.” Tatapannya masih ketakutan. Aku menghela nafas panjang. “Aku adalah teman. Aku tidak akan membunuhmu. Percayalah padaku. Aku juga salah satu korban pisau itu.”

Mendengar kata pisau, Leo langsung menjerit-jerit memanggil Arietta. Aku segera membekap mulutnya lalu memberinya obat tidur. Paling tidak dia akan tenang hingga pagi hari. Lebih baik aku tidur dan memikirkan langkah selanjutnya esok hari.

Cursed KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang