21 - Mengakhiri

986 48 15
                                    

Apa arti hubungan kita, jika hatimu ternyata masih untuk dia.

- Malvino Ragathan -

Suasana masih pagi dan Manda sudah berpenampilan rapi, menggunakan kaos lengan panjang berwarna biru muda dan celana jeans tiga perempat berwarna putih, tak lupa membawa sebuah tas kecil berwarna senada dengan bajunya, sekedar untuk tempat meletakkan ponsel dan sebuah dompet.

Hari ini adalah hari minggu, dimana seharusnya Manda berdiam diri di rumah untuk menyelesaikan drakor yang belum sempat ia tonton. Tetapi malah hari ini gadis tersebut harus berkunjung ke rumah sakit hanya untuk menjenguk Revan. Padahal, semalam saja ia habis dari tempat tersebut.

"Fyuhhhhhh!"

Manda menghela napasnya malas, ia melangkah turun ke bawah untuk menuju meja makan. Tak ada seorangpun di sana, ia pikir mungkin kembarannya masih bobo ganteng di dalam kamar dan jika diajak pergi bakalan sangat jelas Malvin akan menolaknya.

Sedangkan bundanya sedang bercakap ria bersama tetangga lain di depan gerbang rumahnya sambil sibuk memilih sayuran yang beberapa menit lalu abang tukang sayurnya telah datang.

"Laper banget." ucapnya memelas.

"Kalo laper itu ya makan, bodoh."

Manda membalikkan tubuhnya, dan ia mendapati Malvin telah berpenampilan rapi yang entah sejak kapan sudah berdiri di situ. Rambutnya dia beri pomade dan terlihat lebih klimis, menggunakan kaos oblong berwarna putih beserta celana jeans hitam menutupi kakinya yang panjang.

"Tumben lo ganteng. Biasanya itu muka kayak panci gosong."

Malvin melengos malas. Memang gadis yang satu ini paling bisa membuat dia terbang lalu dijatuhkan begitu saja. Pantas, tidak ada cowok yang nemplok ke Manda. Begitulah kiranya saat Malvin berpikir tentang kembarannya tersebut.

"Mak jleb aselole. Lo kalo ngomong kok suka bener sih," jawab Malvin terkekeh.

"Eh, lo mau kemana masih pagi begini?" tanya Manda penasaran.

"Lo juga mau kemana?"

"Ke rumah sakit lah,"

"Gue anter."

Tebakan Manda yang tadinya sempat berpikir jika Malvin bakalan menolak untuk sekedar mengantar saja ternyata salah. Ia kira Malvin tidak mau mengantarnya maka dari itu ia bersiap-siap sendiri dan ingin pergi seorang diri.

"Yailah, kesambet apa lo? Anak Bunda Rina yang dulu masih suka ngencesan sekarang udah gede ya." Manda mengejeknya membuat Malvin menggeram kesal.

"Buruan woy! Banyak omong lo."

Manda segera melangkah ke arah mobil untuk ikut bersama Malvin, daripada Malvin lebih marah mending ia menuruti apa katanya Malvin.

Lima belas menit berlalu. Jalanan tidak begitu macet, membuat mobil yang dalamnya berpenumpang dua anak kembar berjalan lancar di sepanjang jalan.

"Gimana sama Feby?" tanya Manda memecah keheningan.

Tak ada jawaban. Malvin masih saja terus menatap fokus ke depan tanpa sedikitpun melirik ke samping. Membiarkan pertanyaan Manda seperti angin yang berlalu.

My Perfect Bodyguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang