❀―07

1K 241 24
                                    

Malam minggu kelabu itu berubah warna, dia tak lagi merasa sedih dan kecewa.

seulgi
Yer, kita main dare yuk? Darenya siapa yang paling lama digantungin sama gebetan masing-masing. Kalo sampe dua bulan kita masih digantung, ayo kita move on berjamaah.

yeri
Apa apaan lo monyet?!
Siapa yang paling lama digantungin? Waktu 2 bulan? Kalo gaada kemajuan langsung move on?

seulgi
Y gtu deh
Mau ga?

yeri
Yaudah deh
Gue setuju.
Saya juga sudah lelah
mencintai dalam diam :")

seulgi
Oke
Peraturannya kita sepakati bersama di hari senin, ok?

yeri
Okeee
read.


Hah, Seulgi sudah lelah dengan semua ini. Mencintai dalam diam, bukanlah perkara mudah. Cinta tidak semudah kita mengucapkan katanya, ada banyak rintangan untuk mencapainya.

Kasus ini semakin berat karena pihak cewek yang mengejar pihak cowok yang tidak tahu apa-apa tentang perasaan mereka.

"SEULGIII!!!! MAMA SAMA PAPA MAU KONDANGAN!!"

Seulgi beranjak dari tempat tidurnya. Sebelum menghampiri kedua orang tuanya di lantai dasar, dia sempat berkaca di cermin. Kondisinya sungguh mengenaskan, mengenaskan seperti jomblo karatan di malam minggu. Wajah kusam, mata sipitnya agak membengkak karena menangis dan rambut acak-acakan.

"KANG SEULGI!!!!"

"IYA MA! TUNGGU SEBENTAR!"

Cewek dengan mata sipit itu bergegas menuruni anak tangga, nyaris saja dia tersandung. Tak seperti anak bungsunya, orang tua Kang berpenampilan rapi dengan setelan jas biru tua dan gaun asimetris berwarna senada.

"Seulgi, kamu yakin nggak mau ikut mama sama papa kundangan?"

"Nggak Pa, Ma. Seulgi diem di rumah aja, mau maraton ngerjain tugas sekolah yang numpuk." Bohong Seulgi. Padahal, setelah orang tuanya pergi nanti dia pasti bisa menangis terisak, tanpa perlu menahan lagi.

Mama dan Papa Kang mengangguk mengerti, lalu mama memberikan Seulgi kunci rumah cadangan. Sebagai anak tunggal yang baik, Kang Seulgi ikut mengantar kedua orang tuanya sampai ke depan rumah.

Tak seperti biasanya, untuk kundangan kali ini ayah Seulgi menggunakan jasa supir gratis yang diberikan kantor tempatnya bekerja.

"Da-dah Seulgi! Papa sama Mama pergi dulu!"

Masih terdengar di telinga anak tunggal itu teriakan perpisahan sang ayah meski mobil telah berjalan jauh. Dan juga dengan lengan putih yang keluar dari jendela mobil untuk menggerakkan tangan, memberikan tanda perpisahan.

"Seul, rumah lo disini juga? Kenapa gak cerita sih?"

Tubuh Seulgi membeku. Dia tahu siapa pemilik suara berat yang barusan bertanya padanya.

"Seul," dengan kedua tangannya, cowok itu memutar bahu Seulgi. Saat ini, mereka berdua saling berhadapan. "Kok gak jawab sih? Ini gue, Park Jimin."

"Hahahaha. Ternyata Jimin ya, gue kira hantu." Sambil tersenyum canggung, Seulgi menyingkirkan satu persatu tangan Jimin yang menempel di bahunya.

Kang Seulgi dan Park Jimin benar-benar tetangga yang bodoh, terutama Seulgi. Kenapa dia tak pernah sadar kalau Jimin bertetangga dengan dirinya dari dulu? Hanya berjarak satu rumah, dan ini kebetulan yang sungguh―ah! Seulgi tak bisa menjelaskan kebahagiannya saat ini.

"Kenapa tadi siang lo minta dianter ke gang sebelah pertokoan padahal rumah elo disini, Seul?"

"Karena gue gak pernah mau ngerepotin orang lain, Jim."

"Gak pernah mau ngerepotin ya?" Jimin bergumam, "intinya, gue gak pernah ngerasa terbebani kalo direpotin sama lo, Seul." Lanjutnya lagi.










"MAS, KESINI DONG! SAYA MAU BELI JAGUNG BAKAR SAMA KACANG REBUS!"

Dan malam minggu cewek berambut coklat itu tidak berakhir kelabu seperti pemikiran awalnya. Hari ini berakhir dengan canda tawa sambil memakan empat bonggol jagung dan dua bungkus koran kacang rebus, di depan rumah Kang Seulgi bersama cinta pertama sekaligus tetangga lamanya, Park Jimin.

❀―tbc.

Eraser  [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang