3. Badai di Tengah Musim Panas

173 10 0
                                    

3

Yogyakarta, Mei 2014

Malam yang sangat hening hari itu, hanya suara denting alat makan yang terdengar. Shira sedang merayakan kedatangan ayahnya yang kerja di luar kota. Dinas sang ayah membuat komunikasi mereka harus melalui media elektronik. Namun hal itu tidak memutus kehangatan dalam keluarga ini. Meskipun ayah mereka terkesan sangat dingin dan cuek, tapi mereka bisa merasakan sayang yang coba ayahnya sampaikan setiap kali mereka bersama.

"Ayah,"

"Selesaikan makannya dulu, Leo." Potong Pak Zafran, ayah dari kedua remaja itu. Setelah selesai makan malam, Shira dan Ibunya membereskan meja makan. Sedang kedua lelaki berbeda umur itu menuju ruang keluarga.

"Bun, ayah kok keliatan gak mood gitu? Ayah juga gak bawa oleh-oleh untuk Shira sama Kak Leo." Shira curiga terjadi suatu hal yang buruk terhadap ayah dan ibunya.

"Kenapa tanya sama Bunda? Coba sana tanya sama ayah." Kata Tiara kepada putrinya. Tiara pun menyuruh Shira membawa sepiring bakwan untuk dibawa ke ruang keluarga. Tidak lupa Tiara membawa senampan coklat hangat sebagai teman pelepas rindu malam ini.

"Yah, kak, ngobrolin apa si? Asik banget, Shira ikutan." Shira menaruh bakwan yang ia bawa ke meja di tengah ruangan, dan duduk di samping ayahnya. Dan memeluk ayahnya. Hanya di dalam rumah ini ia bisa melepas segala penatnya. Di tengah tiga manusia paling penting di hidupnya.

"Kenapa dek? Kok manja banget? Kangen sama ayah ya? Ketahuan ini". Goda Zafran, ayah Shira.

"Lagian ayah aneh, biasanya aku sama Kak Leo dibawain oleh-oleh. Sekarang nggak." Rajuk Shira sambil memeluk tangan ayahnya, ia ingin menyalurkan keresahannya. Keresahan yang coba ia tutupi.

Shira sangat dekat dengan ayahnya, bukan berarti Shira jauh dari ibunya. Seperti kata pujangga di luar sana, ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Ya kurang lebih seperti itu.

"Maaf ya, ayah lagi banyak pikiran, jadi kelupaan. Oh iya, bunda udah bilang sama adek sama kakak kalo kita mau pindah ke Bandung?" Semua orang di ruangan itu kecuali Tiara kaget.

"Lho yah, Kakak belum bisa, bentar lagikan kakak mau ujian yah." Bantah Leo dengan sedikit rasa tak nyaman.

"Iya, ayah tahu. Maka dari itu, ini mau kita diskusikan dulu, ayah pikir kita pindahnya setelah kamu lulus, dan adik kamu naik kelas. Gimana? Bunda juga sudah setuju kan sama ayah?" Jelas Zafran.

"Bunda ikut ayah saja, baiknya bagaimana. Kalau memang itu yang terbaik, ya bunda setuju", Tiara yang sedari tadi diam sambil memakan bakwan buatannya, mulai bicara.

"Butik bunda gimana bun?" Tanya Leo penasaran.

"Ada yang ngurus kok, tante Laras. Biar dipegang dulu sama tente Laras dulu, sebelum bunda buka cabang disana," jelas Tiara.

Tidak ada lagi yang berkomentar setelah itu. Mereka terlalu sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Semua merasa tidak rela jika mereka harus meninggalkan rumah yang sejak dulu mereka diami. Kecuali satu, Shira yang merasa sedikit tenang karna akan meninggalkan rumah ini.

☏☏

Hal yang telah dinantikan datang juga. Kelulusan Leo dan ujian kenaikan kelas Shira telah berlangsung. Hari ini, setelah Tiara ibu Shira mengambil raport Shira dan mengurus surat kepindahan sekolah untuk Shira, mereka bertiga Tiara, Shira, dan Leo membereskan barang-barang mereka. Pagi besok Zafran akan membawa mereka ke tempat neneknya di Bandung. Mereka akan tinggal disana selama di Bandung.

Find You, as A HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang