❀―11

935 213 5
                                    

Let's think about his feeling.

"Should I wait her now?"

Kalimat itu berputar ribuan kali di benak cowok yang masih mengenakan seragam sekolahnya sampai saat ini. Meski sudah ditelepon puluhan kali oleh sang Ibu untuk kembali ke rumah, ia tetap kukuh berdiri di tempat ini.

Taman Kompleks, tempat favorit Park Jimin untuk menunggu seseorang yang belum tentu datang kesana, yaitu Kang Seulgi. Entah apa alasannya, cowok itu sangat percaya dengan takdir.

Takdir?

Menurut Park Jimin, defenisi dari takdir adalah saat dimana dua orang yang berbeda atau lebih perlahan mulai terikat satu sama lain, meski hanya berawal dari percakapan singkat atau eyecontact. Lalu membuat dua insan saling bertemu dan semuanya berjalan seperti dua kutub magnet.

Mungkin saja hubungannya dengan Seulgi akan saling tarik menarik, atau kemungkinan buruk lainnya seperti mereka yang akan saling tolak menolak.

"Jim? Ngapain lo masih pakek seragam sekolah?"

Takdir yang ditunggu cowok itu sudah datang.

"Gue abis dari minimarket," jawab Jimin singkat sambil menggeser posisi duduknya. Lalu, dia membuat gestur dan meminta Seulgi duduk di sampingnya.

"Gue mau lanjut jogging, Jim."

"Susah banget buat minta lo duduk di samping gue barang sebentar aja ya?"

Bulir-bulir keringat mulai berjatuhan dari pelipis Seulgi seiring dengan rasa gugupnya saat ini. Selanjutnya, ia nelangkah kecil dan duduk disamping Jimin. Mata sipitnya dapat menjepret dengan sempurna bagaimana cowok yang disukainya itu menatap pohon Sakura tropis berukuran besar yang tertanam kokoh disana.

"Seul, lo mau dengerin cerita gue gak?"

"Lo mau dengerin cerita gue gak, Jim?"

Satu detik, dua detik setelah melontarkan pertanyaan spontan itu, Seulgi dan Jimin tertawa bersama. Memang, selera humor mereka benar-benar buruk. Namun, mereka punya alasan sendiri kenapa otak diri masing-masing mengirim sinyal pada saraf mereka untuk tertawa.

Karena satu hal, hal yang tak pernah bisa dilupakan. Cinta pertama.

"Gue mau cerita, tapi sebelumnya lo janji jangan ceritain hal ini ke siapapun, ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue mau cerita, tapi sebelumnya lo janji jangan ceritain hal ini ke siapapun, ya?"

"Siap bok bos!"

"Lo tahu Yeri, kan? Sahabat gue itu suka sama sahabat lo dari dulu banget, dari zaman kelas sepuluh."

"Bukannya si Yeri pacaran sama Ketua English Club? Si Mark Lee?"

Seulgi tersenyum tipis, "Asal lo tahu, Yeri tuh suka sama cowok yang tinggi, lalu bahunya lebar  anak PRAMUKA, OSIS sama PASKIBRA."

"Dan kriteria yang lo bilang barusan sembilan puluh sembilan persen mendeskripsikan tentang Jeon Jungkook," timpal Jimin.

"So, gue mau minta tolong ke elo  boleh gak?"

Kini, giliran Jimin yang tersenyum tipis. "Why not? Bantuin Yeri supaya jadian sama Jungkook, kan?"

"BUKAN!" Seulgi memekik keras sambil mengelap sisa-sisa keringatnya dengan handuk putih. "Setidaknya, di tahun akhir sekolah gue bisa jadi sahabat yang berfaedah bagi Yeri. Gak perlu sampe jadian, sampe Jungkook peka akan perasaan Yeri udah cukup kok."

"Ini mah namanya lo berusaha nulis sebuah kalimat di air laut, Seul. Gak bakal bisa, lo gak bakal bisa ngubah takdirnya Yeri sama Jungkook nanti. Kita lihat beberapa bulan kedepan, mungkin aja Yeri ketemu sama cowok lain dan Jungkook balikan sama mantannya, kan? Kita gak ada hak buat ikut campur."

Seulgi memberikan sebutur permen karet rasa Nanas yang di taruh di saku celana. "Bener juga lo, Jim. Takdir sama hidup gue aja belom bener, ngapain juga gue ngurusin takdir orang?" Gumamnya.





jimin
Seul, pas school day out minggu depan bawa foto lo pas kecil ya. Gue juga bawa kok. Suwer.

❀―tbc.
Sorry for late update.
Story ini makin lama makin gajelas ya huhu. Pokoknya makasi banget untuk kalian yang stay di FF ini! Sarangek💕

Eraser  [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang