14❀―

742 175 0
                                    

Kita butuh bintang jatuh untuk membuat sebuah permohonan.

"Jim,"

"Iya, Ma?"

"Hari selasa minggu depan kita bakal piknik di pantai sama keluarga sebelah. Pokoknya kamu harus ikut."

"Keluarga sebelah? Tetangga?" Jimin menatap heran mamanya, "Mama yakin mau piknik bareng keluarga Joshua yang lola nya minta ampun itu?"

"Kita bakal piknik bareng keluarga Kang, sekalian juga mama pengen kamu akrab sama sepupumu, si Seulgi."

Hah. Kebetulan macam apa ini? Memang, kenyataannya, Park Jimin berharap kalau kebetulan-kebetulan yang ia alami bersama Kang Seulgi akan terus terjadi selamanya. Selamanya sepanjang waktu cowok itu memendam perasaan di hatinya

Bolehkah dia berharap ini hanyalah mimpi?

Bukan kebetulan seperti ini yang ia inginkan, bukan! Dia hanya ingin mengalami kebetulan bisa berpapasan di kantin, kamar mandi, dan menimbulkan eye contact. Ketiga hal tersebut sudah cukup bagi Jimin.

Malah, sebaliknya kebetulan inilah yang membuat semua kebetulan-kebetulan itu pasti terhenti.

Cowok yang saat ini sedang berdiri di balkon kamar sudah tahu kenyataan itu lebih awal dibanding Seulgi. Tadi pagi, saat ia beranjak dari tidur menuju dapur, dengan raut wajah gembira mamanya menjelaskan semua itu.

"Jim, lo gak tidur?"

Itu Seulgi. Jimin diam tak membalas pertanyaan tersebut, inderanya sudah lelah setelah mengumpat kasar di kamar.

"Jim, lo udah tahu semuanya, kan?" Seulgi terkekeh pelan, rambutnya tergerai dan tubuhnya terbalut piyama bermotif polkadot. "Yang penting apa yang gue rasain selama ini udah terungkap dan gue seneng banget hari ini,"

"Yakin lo seneng hari ini? " Tukas Jimin, dan kebetulan mengenakan piyama dengan motif yang sama seperti Seulgi.

Seulgi acuh dengan pertanyaan Jimin, lalu ia bergumam. "Nggak nyangka gue kalo kita sepupuan, Jim."

Jimin membalas ucapan Seulgi yang saat ini juga sedang berdiri di balkon kamarnya, "Gue juga nggak nyangka, Seul."

"Kalo ada acara keluarga, gue gak perlu nyewa grab lagi, kan ada lo yang bisa gue tebengin. Terus, pas pulang sekolah kalo uang jajan gue habis, gue juga bisa minta di elo." 

"Kenapa nggak dari dulu aja lo ngomong kayak gitu? Gue gak pernah keberatan untuk jadi ojek lo kemanapun, Seul."

Giliran Seulgi yang tak membalas pertanyaan Jimin. Dia memainkan anak rambutnya sambil menatap ke langit malam.

"Awalnya, gue mikir kalau kebetulan itu adalah hal berupa ilusi semata yang sempat terjadi. Lalu, semenjak gue kenal lo, presepsi itu berubah."

All of this is not coincidence, Kang Seulgi. This is our fucking fate, I love you. Batin Jimin. Dia ingin sekali membongkar rentetan kalimat itu hari ini, tapi ia tahu hati mereka berdua sudah hancur sehancur-hancurnya mendengar kenyataan tersebut.

Hari ini, dengan langit malam sebagai saksinya. Terpisah dengan jarak 6 meter, sama-sama berdiri di balkon dan menatap langit malam berharap ada bintang yang jatuh.

Untuk membuat sebuah permohonan.

"Meski kemungkinannya kecil, boleh kan gue ngarep kalo nanti gue bisa jadian sama dia?"

"Gue mohon, tolong datangkan seseorang untuk menghentikan kebetulan yang keterlaluan ini."

❀―tbc.
Sorry for neomu neomu late update dan typo ya karena part ini tanpa edit :(

Aku unpub Epilogue
karena mau jadiin sebagai nama biasa ya, supaya feel nya lebih dapet.
Terima kasih suday stay di FF ini! Sarangek💕

Eraser  [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang