[3] Angkot

2.3K 304 5
                                    

H a p p y   R e a d i n g

* * *

HARI ini tidak seperti biasanya. Aku sengaja segera pulang, tidak lagi mengundur waktu untuk memperbesar peluangku agar bisa satu angkot dengannya.

Aku marah padanya.

Dia selalu seperti itu. Memberiku harapan, lalu secepatnya akan dia patahkan. Dia selalu membuatku bimbang antara memilih pergi, atau tetap menunggu datangnya kepastian.

Dua-duanya menyakitkan.

Aku menghela napas panjang. Lelah menunggu angkot yang aku tumpangi tidak segera melaju padahal sudah lebih dari sepuluh menit dia ngetem di sini.

Aku memilih mengeluarkan ponsel, memasang headset. Berniat untuk memutar lagu dengan volume penuh lalu mengkhayal sesuka hati.

Namun, baru beberapa menit aku menikmati khayalan yang lebih indah dibanding dunia nyata ini, dengkulku dicolek pelan oleh seseorang.

Tentu, aku mengalihkan pandangan dari ponsel.  Aku mendapati dia duduk persis di depanku. Melempar senyum manis, seperti biasa.

Rasanya amarahku menguap begitu saja. Tak tersisa.

Laki-laki ini, begitu ajaib mempermainkan suasana hatiku.

"Hai!" sapanya riang.

Aku balas senyum, "Hai," Aku melepas kedua headset yang menyumpal telingaku. "tumben gak bawa motor?" Aku bertanya berbasa-basi.

Tanpa dia jawab juga aku tau jawabannya berkat tajamnya pendengaranku untuk menguping pembicaraan dia dengan teman-temannya. Motornya disita oleh ayahnya karena dia bolos sekolah dua minggu lalu.

"Udah lama kali, Zo." Dia terkekeh, "disita sama Bapake."

Aku tertawa kecil sebagai tanggapan. Lalu memalingkan pandangan ke layar ponsel sambil menggigit bibir dalam. Menahan diri untuk tidak bertanya mengapa dia menghapus foto itu dari akunnya.

"Rumah lo daerah mana Zo?"

Aku mengangkat kepala, "Hah?"

Dia tersenyum tipis, "Rumah lo daerah mana? Siapa tau kapan-kapan bisa mampir."

Aku mengerjap beberapa kali. Detik berikutnya, aku berdehem pelan untuk menyamarkan keterkejutanku yang tidak masuk akal itu. "Komplek Telaga Golf."

Dia manggut-manggut, "Gak jauh dari komplek rumah gue rupanya." Aku tersenyum tipis, "lumayan tuh, kalo ngapel malem minggu jadi deket." Dia tertawa girang selesai mengatakan kalimat terakhir.

Tentu saja aku ikut tertawa kecil. Namun, dua detik kemudian, tawaku lantas berhenti ketika menyadari sesuatu.

Ngapel katanya?

* * *

*Ngapel itu semacam datengin rumah pacar. Yang biasanya pas malem minggu.

are you in love with me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang