18 - Why

939 57 19
                                    

Seorang Kahlil Gibran pun pasti bingung untuk mendeskripsikan perasaanku padamu. Terlalu dalam, merasuk kalbu, dan sungguh memabukkan.

- Revano Rifaldi -


"Hanya elektron cinta yang membuat gue selalu berikatan dengan lo."

Kalimat itu terus terbayang dipikiran Manda. Tak henti-hentinya ia berguling-guling di atas ranjang sembari memeluk guling kesayangan.

"Gila!" pekiknya.

"Siapa yang gila?"

Mendengar suara dari orang lain, Manda loncat dari atas tempat tidurnya dan memegang satu buah bantal. Jantungnya berdetak kencang, dan akhirnya ia melengos lesu karena yang muncul adalah Malvin. Bukan seperti yang ia pikirkan.

"Password?"

Manda melirik sekilas melihat Malvin telah berada di atas ranjangnya sambil memegang ponsel milik Manda.

"Mau apa lo?"

"Ciah. Lo pantes kalau disebut istri galak."

Mata Manda melotot. Ia sangat tidak terima jika Malvin berkata seperti itu. Manda berhambur dan loncat ke tempat tidurnya, mengambil paksa ponsel yang sedang dipegang oleh Malvin.

"Btw, lo lagi mikirin someone ya?"

Perkataan itu membuat pikiran Manda melayang-layang. Ia menoleh sesaat, "Enggak."

"Coba lo jujur kak, ceritain semua ke gue." pintanya.

Malvin mengelus pundak kakaknya tersebut secara lembut. Tak ada jawaban sedikitpun dari Manda, sepertinya ia sedang malas berbicara.

"Gak mau cerita?"

"Kak, serius lo gak mau cerita? Hati gue ngerasa sakit, seperti ada paku yang tertancap sampai ke ulu hati."

Manda kembali menoleh, senyumnya sedikit terukir. Memang hanya Malvin lah yang bisa membuat mood-nya kembali. Makanya, ia sangat-sangat sayang kepada kembarannya tersebut.

"Dasar, melankolis."

"Yaampun, gue udah baik hati pengen denger curhatan lo. Gimana? Baik kan gue?"

Manda memutar bola matanya malas. "Orang baik gak bakal bilang kalau dirinya baik."

Terdengar hembusan napas, sepertinya Malvin mulai lelah menghadapi kembarannya tersebut. Manda tersenyum kecil, padahal dulu ia dan Malvin masih sering bermain di taman komplek. Sekarang semuanya sudah berubah, sudah mulai mengenal lawan jenisnya dan sudah mengenal apa itu yang namanya cinta.

Kadang gue kangen masa kecil kita, Vin. Batin Manda.

"Kak."

"Astaga! Kok lo malah ngelamun."

"Nda, ada Revan!" Memang kadang Malvin memanggil nama Manda berbeda dengan yang lainnya. Dan itu sering membuat Manda kesal.

Manda tersentak. "Jangan panggil nama gue begitu."

"Makanya buruan cerita." Malvin menatap Manda lekat-lekat. Lebih dekat, dekat, dekat, dan..

"Buset lo jerawatan kak," selidiknya. "Lo lagi jatuh cinta ya?"

Mulut Manda mendadak bungkam. Mana bisa Malvin membuat pertanyaan seperti itu. Ditambah ia sangat kaget saat mengetahui jika ada jerawat yang tumbuh di wajahnya. Buru-buru Manda mengambil cermin yang tergeletak manis di atas nakas.

"YAAMPUN MUKA GUE !"

Manda menjambak keras rambut Malvin,dan masih tetap bercermin menampakkan wajahnya yang ditumbuhi satu jerawat. Yang dijambak pun hanya bisa meringis merasakan perih. Tidak apa jika ini bisa membuat hati Manda lebih tenang. Begitu menurut Malvin.

My Perfect Bodyguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang